Chapter 10

71.7K 6.1K 66
                                    

Suara bising kendaraan saling bersaut-sautan memenuhi jalanan, berbagai macam kendaraan berseliweran berjalan sesuai dengan tempatnya. Sebuah bus trans berhenti di salah satu halte dekat gedung perkantoran. Pria dan wanita berpakaian rapi turun dari bus dan langsung berjalan menuju gedung-gedung perkantoran itu, salah satunya ialah Letta. Ia langsung berjalan menuju tempatnya bekerja, seperti pagi-pagi yang lalu tak ada yang berani menatapnya langsung. Cuek dengan keadaan sekitar sudah menjadi ciri khas Letta, wajah terangkat terkesan angkuh dan sombong, jadi tak sedikit pula orang-orang yang tak menyukainya bahkan terkesan membencinya. Kembali ke awal, dia sama sekali tak peduli.

"Selamat pagi, Pak." Letta menundukkan kepalanya singkat saat menyapa pria yang duduk di kursi pemimpin dihadapannya itu.

"Ya, pagi." Alan membalasnya acuh. "Jadwal saya hari ini?" lanjut Alan.

"Jam 10 Anda ada jadwal untuk survei lokasi secara langsung," jawab Letta sembari memberikan map berisi jadwal-jadwal Alan hari ini.

Alan mengangguk mengerti, sedikit malas sebenarnya jika ia harus datang ke lokasi langsung. Ya, Alan sudah yakin jika ia akan panas-panas'an yang nantinya membuat kulitnya memerah.

"Saya permisi," gumam Letta beranjak pergi.

"Tunggu ... emm, minta seseorang untuk membenarkan atap rumah mu." Letta menghentikan langkahnya, mengernyitkan dahinya heran. Apakah bosnya ini tengah memberikan ia perhatian?

"Jangan pikir saya tengah memberikanmu perhatian, saya hanya merasa prihatin saja dengan rumahmu itu," lanjut Alan cepat-cepat.

Alan memalingkan wajahnya, entah mengapa wajahnya terasa panas dan suasana yang ia rasakan sungguh tak enak.

Sekertarisnya itu, mendengus kesal mendengarnya. Tanpa perlu berlama-lama lagi, Letta langsung berjalan keluar. Alan kini sendiri di dalam ruang besar itu, rasa panas yang tadi menjalar diwajahnya kian menghilang saat Letta keluar dari ruangnya itu.

"Ahh, ada apa denganku," gumam Alan mengusap wajahnya kasar.

***

Aneh, satu kata yang pasti keluar dari pikiran orang-orang yang melihat Alan saat ini. Bahkan Letta yang berdiri disampingnya pun merasa demikian, jangan lupakan rasa malu yang ia tanggung akibat bosnya itu.

Long Coat, sepatu boot, topi koboi, sarung tangan karet, kacamata hitam, dan masker melekat sempurna ditubuh pria muda yang kini menjabat sebagai CEO. Oh, jangan lupakan payung merah yang Alan bawa. Entah mereka yang tak tahu style atau mungkin Alan baru saja menciptakan style baru. Entahlah, yang jelas kini Letta berusaha mati-matian menahan malu dan juga tawa, tak hanya Letta sebenarnya tetapi juga para bawahan Alan yang ikut menemani Alan mengecek lokasi.

"Ah, kapan selesainya? Kenapa panas sekali?!" gerutu Alan yang kini mengeluarkan kipas mini dari saku jasnya.

"Bagaiman, Mr? Apakah menurut Mr. Ada yang kurang?" tanya seorang pria yang sepertinya penanggung jawab proyek kali ini.

"Ah, tidak. Sudah cukup," jawab Alan tanpa berpikir lagi. Setelahnya ia langsung meninggalkan lokasi.

****

Letta POV

"Ah, tidak. Sudah cukup."

Serius?! Apakah dia bercanda? Bagaimana bisa dia dengan gampangnya berbicara tanpa berpikir lagi. Kenapa dia begitu mudahnya  memutuskan. Oh, mau jadi apa proyek kali ini.

"Maaf, Pak. Tapi Anda belum melihat bagian proyek dengan keseluruhan. Ba ...."

"Sudahlah saya sudah tak tahan jika harus berlama-lama di sini," potongannya. "Toh, ada penanggung jawabnya," lanjutnya berjalan menjauh.

Sepertinya aku harus menghapus pemikiran ku sebelumnya bahwa pria bodoh itu telah sedikit berubah, nyatanya dia masih saja sama. Tak ada yang berubah darinya sama sekali.

Setelahnya aku menyusul pria bodoh itu, atribut aneh yang ia pakai entah hilang ke mana sekarang. Pakaiannya kembali normal.

"Kembali ke kantor," ujarku menginstruksi sopir.

Sepanjang perjalanan kami sama sekali tak terlibat pembicaraan, hingga deringan ponsel mengalihkan atensi ku dari jalanan.

Sebuah nama yang sudah lama tak ku lihat tertera jelas di layar ponsel. Awalnya hanya aku biarkan, tetapi sepertinya deringan ponselku mengganggu Alan, hingga dia mendesis.

"Bisakah kau angkat saja?! Kamu mengganggu saya!" serunya kesal, sembari menunjukan ponselnya bahwa ia kalah dalam game yang ia mainkan tadi.

Dasar mengesalkan.

"Halo." Jantungku serasa berhenti berdetak beberapa saat. Sudah lama aku tak mendengar suara itu.

"Ya?" balas ku.

"Bisakah kau datang ke rumah?" Aku yakin aku tengah sadar tak lagi bermimpi, tetapi kalimat yang ku dengar sungguh membuatku merasa bermimpi. Seakan tak mungkin jika wanita tua itu menginginkan ku datang kerumahnya.

"Saya sibuk," putusku yang ingin segera menghentikan obrolan.

"Tolong luangkan waktumu sebentar, Oma ingin bertemu."

"Maaf saya sibuk." Dan akhirnya sambungan telepon terputus olehku.

Helaan napas panjang keluar dari hidungku, katakan aku tak sopan karena berbicara ketus dengan orang yang lebih tua dariku. Ya, tapi sungguh aku benar-benar tak ingin terlibat pembicaraan dengan wanita yang menyebut dirinya 'oma' tadi.

"Apakah, kau akan tetap di dalam dan membiarkan pekerjaanmu terbengkalai begitu saja di dalam sana?" Suara menyebalkan itu menyadarkanku dari lamunan yang mengambang.

Alan, dia tengah menatapku dengan tatapan mengenalkannya itu.

Kulihat sekeliling dan ternyata kami telah sampai di gedung perusahaan. Selama itukah aku melamun?

Ah, seterahlah. Aku harus segera mengikuti bos ku itu ke dalam kantor.

"Permisi?"

Aku menatap datar wanita yang tiba-tiba datang menghadang jalanku. Semoga dia cepat-cepat pergi, sungguh aku sedang malas berinteraksi dengan orang saat ini.

"Emm ... apa benar ...." 

'Cepatlahlah kau menyia-nyiakan waktuku,' batinku.

"Apa be-benar, bos ...." Wanita itu kembali berbicara dengan malu-malu dan dengan suara terputus-putus. Sangat menjengkelkan.

"Kau salah mencari orang untuk menyia-nyiakan waktu, nona. Cari orang lain saja untuk mendengar pernyataan atau pertanyaan mu itu." Keluar sudah unek-unek ku.

Segera ku tinggalkan wanita itu di depan kantor, sepertinya dia bukan karyawan dari divisi manapun. Wajahnya terlalu asing untuk ukuran karyawan di sini. Apakah karyawan baru? Sepertinya tidak. Perusahaan belum mencari karyawan baru. Lalu siapa dia?

Tadi dia menyebut 'bos', apakah dia mencari pria bodoh itu?

Ah, sudahlah kenapa aku malah memikirkannya.

"Kenapa kau lama sekali?!" Tak bisakah dia menyambut ku dengan sedikit lembut?

Berharap apa kau Letta?

Tak ku hiraukan ucapannya lagi, segera ku menekan tombol lift yang akan membawa kami menuju lantai di mana ruangannya berada.

Sekretaris Galak #APproject *Tamat*Where stories live. Discover now