Arena 19

1.5K 124 7
                                    

"Kok cepet banget sih takutnya?" tanya Anthony begitu sampai di kamar terus nutup pintunya. "Kalo jadi lo gue lama-lamain biar pelukan terus."

Rian ngedengus. "Udah baikan lo sama Jonatan?" Lebih milih nyuekin pertanyaan Anthony biar gak berkepanjangan. Dia udah punya yang panjang soalnya.

Ehehehehehe

"Udah dong, Jonatan gue cium juga sayang lagi."

"Najis, jablay." dumel Rian. "Emang lo ngapain sampe dia marah?"

"Chat sama Kento."

"Mantan lo itu?"

"Iya."

"Ngambek banget?"

"Dia denger namanya bisa nonjok orang kali." Anthony duduk di salah satu sofa di sana. "Luas kamarnya. Lo kalo ngeseks dimana aja?"

"Ny, lu bisa gak, gak usah ngomongin seks? Pusing gue dengernya."

"Laga lo. Tadi pasti habis begituan juga. Kecium tau baunya."

Rian melotot. "Masa sih? Udah gue ganti loh padahal."

"Tuh kan!"

"Si kampret. Bener masih kecium nggak? Kan malu kalo Praveen sampe nyium."

"Nggak."

Rian ngalihin pandangan ke pintu sebentar sebelum balik merhatiin Anthony. "Ny, gue tadi jujur sama Fajar. Dia juga jujur ke gue."

"Jujur lo doyan?"

"Gak lucu anjing." Rian gemes. "Pokoknya jujur kalo kita saling suka satu sama lain."

"Kapan?"

"Tadi abis ngeseks."

"Lo habis ngeseks? Kok cepet banget sih?"

Salah jawab Rian. "Bacot ah taik. Pendapat lo gimana, jablay?"

"Baguslah."

"Tapi dia punya cewek."

"Enak deketin yang udah punya cewek, ceweknya satu saingannya satu. Pepet terus selagi belum nikah. Gak bakal di julukin pelakor kok lu."

"Gue ngerasa bersalah."

"Kadang egois itu harus. Keluarin aja yang mau lu lakuin, jangan peduli orang lain." ucap Anthony. Pandangannya beralih lagi ke gorden gede di kamar. "Itu langsung pemandangan luar, Yan?"

"Iya, kenapa?"

"Sekali-kali ngeseks nempel di situ kayaknya seru."

"Bodo."

*

"Jar,-"

"Gua tau apa yang mau lo bahas, Kak."

Fajar nyela begitu Praveen buka suara waktu mereka baru aja keluar apartemen. Milih jalan kaki buat nyari makan, toh gak jauh dari tempat Fajar banyak restoran atau cafe 24 jam.

"Jangan main-main sama yang lo udah tau akhirnya."

"Gue belum mulai apa-apa, dari mana tau akhirnya?"

"Fajar!"

"Gua mau usaha Kak, buat kali ini. Kali ini aja gua bantah Umma."

"Gua gak yakin, Jar."

"Kak?"

Fajar berenti ngelangkah, bikin Praveen juga ikut berenti di sebelahnya. "Kenapa?"

"Lo dukung gua kan?"

.

"Baby, ayo makan." Fajar ngetuk pintu kamar yang bikin Rian sama Anthony liat-liatan.

"Yuk, Yan." Anthony udah berdiri, tapi Rian kayaknya masih hati-hati banget. Dia berhasil berdiri sih, tapi sambil ngeringis. "Mabok. Bdsm lo ya?"

Rian duduk lagi. Padahal tadi udah bisa jalan ke kamarnya, tapi sekarang malah sakit lagi.

"Yaudah, gue panggil Fajar."

"Bantu gue aja sih."

"Lo gak liat badan gue semungil apa? Di banting sama Jonatan aja patah tulang."

Anthony keluar dari kamar buat nemuin Fajar yang sekarang lagi buka makanan di sofa bareng temen-temennya. "Jar, selingkuhan lo gak bisa bangun tuh."

Fajar ngedecak sebelum pergi ke kamar. "Sakit lagi?" tanyanya sambil ngusap kepala Rian.

"Kalo gak sakit gue udah keluar."

Fajar ngegendong Rian ala bridal kayak tadi. Biar berasa penganten baru.

"Kamar mandi dulu, gue mau cuci tangan."

Fajar nurut.

Berasa Fajar yang babu sekarang.

"Yang, kok bukan yang sayap?" tanya Rian begitu makanan ada di depannya. Mereka sama-sama duduk di lantai, di bawah sofa sambil nonton tv bareng. Rian sih di alasin bantal kursi.

"Makan aja yang ada."

Rian cemberut. "Gelas gua mana, Yang?"

"Bareng sama gua."

"Minumnya? Tadi gua pesen jus deh."

"Gak gua beliin."

"Gua gak mau soda."

Fajar berdiri buat ngambil air putih di poci gede.

Temen-temen Fajar saling liat-liatan. Aneh liat Fajar kayak gini, gak biasanya.

Sementara Anthony ngangkat dua jempol buat Rian yang di bales kerutan bingung dahinya. "Kenapa?"

Anthony ngegeleng.

"Btw, siapa yang menang tadi?"

"Kita, Yan." saut Anthony.

"Terus taruhannya siapa?"

"Yeremia, adiknya Pita. Manis parah. Imut. Kayaknya gue gak bakal tega nyuruh-nyuruh."

Rian angguk-angguk sambil senyum lebar. Untungnya gak di kelompok Fajar. Kan gawat kalo manis-manis.

Eh.

Suara hp Anthony bikin yang lain ikut merhatiin dia. Habis ada aura-aura negatif dari sisi sebelah kanannya. "Di angkat gua banting hp lo."

Telepon dari Kento.

Duh, tegang deh.

"Lo makan burger aja? Ayam goreng?" tawar Fajar yang udah balik duduk di sampingnya walau dalam hati udah koprol kegirangan.

"Gue mau es krim aja nanti, yang kemarin masih ada kan?"

"Masih."

.

Lagi asik makan, ganti hp Fajar yang bunyi. Dia baru mau berdiri buat ngangkat panggilannya, tapi tangan Rian nahan pergerakannya. "Angkat aja sih."

"Ya, ini mau gua angkat."

"Kenapa harus ngejauh?"

"Ya, emang kenapa?"

"Terserah."

Fajar ngedengus. Ngangkat panggilan di depan semua orang di sana. "Halo?"

"Aku lagi makan, kamu?"

"Oke, nanti aku telepon kalo udah selesai."

Fajar ngelirik Rian sebelum jawab. "Love you too."

Beda ya rasanya. Ada nyes-nyesnya gitu. Padahal sebelumnya Rian bodo amat. Boro-boro dia sakit hati, peduli aja nggak.

Sekarang makan aja udah gak nafsu gara-gara denger satu kalimat itu doang. Pengen bunuh orang rasanya dia.

Fajar yang sadar perubahan Rian, nyuapin burger buat di lahap. "Sorry."

"Anjir gak tahan gua Fajar kayak gini dari tadi." Kenas ngacak-ngacak rambutnya frustasi. "Aneh banget, najis."

"Soft banget, kampret." saut Bayu yang dari tadi padahal gak mau buka suara saking takjub sama Fajar yang jadi bucin dadakan.

"Gua lupa bilang, orangtua lo minta lo pulang minggu depan, Yan." Anthony nyela, terus liat Rian, Fajar dan Clinton gantian. "Sama Clinton juga."

Tbc.

Arena (FAJRI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang