#24 ~ [ Hasil dari Tiga Hari ]

5.8K 757 64
                                    

***

Waktu adalah bagian dari proses yang berharga.

🌾🌾🌾


"Aku takut, Kak ...."

"Apa yang kamu takutkan?"

"Aku takut Kak Sakha ikut terseret dalam masalahku. Aku nggak mau kalau ... kalau nantinya Kak Sakha terlibat semakin jauh dan berakhir akan meninggalkan aku di saat aku sudah terlanjur nyaman. Aku nggak mau itu terjadi, Kak. Hiks, tolong mengerti aku."

Luruh sudah air mata itu. Ayesha kembali menitikan air matanya. Isak tangis yang ia tahan akhirnya keluar, tak mampu ia bendung meski hanya beberapa menit. Ayesha menunduk, tak berani menatap lelaki yang bukan mahramnya itu.

"Justru karena aku mengerti keadaanmu, aku siap untuk menjadi orang yang akan menampung masalahmu, Sha. Nggak pernah aku seserius ini dengan perempuan. Jika aku sampai mengajakmu ke jenjang pernikahan, artinya aku benar-benar serius. Kamu tahu mengapa aku langsung mengajakmu ke jenjang pernikahan? Aku hanya ingin hubungan kita diridhai Allah. Aku hanya ingin melindungimu dari fitnah duniawi."

Penjelasan dari Sakha sukses membuat Ayesha mengangkat wajahnya. Bercak air mata yang mengalir membentuk sungai di pipinya, terlihat begitu jelas dalam pandangan Sakha. Ingin sekali lelaki itu menghapusnya, namun gadis itu bukan mahramnya. Sungguh sulit semua ini.

"K-kenapa ... Kak Sakha begitu serius ingin menikahiku? Apakah karena Kak Sakha merasa iba? Sikap Kak Sakha ini justru menunjukan kalau Kak Sakha itu hanya kasihan padaku," jawab Ayesha lirih.

Gadis itu memalingkan wajahnya. Sungguh, terlalu sulit menjalani sebuah pernikahan yang dilakukan atas rasa kasihan. Ia hanya ingin menikah dengan seseorang yang dicintai dan mencintainya. Meski debaran itu ada karena Sakha, Ayesha tak bisa langsung menyebutnya sebagai perasaan cinta. Tak semudah itu.

Di lain sisi, Sakha terdiam membisu. Benaknya mulai memikirkan perkataan Ayesha. Apakah dirinya hanya merasa iba? Jujur saja, Sakha pun tak paham dengan semua ini. Ayesha memang telah memenuhi sebagian hidupnya. Sakha merasa, ia perlu melindungi gadis itu. Ia tak mau lagi melihatnya menangis di malam hari. Sakha tak mau melihatnya menderita. Ada rasa sesak yang menyelimutinya begitu melihat air mata itu luruh dengan mudahnya. Sakha tak menyukainya.

Lelaki itu mendesah pelan. "Terlepas dari rasa kasihan atau bukan, ada keyakinan yang membuatku berani mengambil keputusan ini, Sha. Kalau kita sama-sama berjuang karena Allah, pasti jalan kita akan dimudahkan. Percayalah, aku ingin menjadi sosok pelindungmu, imammu yang akan menuntunmu ke jalan yang lebih baik."

Ada jeda di dalamnya. Pandangan mereka beradu beberapa saat. Ayesha mulai meresapi perkataan lelaki yang kekeuh mengajaknya dalam ikatan halal. Apakah seperti ini rasanya bila seorang lelaki melamar? Ada perasaan menggelitik yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Namun di samping itu, ada perasaan ragu yang mengoyaknya untuk tetap ia pikirkan.

"Bila kamu ragu, kita serahkan semua ini pada Allah. Aku akan menunggumu untuk meminta petunjuk dari-Nya. Kita sama-sama berjuang untuk mendapatkan ridha-Nya. Tiga hari. Tiga hari kita sama-sama akan melakukan shalat istikharah. Setelahnya, apapun keputusan itu, aku akan terima dengan lapang dada. Kita akan bertemu di tempat ini dan di waktu ini."

Perkataan Sakha yang terdengar sebuah perintah secara tersirat itu seketika menghipnotisnya. Ayesha terdiam, hingga beberapa detik kemudian gadis itu menganggukkan kepalanya dengan gerakan perlahan. Begitu pelan namun mampu menerbitkan senyum kecil di bibir Sakha.

"Terimakasih," ucap Sakha spontan. "Aku akan menunggu jawabanmu, dan kamu pun menunggu jawabanku. Kalau begitu, aku pergi dulu. Assalamu'alaikum ...."

Mushaf Cinta Dari-Nya [ TAMAT ]Where stories live. Discover now