Arena 12

1.6K 141 6
                                    

Rian masuk ke apartemen jam 11 malam. Udah sepi banget, Akbar sama Fajar gak ada suara, mungkin udah pada tidur. Dia mutusin pergi ke dapur dan masak sesuatu buat ngisi perutnya. Walaupun cuman sama ramen.

"Kayaknya kita harus belanja lagi besok."

Rian ngalihin pandangan ke Fajar yang masih pakai kacamata bacanya. "Persediaan udah pada abis, kan?"

"Iya." jawabnya canggung. Jangan tanya kenapa canggung, habisnya Fajar ngomong gitu tapi mukanya dingin banget. Gak kayak biasanya.

Rian merhatiin Fajar yang ngambil soda di lemari es terus beranjak pergi lagi ke kamarnya. "Tidur di kamar gua. Akbar lagi di kamar lo."

Rian ngangguk.

Anjir dia deg-degan liat raut Fajar dingin gitu. Serem. Apa gara-gara Rian pulang telat? Tapi masa sih sampe segitunya? Atau gara-gara tugas? Ah tau lah, Rian mau fokus makan sebelum si Fajar yang makan dia lagi malam ini.

.

"Nugas, Jar?" tanyanya begitu liat Fajar yang duduk di kursi belajarnya lagi serius. Ya, walaupun Rian gak liat mukanya langsung sih.

"Panggil yang bener."

Rian ngedengus. "Nugas, Sayang?"

"Iya."

"Gua tidur duluan ya, ngantuk."

Fajar gak jawab.

"Sayang?"

"Jam berapa gua suruh lo pulang?"

"Jam 10." Rian mulai ngerti arah pembicaraan mereka sekarang. Dia ngedeketin Fajar dan berdiri disampingnya. "Gue ke asikan, sorry."

"Kemana aja sama Clinton?"

Rian ngerutin keningnya. "Gak kemana-mana, sumpah. Cuman gak sengaja ketemu waktu gua mau pulang."

"Oh."

Gak tau kenapa aneh liat Fajar cuek kayak gini ke dia, padahal kan harusnya Rian seneng ya? Pasti Fajar gak minta macem-macem kalo lagi badmood gini. Tapi kenapa Rian malah gak enak gini?

"Beneran, Jar- sayang. "

"Oke."

Dari tadi Fajar ngomong tuh gak ngeliat mukanya. Asli deh, emang muka Rian ada najisnya apa sampe Fajar gak mau ngelirik? Biasanya juga doyan.

"Lo marah gara-gara itu doang?"

"Tidur aja. Gua mau fokus."

Rian nurut. Ya, seenggaknya dia beneran baringin badannya di atas kasur sambil mandangin punggung Fajar. Posisiin badan senyaman mungkin tapi tetep gak bisa ngebawa matanya buat tidur.

"Gua salah ya, Jar?"

Gak ada jawaban.

"Sayang, ya ampun." Rian frustasi sampe guling-guling di atas ranjang. Orang pacaran aja kadang manggil nama. Fajar malah gak mau sama sekali.

"Besok kan libur, nugasnya besok aja sih. Lu gak mau tidur gitu?"

"Gua gak suka nunda-nunda. Sedikit lagi selesai."

Rian balik lagi ke dapur buat ambil soda. Duduk di kasur sambil senderan dan mainin hpnya sesekali nenggak soda yang tadi di ambil.

Fajar selesai dari tugasnya, milih tidur di samping Rian setelah buka bajunya.

"Lo kumpul dimana?"

"Restoran deket kampus."

Fajar ngelengos. Bisa-bisanya Clinton yang lagi di club terus tiba-tiba ada di deket kampus mereka yang jauh dari apartemen.

"Jangan deket-deket sama Clinton lagi."

"Kenapa?"

"Karena dia masih suka sama lo."

"Ya, kalo dia masih suka sama gue kenapa?"

"Lo juga masih suka sama dia?"

"Nggak." balasnya cepat. "Sama sekali nggak."

Fajar diam beberapa detik sebelum tangannya narik tengkuk Rian dan mulai nyatuin bibir mereka. Lagi-lagi diiringin lumatan lembut yang bikin Rian hanyut di dalamnya.

"Jaga suara lo, oke? Ada adik gue."

Rian setuju.

Tangannya bergerak random. Dari mulai ngusap punggung Fajar sampai menjalar ke area depan sedikit nekan.

"KAKAK!"

Fajar ngejauh begitu suara Akbar ketangkep inderanya. Adiknya itu udah buka pintu dan tidur di ranjang yang sama kayak mereka. Tepat di samping Fajar.

"Kenapa?"

"Lampunya mati, gelap. Akbar kan takut."

Fajar sama Rian liat-liatan. "Gue juga takut gelap." cicit Rian.

"Yaudah, gue yang pindah ke sana."

"Gak mau, Akbar mau peluk Kakak."

Fajar ngedesah panjang. Tangan sebelah kanannya masih ada di bawah kepala Rian, sekarang yang sebelah kiri juga ikut jadi bantalan Akbar.

"Yaudah kita dempetan disini." Dia ngeratin pelukan ke keduanya. Enak juga, jadi berasa punya dua istri.

*

Fajar bangun sendirian di kamar, sedangkan Akbar sama Rian udah bangun gak tau kemana. Dia ngeregangin tangannya yang masih agak kebas karena semaleman di tindih dua orang.

Selesai cuci muka sama gosok giginya, dia jalan ke arah dapur. Nemuin Rian yang lagi buat sandwich kayak biasa sama Akbar yang lagi asik main hp. "Pagi, Dek." sapa Fajar sambil ngacak rambut Akbar sebelum beralih ke belakang Rian.

"Morning, Baby." kecupan singkat sampe di sudut bibir Rian karena masih fokus buat sarapan.

"Kakak gak ada yang kuliah kan? Jalan-jalan yuk!"

"Kemana?" tanya Fajar yang udah ambil tempat di depan Akbar.

"Main game! Atau ke lotte world? Akbar mau naik banyak wahana."

"Emang berani?"

"Berani lah, Akbar kemarin ke Lotte World bareng Kak Reza."

Rian yang naruh sarapan di meja sadar suasananya berubah jadi nggak enak begitu Akbar ngomong Reza.

"Sekalian belanja, Jar."

"Apa?"

Rian ngedengus. "Belanja, Sayang."

"Oke, nanti siangan."

"Sekarang udah siang, Kakak."

"Yaudah kalian rapi-rapi aja."

"Kalian? Gua juga?"

"Ya iya, masa Akbar sama bayangannya. Gak ada janji sama Clinton, kan?"

"Apa sih bahas Clinton terus?"

"Suka-suka gue lah."

"Tapi itu nyangkut gua."

"Lo cepet sensi tiap gua ngomong Clinton."

"Kalo gua ngomong Shakira juga lu sensi."

"Kapan?"

Akbar ngetukin garpu sama pisau ke piringnya keras. "Pada berisik ih." dumelnya sambil bawa makanan ke depan tv. "Pacaran gaya apa sih, pusing."

Tbc.

Arena (FAJRI)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora