12. Jeno dan Jaemin

901 144 10
                                    

Jeno mengintip dari belakang panggung, tangannya menggenggam tangan Jaemin dengan erat seolah enggan melepaskannya. Matanya sibuk mencari di tengah-tengah tubuh besar orang dewasa. Harusnya, papanya terlihat karena tubuh papanya tinggi dan besar. Harusnya, papanya mudah ditemukan. Tapi Jeno belum melihatnya, sementara Jaemin menggenggam tangan Jeno semakin erat—hampir menyakitkan.

"Jeno, Papa dateng kan?" tanya Jaemin pelan.

Kepala Jeno menoleh, melihat pipi Jaemin yang kemerahan karena riasan dan rasa gugupnya. Bukan karena mereka akan naik panggung, tapi karena takut tidak ada papanya di sana. "Sebentar ya, Jeno lagi liat." Jeno kembali mengintip, mencari sosok papanya. Kemudian dia menoleh lagi dengan senyuman lebar dan mata bulan sabitnya sambil berkata, "Papa dateng kok. Sama Hyung juga. Ada Haechan, Jisung, sama Mark Hyung juga."

Pipi yang sudah merah itu bertambah merah lagi, kali ini karena senang. Jaemin senang, sama senangnya dengan Jeno karena mengetahui papanya datang. Menghapus luka yang lalu dengan kegembiraan yang sekarang mereka genggam. "Kalo Jae Hyung sama Woo Hyung enggak sekolah, pasti ikut ya?"

"Papa bawa kamera," kata Jeno, "nanti kasih liat Jae Hyung sama Woo Hyung ya fotonya."

"Iya!"

Jeno dan Jaemin naik panggung bersama sambil bergandengan tangan seolah enggan terpisah dari satu sama lain. Senyuman merekah di wajah mereka, enggan untuk luntur. Sementara di sana, mereka dapat melihat papa mereka melambai dengan senyuman yang lebar dan sebuah kamera di tangan, dan hyung kesayangan mereka yang melihat dengan penuh kasih sayang di pandangannya. Hari ini boleh jadi hari terbaik yang pernah Jeno dan Jaemin lalui.

Lensa kamera menyorot kembar tapi tak seiras itu. Sebuah senyuman tersungging, dia bangga. "Aku baru tahu anak-anak suka nyanyi," katanya. "Tae, kamu suka ngajakin mereka nyanyi?" tanyanya kemudian. Itu Johnny, yang dengan bangga memotret anak-anaknya berkali-kali.

Sementara Taeyong, yang ditanya, menggeleng dengan halus. "Jaehyun," jawabnya, "dia suka nyanyi terus adik-adiknya jadi ikutan." Taeyong tersenyum dan di dalam senyuman itu memiliki banyak arti. Dia melihat sekelilingnya, memastikana anak-anak tidak berpencar, terutama Mark dan Haechan, karena Jisung sudah duduk dengan tenang di atas stroller.

"Mark," panggil Johnny pelan. Mark mendongak untuk melihat wajah Johnny dan Johnny kemudian berkata, "Hold Haechan's hand, don't let him go, okay?"

"Okay."

"Good boy."

Mark mengambil tangan Haechan dan menggenggamnya. Haechan melihat wajah Mark dan membalas genggaman tangan itu. "I won't let you go," kata Mark. Meskipun Haechan tidak mengerti, tapi dia mengangguk mendengar itu. Dia tahu kalau tempatnya sekarang ini bukan tempat untuk bermain-main seenaknya sendiri.

"They get along really well," kata Johnny, "dan enggak rewel di tempat lain." Johnny berhenti, dia mendekatkan wajahnya ke telinga Taeyong dan berbisik, "Aku enggak salah milih kamu."

Taeyong tidak membalas sama sekali, dia mengalihkan pandangannya supaya tidak melihat wajah Johnny. Sementara Johnny kembali sibuk dengan kameranya, memotret Jeno dan Jaemin yang berdiri di atas panggung.

Jeno dan Jaemin masih tersenyum lebar begitu turun dari panggung, tangan mereka masih bergandengan satu sama lain. Mereka belum mengganti kostum panggung mereka. Kembali mengintip dari belakang panggung, Jeno masih ingin melihat apakah papanya masih di sana. Namun matanya justru menangkap kalau papanya pergi ke luar ruangan, entah apa yang akan dilakukannya.

"Apa apa No?" tanya Jaemin, dia ingin ikut mengintip namun genggaman tangan Jeno semakin menyakitkan dan itu menghentikannya. "Jeno, tangan Jaemin sakit...." Tepat setelah berkata demikian, Jeno melepaskan genggaman tangan mereka. "Ada apa?" tanya Jaemin sekali lagi.

"Papa pergi ke luar," jawab Jeno, "tapi Jeno enggak tahu Papa mau ngapain."


-o-


"Not now." Johnny berkata tegas di telepon. "I told you I'll comeback after all this thing done. Sekali lagi, satu event lagi, dan setelah itu semuanya selesai. Saya kembali. Paham, Doyoung?"

Doyoung, yang berada di seberang sana terkesiap. Dia menenggakkan punggungnya. Johnny tidak terdengar sesantai sebelumnya. Bahkan meskipun Johnny tidak berada di depannya, Doyoung tetep membentuk sikap duduk yang sempurna. Dia masih menunggu kalimat Johnny selanjutnya. Mungkin, akan menjadi perintah.

"Doyoung, minggu depan ke sini. Habis itu kita pergi ke Jepang untuk bertemu dengan Nakamoto-san lagi. Setelah itu, kita kembali ke New York dan semuanya akan berjalan seperti biasa."

"Sir—"

"I'll bring Mark and Haechan with me."

Doyoung kehabisan kata-katanya, bahkan tidak dapat keluar untuk sekedar membantah dan Johnny menutup teleponnya tepat setelah berkata demikian. Johnny menyimpan ponselnya kembali di kantong dan masuk kembali ke dalam untuk menemukan Taeyong dan anak-anaknya yang masih menonton pertunjukan lainnya.

"Udah selesai?" tanya Taeyong tepat setelah Johnny kembali. "Tadi kata gurunya, orang tua boleh masuk ke backstage kalo mau foto. Kamu coba ke sana, kamu jarang punya foto sama anak-anak. Tapi masuknya gantian ya." Taeyong menjelaskan semuanya dan Johnny mengangguk kemudian berjalan mengikuti arah yang Taeyong tunjuk.

Johnny memasuki backstage dan menemukan kedua anaknya yang saling bercanda satu sama lain, saling mengisi. Dia menunggu sampai anak-anaknya itu menyadari kehadirannya dan melambaikan tangannya.

"PAPA!" Jeno dan Jaemin berteriak bersamaan begitu menyadari kehadiran Johnny dan langsung berlari ke arah Johnny. Johnny berjongkok untuk menangkap keduanya dan memeluk keduanya bersamaan, lalu mengangkat mereka berdua dan memutarnya seolah tubuh kedua anaknya itu tidak memiliki berat.

Johnny tersenyum lebar, mengecup pipi Jeno dan Jaemin bergantian. "Anak-anak Papa hebat," ujarnya. Hari ini perasaan yang mendominasi di dalam rongga dadanya adalah kebahagiaan. Kebahagiaan yang dia sendiri jarang rasakan. Rasa bahagia itu bercampur dengan bangga yang meninggi berkat anak-anaknya. Mungkin, berkat Taeyong juga.

"Lagi, lagi!" ujar Jeno sambil tertawa geli begitu Johnny selesai mengecup kedua pipinya.

Jaemin yang tidak mau kalah juga mengucapkan hal yang sama, "Papa, lagi, lagi!"

Johnny sendiri juga tidak dapat menolak permintaan anaknya itu. Lagipula, dia jarang menghabiskan waktu dengan anak-anaknya. Jadi, sedikit seperti ini sama sekali tidak masalah. "Turun dulu, kita foto ya. Papa mau foto Jeno sama Jaemin," kata Johnny sambil menurunkan Jeno dan Jaemin dari gendongannya. Johnny mengambil beberapa foto Jeno dan Jaemin dengan kameranya. Tapi selain itu, dia meminta tolong pada seorang guru untuk memfoto mereka bersama.

"Papa...." Jaemin memanggil Johnny dengan suara yang lembut sambil memeluk perut Johnny. "Hari ini Jaemin seneng banget," katanya, "soalnya ada Papa." Alasan yang dibuat Jaemin sangat sederhanya. Pun sebenarnya, tidak perlu alasan yang rumit untuk menemukan kebahagiaan, dan kesenangan milik Jaemin hari ini hanyalah keberadaan Johnny bersama mereka.

Jeno ikut memeluk perut Johnny seperti Jaemin di sisi lainnya. Dia tersenyum lebar dan matanya kembali membentuk bulan sabit yang cantik. "Kalo Jaemin seneng, Jeno juga seneng," kata Jeno. Dia tidak mengada-ada dan Johnny dapat memastikan hal itu. "Papa di sini aja terus, biar Jaemin seneng, kan Jeno juga ikut seneng."

Kedua tangan besar itu diletakkan di atas kepala Jeno dan Jaemin, mengusak keduanya dengan lembut tanpa sepatah kata pun. Johnny tersenyum simpul, masih belum tahu bagaimana menanggapi ujaran kebahagiaan kedua anaknya. Seandainya dia bisa mengatakannya secara langsung tanpa menyakiti hati anak-anaknya.

Dengan keduanya seperti itu dan Taeyong yang akan menatapnya dengan matanya yang besar, Johnny mungkin akan kesulitan untuk kembali ke hari-harinya yang biasa.

WOUND | JohnyongWhere stories live. Discover now