#04 ~ [ Dia dan Tangisannya ]

8.7K 1K 10
                                    

***

Jangan kau kira hidup itu hanya sekadar berjalan lurus tanpa ada tanjakan atau belokan yang menyertai.

🌾🌾🌾

Sakha terdiam merenungi apa yang ia lakukan saat ini. Seharusnya ia tidak bersikap seperti ini. Sama saja dirinya memberikan jalan setan mengelabuinya. Namun, Sakha juga tak bisa diam saja saat melihat seorang gadis terisak sendirian di malam hari.

Entah mengapa sejak pertemuan tak disengaja itu, Sakha jadi ingin mengetahui apa yang menjadi alasan gadis itu terus menangis. Sakha tak suka melihat perempuan menangis. Apalagi bundanya, perempuan yang sudah berjuang mati-matian melahirkannya.

"Ngapain lo, bro?" ujar Bana mengagetkan Sakha.

"Nggak."

Bana mencibir mendengarnya. "Malam-malam begini jangan melamun!" peringat Bana.

Sakha tak menjawabnya. Ia hanya mengedikkan bahunya acuh. "Besok gue pulang."

"Lho, lo belum ada seminggu di sini. Masa main pulang saja!"

"Tugas sudah selesai kan?" ujar Sakha malah bertanya

Bana mengangguk ogah-ogahan. "Gue kesepian. Nyokap bokap gue belum pulang. Ayolah, tunggu seminggu lagi."

Sakha langsung mendelik. "Gue sudah ditanya terus sama Bunda!"

"Kha, begitu amat lo sama gue."

"Iya-iya. Tapi tiga hari. Nggak ada nego!"

Bana langsung tersenyum lebar. "Nah gitu dong. Baru sohib gue," katanya merangkul Sakha dari samping.

Namun Sakha langsung menyingkir segera, hingga membuat Bana hampir terjatuh. Bana mencibir kesal. Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Yang ada Sakha membatalkan niatnya untuk menginap di sini lebih lama.

"Gue keluar bentar," ujar Sakha langsung pergi begitu saja.

"Mau ke mana?"

Sayangnya Sakha sudah menutup pintu kamar. Bana hanya bisa mencibir untuk kesekian kalinya. Biarlah. Bana sedang malas keluar rumah.

Di sisi lain, Sakha justru memandang rumah bercat abu-abu di depan rumah Bana. Ia seperti memperhatikan sesuatu di sana.

"Mengapa dia di sana malam-malam?" pikir Sakha bergumam.

Sakha fokus menatap gadis itu. Bola matanya seolah tak henti melihat gerak gerik gadis berhijab itu.

Sakha bergeming ketika akhirnya ia melihat gadis bernama Ayesha itu menangis. Menahan isak tangis yang lama-lama justru semakin mengeras. Sakha tak suka itu. Entah mengapa ia membenci perempuan menangis. Sama saja perempuan itu membuktikan bahwa dirinya memang lemah. Atau mungkin, sudah tak kuat lagi menahan beban ujian hidup?

Memikirkannya membuat Sakha ikut nelangsa. Ia tak tega melihat gadis itu menangis tersedu. Duduk di balkon kamar seperti orang yang tak berdaya.

Sakha menghela napasnya panjang. Mengapa sekarang hidupnya justru selalu memikirlan tentang gadis itu? Sakha meraup wajahnya kasar. Ia tak tega tapi juga tak bisa berbuat apa-apa.

***

Tok, tok, tok ...

"Non, sarapan sudah siap," kata Bi Asih seraya mengetuk pintu kamar Ayesha.

Namun setelah menunggu beberapa detik, tak ada satupun suara yang menyaut.

"Non ...."

"Non Yesha ...."

Mushaf Cinta Dari-Nya [ TAMAT ]Where stories live. Discover now