Arena 17

1.6K 127 0
                                    

Rian ngeluh sakit di area bokongnya setelah itu. Dan bener aja, bagian bawahnya berdarah. Jadilah Fajar sasaran kemarahan Rian, ngejambak rambutnya sampe nyakar badan Fajar yang gak di balut apapun. "Kalo ada piso, gua potong punya lo sekarang."

Itu kalimat Rian yang Fajar inget selama perjalanan ke apotek sampe balik lagi ke apartemennya. Untung sih Fajar gak malu buat tanya obat apa yang cocok buat pacar yang berdarah karena habis anal seks. Coba kalo dia pemalu kayak Clinton, lecet.

Fajar menang, kan?

"Kok lu pindah kesini?" tanyanya waktu masuk ke kamar Rian, karena cowok itu gak ada di kamar sebelumnya.

"Sakit banget di bawa jalan. Obatnya mana?"

Bukan jawab malah kalimat gak jelas yang keluar diiringin pertanyaan lain. "Sini gua olesin."

"Gak ada yang bentuk obat apa? Ntar kalo lu nafsu lagi gimana? Memar nih gua."

Bodo amat.

Masang tampang dinginnya, Fajar ngedeket ke arah Rian. "Gua yang buka atau lo buka sendiri?"

"I-iya, iya, gua buka."

Ya bener di buka, tapi di dalem selimut dan gak mau lepas selimutnya. Masa Fajar mau ngolesin selimutnya sih?

"Kaku banget lo kayak bh baru." katanya kesel. Kan udah sering liat, tapi kenapa Rian malah keliatan perawan mau di perkosa sih?

"Apaan sih, sini gua aja pake sendiri."

"Rian."

"Gua bisa, Sayang, sini mana salepnya."

"Rian!"

"Beneran gua bisa." Genggamannya di selimut makin kenceng.

"Rian Ardianto."

"Ya, oke!" Rian pasrah. Dia tengkurap sambil nutupin mukanya di bantal nahan malu.

"Nungging dong, ribet nih."

"Di bilang gua aja."

"Yan!" Rian yang baru mau balik badannya gagal. Suara Fajar bikin dia merinding lagi.

Kayak suara bisikan setan tiap dia ngeseks yang bikin tambah nafsu.

Iya, suara Fajar di kupingnya. Kan setan.

"Udah."

Ting tong!

"Lo ngundang temen lo?"

Fajar ngegeleng. "Nggak. Kan gua pulang duluan."

"Temen gua gak mungkin kesini. Males liat muka lo pasti."

Untung Fajar cuek. Kalo nggak udah di hajar lagi Rian yang masih nungging.

"Udah pake celana, bego, lu mau bikin gua nafsu lagi?"

Rian buru-buru nutupin badannya pake selimut terus senyum. "Adem. Pergi lo sana, gua mau begitu lagi."

"Kalo yang masuk gua sih gak apa-apa. Kalo yang lain?"

"Mudah-mudahan Clinton yang masuk."

"Sini gua lecetin lagi."

Ting tong!

"Ah, kampret."

"Jangan lupa masak ya, Yang. Pantat gua sakit banget."

Fajar ngedengus. "Pake celana!" setelah itu bener-bener keluar.

.

Bener aja, ternyata temen-temen Fajar yang dateng sama Anthony. Bilangnya sih khawatir karena Fajar pulang tiba-tiba tanpa pamit sama mereka. Hpnya juga gak di angkat tiap telepon.

Iyalah, dia sibuk sama rencananya.

"Rian juga tadi pulang duluan, udah sampe rumah, kan?" tanya Anthony, masih gelendotan manja di tangan Jonatan.

"Udah, lagi tiduran." jawabnya sambil berdiri buat ke dapur.

"Butuh bantuan?"

Fajar narik sebelah bibirnya sebelum ngangguk. "Boleh." dan Clinton ikut di belakangnya.

"Gak apa-apa tuh, Praveen?" tanya Jonatan khawatir.

"Gak tau, biarin dulu aja." walau jawab gitu, tapi Praveen tetep aja ngeliatin Fajar sama Clinton sampe hilang dari pandangannya.

"Rian belum tidur, kan? Udah makan?" tanya Clinton sambil ngeluarin gelas-gelas dari rak.

"Belum. Gue baru mau keluar beliin dia makan."

"Dia suka ayam goreng buat malem."

"Dia juga suka burger."

Clinton senyum kecil. "Rian tumbuh sama dua orang ayah, dia di bully dari kecil sampe orangtuanya mutusin buat pindah ke Jakarta."

Fajar diem.

Oke, dia gak tau fakta ini.

"Lo pasti tau dia gak suka gelap." lanjut Clinton. "Itu karena dari kecil orang-orang suka ngunciin dia di toilet dan gudang sekolah yang gelap."

Brak!

Fajar naruh botol minumannya keras. "Lo mau sombong sekarang?" dengusnya.

"Nggak, cuman mau mastiin aja." jawab Clinton kalem.

"Apa?"

"Gua lebih tau dibanding lo."

"Terus kenapa?"

"Jadi, gue kan harusnya yang lebih cocok buat dia?"

"Gak tau diri." Fajar ngedecih. "Lo udah di tolak mentah-mentah sama Rian, tapi masih berani bilang gini ke gua?"

"Kaku banget, anjing." Clinton ketawa setelahnya. "Siapa yang di tolak? Gua nanya doang ada hubungan apa sama lo."

Fajar duduk di kursi makan, netralin nafasnya yang tadi sempet emosi. "Lo masih suka kan sama dia?"

"Iya, masih." saut Clinton. "Tapi dia nggak."

"Lo marah sama gua?"

Clinton ngedesah keras sebelum fokus ke Fajar yang merhatiin dia daritadi. "Marah. Baget. Lo gak tau apa-apa tentang Rian, tapi sekarang lo ngambil alih dia dari gua." jelasnya. "Jujur gua masih gak rela ngelepas Rian sama lo,-"

"SAYANG!!!"

Suara Rian ngegema di seluruh sudut ruangan. Fajar lari ke kamar Rian, sementara Clinton ngelengos dengan alis keangkat satu dan sedikit smirk. "Bucin."

Tbc.

Arena (FAJRI)Where stories live. Discover now