10. Anak Angkat

904 150 12
                                    

Johnny menyesap kopinya dan Taeyong memakan kue yang dibelikan Johnny tadi. Ya, itu kue. Hanya saja, karena Jeno yang membawa plastiknya, bentuknya sedikit acak-acakan. Tapi masih enak. Jadi Taeyong tetap memakannya. Masih lama dari waktu anak-anak bangun dari tidur siangnya.

Hening menyelimuti mereka. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Hanya hening. Sunyi, dan senyap. Terkadang, bunyi dentingan garpu yang beradu dengan piring terdengar. Namun selain itu, tidak ada. Betul-betul tidak ada. Sampai ponsel milik Taeyong bordering, jadi Taeyong mengangkatnya dengan segera.

"Di sini Lee Taeyong." Wajahnya berubah menjadi serius, alisnya bertaut. "Betul, papanya sedang ada di sini." Wajahnya berubah lagi, kali ini justru terlihat khawatir. "Jaehyun melakukan hal yang begitu? Kalau begitu papanya yang akan ke sana...." Setelah menutup telepon, Taeyong melihat ke arah Johnny. "Tadi itu wali kelas Jaehyun—"

"Jaehyun kenapa?"

"Berantem. Jaehyun bilang ke wali kelasnya kalo kamu lagi di sini. Dia sendiri yang mau kamu yang ke sekolah. Kamu ke sekolah ya?"

Johnny menghela napasnya. Dia bangun dari duduknya dan segera pergi. Sebelum pergi, Johnny meninggalkan beberapa kata untuk Taeyong, "Jaehyun anak baik, dia enggak mungkin berantem tanpa alasan." Setelah itu Johnny benar-benar pergi. Dia berpikir pasti akan menjadi hal yang serius kalau sampai orang tua dipanggil. Apalagi, belum waktunya untuk pulang sekolah.

Kaki-kakinya yang panjang itu melangkah dengan cepat di halaman sekolah, memasuki gedung dengan wajahnya yang hampir tidak menunjukkan ekspresi. Itu pun, karena menutupi rasa malunya sendiri yang sempat tersesat di jalan. Johnny menarik napasnya dalam-dalam sebelum memasuki ruang guru, di mana anaknya ditahan. Dia mengetuk pelan sampai pintu itu dibukakan.

Hal pertama yang Johnny lihat adalah Jaehyun yang duduk dengan wajah marah, serta Jungwoo yang menempel di sebelah Jaehyun. Taeyong tidak menyebutkan apa pun tentang Jungwoo, jadi Johnny tidak tahu di sebelah mana masalah ini berhubungan juga dengan Jungwoo. Tapi di ruangan itu, juga ada anak lain yang juga duduk bersama ibunya, menunduk dalam-dalam begitu Johnny menatap mereka.

Dibanding bicara dengan guru, Johnny langsung berlutut di depan Jaehyun. Membuat Jaehyun mau tidak mau melihat Johnny tepat di mata. "Jae, tell me what did you do." Lalu Johnny juga menatap Jungwoo. "Woo, is there something bad happed?" tanyanya.

"Jae Hyung did something good for me, he said that." Jungwoo menggeleng dan tersenyum lebar pada Johnny. Tapi apa yang dikatakan Jungwoo tidak sinkron dengan wajah yang ditunjukkan Jaehyun. Johnny juga belum mendapat jawaban dari Jaehyun.

Tangan Jaehyun terangkat, dia menunjuk temannya yang duduk sambil menunduk. "Dia bilang muka Jaehyun sama Jungwoo enggak mirip. Dia bilang Jungwoo bukan adeknya Jaehyun. Dia bilang...." Jaehyun menjeda kalimatnya, tangannya gemetar dan air mata berkumpul di pelupuk matanya yang perlahan memerah. "Dia bilang salah satu dari Jaehyun atau Jungwoo pasti anak angkat. Dia ngomong kayak gitu buat ngatain Jaehyun sama Jungwoo. Karena muka Jaehyun sama Jungwoo beda. Padahal Jaehyun sama Jungwoo emang anak angkat. Bener kan Pa? Jaehyun masih inget waktu Papa bawa Jaehyun ke Hyung. Terus Papa bawa Jungwoo buat jadi adeknya Jaehyun. Kenapa ada orang kayak gitu, Pa? Emang salah kalo Jaehyun jadi anak angkat Papa? Salah kalo Jungwoo juga bukan adek kandung Jaehyun? Salah ya kalo Jaehyun jadi anaknya Papa? Jaehyun pukul dia soalnya dia jahat sama Jaehyun, jahat sama Jungwoo. Jaehyun salah ya Pa? Jaehyun—"

Johnny mengusap air mata yang mengalir di wajah Jaehyun. Dia memeluk anak sulungnya itu erat, menepuk-nepuk punggung Jaehyun dengan pelan, lalu mengelusnya. Sambil memeluk anaknya itu, Johnny menoleh untuk menghadapkan wajahnya pada orang tua yang juga berada di sana. "Saya mohon maaf atas kelakuan anak saya yang dengan sengaja memukul anak Ibu. Saya memvalidasi kekecewaannya, tapi saya tidak memvalidasi kekerasan yang dilakukannya. Saya percaya Jaehyun melakukan hal itu karena harga dirinya terluka. Jadi, atas nama anak saya, saya mohon maaf." Setelah berkata demikian, Johnny melepaskan pelukannya dan menatap wajah Jaehyun yang menunduk menyembunyikan mata berairnya. "You're right. He was rude, and there is nothing wrong with being adopted. Adopted or not, you are my children. Tapi, memukul bukan tindakan yang baik. Nanti kita omongin lagi sama Hyung di rumah."

"Iya, Pa."

Johnny berdiri, berbicara sesuatu dengan wali kelas Jaehyun dan Jungwoo. Dia meminta izin untuk membawa anak-anaknya pulang. Tapi sebelum Johnny membawa anak-anaknya. Orang tua yang juga ada di situ berdiri untuk menghadap Johnny. "Maaf Pak, saya tahu anak saya kasar dan bicara tidak pantas. Seharusnya saya dan anak saya yang meminta maaf, bukan Bapak dan anak Bapak. Saya—"

"Bukan masalah. Tapi mohon untuk diajarkan kepada anak-anak, baik anak Anda ataupun murid lain di sekolah ini kalau urusan keluarga seseorang bukan untuk diurusi orang lain. Contohnya seperti ini, kejadian ini. Guru-guru juga sudah tahu anak-anak sejak pendaftaran. Anak-anak saya, semuanya diadopsi dan mereka menyadari hal itu bahwa kami tidak memiliki hubungan darah. Meskipun begitu, keluarga atau bukan tidak dapat diputuskan hanya dengan hubungan darah. Jaehyun, Jungwoo, dan adik-adik mereka adalah anak saya tidak peduli apa pun. Saya tidak mempermasalahkan ini sama sekali, anak itu masih kecil dan masih bisa dididik dengan baik. Sekarang, giliran saya mendidik anak saya untuk tidak asal memukul orang. Saya pamit, permisi." Johnny pergi dengan menggandeng tangan Jungwoo dan Jaehyun mengikuti di belakangnya.

Mereka tidak banyak bicara dalam mobil. Jaehyun masih menunduk, sementaa Jungwoo belum begitu mengerti apa yang terjadi. Jungwoo menggenggam tangan Jaehyun. Melihati wajah kakaknya yang murung, Jungwoo pun berkata, "Jae Hyung. Liat Jungwoo."

Jaehyun menoleh, dia mendapati adiknya menunjukkan senyumnya yang menggemaskan. "Makasih ya, Jungwoo," ucapnya, kemudian dia mengusak kepala Jungwoo dengan lembut.

"Hyung, senyum kayak Jungwoo juga dong. Hehet," katanya.

"He-hehet??" Jaehyun tidak habis pikir apa yang ada di kepala Jungwoo. Tapi berkat itu, perasaannya lebih ringan dan dia bisa tersenyum dengan lebar. Meskipun itu tidak sama dengan Jungwoo.

Jungwoo masih tersenyum ketika kemudian dia berkata, "Jae Hyung, makasih ya udah mau jadi kakaknya Jungwoo. Jae Hyung baik sama Jungwoo. Jungwoo sayang sama Jae Hyung, sama kayak Jungwoo sayang Taeyong Hyung, sayang Papa Bear juga, sayang Uncle Kim, sayang Jeno, sayang Jaemin, sayang Haechan, sayang Jisung, sekarang juga tambah sayang sama Mark. Hehe. Hehehe." Senyuman Jungwoo semakin lebar terkembang.

Mendengar hal yang menyenangkan itu terlepas dari mulut Jungwoo, Johnny tersenyum kecil. Hatinya terketuk. Seperti itulah yang dia tahu, bahwa Taeyong mendidik anak-anak penuh kasih sayang sehingga mereka bisa bertindak dan berbicara seperti itu. Mungkin juga menjadi alasan lain mengapa dia jatuh cinta pada Taeyong.

"Jungwoo juga, makasih udah mau jadi adeknya Jaehyun." Jaehyun tak henti-hentinya memberikan usakan di kepala Jungwoo. Itu caranya mengungkapkan rasa sayangnya. "Jaehyun sayang Jungwoo, sayang sama adek-adek yang lain, sayang Papa, Hyung, sama Uncle Kim juga. Jaehyun juga enggak bakal biarin ada yang jahat sama Jungwoo, sama adek-adek yang lain juga."

Hening menyelimuti mereka setelah dialog-dialog yang panjang. Johnny tersenyum, pun Jaehyun dan Jungwoo. Kedua anak itu masih menggenggam tangan satu sama lain. Jaehyun mengeraskan hatinya, bahwa tidak ada yang boleh menyakiti keluarga. Bahwa benar apa kata Johnny, keluarga—terutama keluarga mereka—bukan hanya sekedar hubungan darah.

WOUND | JohnyongWhere stories live. Discover now