7. Datang dan Datang Lagi

11.2K 1.8K 716
                                    

Bagian Delapan

Ada yang selalu mengusik, sekalipun aku tidak pernah berusaha untuk mengusiknya ... masa lalu—Oriza Sativia.

Beberapa harapan yang kita buat sengaja Tuhan patahkan, bukan tanpa sebab, semua itu dilakukan agar kita berhenti untuk terus memaksakanGeofani Sandaya

-Happy Medium-

"Mbak Riza, ada tamu buat mbak di lobby depan."

Riza yang sedari tadi menatap layar computer, sedang merekap beberapa data mengenai pasokan ikan di darah Jakarta menjadi terganggu. Ia segera menoleh ke arah perempuan yang masuk ke ruangannya.

"Siapa?"

Hanum—junior Riza di kantor Kementrian Kelautan menggelengkan kepala, "Nggak tahu Mbak. Tapi kayak artis Korea gitu loh Mbak penampilannya, cakep banget, suer!" seru Hanum agak heboh. Perempuan itu bahkan menggeleng-geleng takjub. "Pokoknya ganteng banget Mbak. Siapa tuh Mbak kenalin sama Hanum dong, Mbak?"

Kontan, Riza mengernyit. Dia tidak punya kenalan ganteng kayak artis Korea seperti yang Hanum katakan. Riza bukan tipe perempuan yang punya banyak kenalan teman pria sana-sini, hitungan sahabatnya pun bisa pakai jari. Dan untuk teman ganteng... setahu Riza, selain Bastian—mantan suami Alia yang memang punya penampilan cakep. Riza tidak punya stock lelaki ganteng di sekitar hidupnya. Tapi mana mungkin kan, Bastian menemuinya, bahkan ini sudah bertahun-tahun lamanya mereka tidak bertemu.

Jadi rasanya, tidak mungkin Bastian.

Mas Bian juga tampaknya mustahil, karena lelaki itu jelas tidak akan pernah berani mencari Riza hingga ke kantor.

Jadi siapa lelaki ganteng itu?

"Mbak nggak ngerasa punya janji, Num," jawab Riza setelah berpikir cukup lama.

Hanum menatapku aneh, "Coba deh Mbak temuin dulu. Soalnya Mas-nya kayak kenal dekat gitu sama Mbak, nama lengkap sampai jabatan Mbak di kantor juga dia tahu."

Lelaki lain yang tahu mengenai dirinya sebanyak ini selain Bian adalah Borne—adiknya yang berkuliah di Yogyakarta. Seingat Riza, sekarang Borne sedang sibuk-sibuknya skripsi, kenapa adiknya itu bisa balik ke Jakarta sekarang?

Akhirnya, karena malas berpikir lebih banyak, Riza memilih untuk pergi ke lobby depan menemui Borne. Ia sama sekali tidak paham mengapa Borne balik ke Jakarta.

Namun langkah Riza seketika berhenti tepat ketika dia melihat lelaki yang sedang duduk bersandar pada sofa, lelaki yang beberapa hari ini selalu bertemu dengannya. Sempat, Riza celingak-celinguk berusaha mencari Borne.

"Eh, Riza!" Tanpa malu, lelaki itu berdiri dan berjalan mendekat ke arah Riza yang memandangnya dengan tatapan bingung. "Eh salah, maksud gue Mbak Riza."Saat mengatakan kalimat itu, lelaki tersebut mendadak cengar-cengir meledek.

"Lo yang dibilang Hanum tamu gue?" Riza tidak ingin bersikap ramah, sehingga ia langsung to the point.

Bukannya menjawab, lelaki itu malah mengulurkan tangan untuk berjabat dengan Riza.

"Pernah dengar nggak pepatah orang lama Mbak, kalau lebih dari tiga kali ketemu nggak sengaja. Itu tandanya jodoh. Ya siapa tahu, Mbak ternyata berjodoh dengan gue."

Riza tidak tahu harus berekspresi apa selain memandang lelaki itu sebelah alis terangkat.

Tanpa canggung, lelaki itu menarik tangan Riza untuk membalas jabat tangannya.

"Geofani Sandaya, dua puluh tujuh tahun, single," kenal lelaki itu kepada Riza.

Dengan gerakan cepat, Riza menarik tangannya.

Happy MediumWhere stories live. Discover now