2. Kim Namjoon dan Kim Seokjin

1.4K 111 4
                                    

.
.
.

New York, 2010

“Sore ini?” Tanya Seokjin, sambil menulis laporan data pasien

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Sore ini?” Tanya Seokjin, sambil menulis laporan data pasien. “Kurasa aku bisa, aha iya Namjoon. Jemput aku.”
“Sure, hon. Apa kau sudah makan siang?” Seokjin berjengit terkejut mendengar suara Namjoon, melihat jam di pergelangan tangan kiri, pukul 02.31 p.m.

Membuka penutup bento makan siangnya menggunakan satu tangan dan tangan lainnya memegang telepon genggam. “Sudah Namjoon.”
”Dokter! Ada kecelakaan di Avenue Street, sekitar tiga orang pasien menuju ke rumah sakit kita.” Suara seorang perawat dan dobrakan pintu ruangan mengganggu Seokjin dari kegiatan mari mulai makan siang.

Baru saja dia akan menyuapkan satu suap ke dalam mulutnya. “Sial!” Seokjin bergumama lirih sambil membereskan kotak bento.
“Sayang? Kau tak apa?”
“Namjoon, jemput aku pukul 05.30 p.m. Ada pasien kecelakaan, sampai jumpa nanti.”
“Baiklah sayang, sampai jumpa.”

”Kapan pasien akan sampai?”
“Sekitar lima menit lagi, dokter.”
Seokjin mengangguk dengan segera turun ke bawah. Ketika lift berdenting, sirirne ambulance langsung memenuhi pendengaran. Seokjin menghampiri salah satu pasien yang tidak sadarkan diri, dua diantaranya diurus oleh dokter lain. “Kondisi pasien lemah, dok. Ada pendarahan di perut.” Ucap dokter residen yang ikut mendampingi Seokjin.

“Siapa namamu, dokter?” Seokjin menengok sembari menekan kuat perut korban guna menghentikan pendarahan.
“Yosan, dok.” Ujar Yosan sembari membantu Seokjin mendorong trolly menuju ruang oprasi.
“Yosan, aku butuh bantuanmu. Pendarahannya masih belum berhenti, apa ada cidera lain? Pada alat gerak misalkan?” Tanya Seokjin
“Ada, dokter. Di lengan, sepertinya terbentur badan mobil.”

“Tinggikan lengan yang cidera melebihi jantung!” pinta Seokjin. Dengan sigap, Yosan mengikuti perintah Seokjin.
“Dok, masih belum.”
“Setidaknya dapat mengurangi pendarahan, Yosan.” Seokjin mencari arteri di atas pendarahan perut korban. Tangan kanannya menekan kuat luka pada perut dan tangan kiri menekan arteri yang berada di atas luka pendarahan tersebut.
“Mia, balut lukanya.” Ujar Seokjin melihat perawat datang

##

“Kau yakin, Namjoon?” Seokjin bertanya lagi, meniup lembut permukaan cangkir tehnya yang mengepul. Mereka duduk di meja mereka yang biasa dekat jendela di Tea & Sympathy, dan Namjoon baru saja mengundangnya menghabiskan musim panas bersama di Korea.
“Seokjin, aku akan senang kau ikut,” Namjoon meyakinkannya.

“Lagipula cuti akhir tahunmu, belum kau ambil. Kau tidak berencana untuk menghabiskan cuti seorang diri tanpaku-kan?”
”Hampir saja akan kulakukan.” Seokjin meringis melihat respon tajam Namjoon. “Baiklah-baiklah, maafkan aku, aku tidak ingin mengganggumu. Aku tahu kau akan sibuk dengan segala tugas pengiring mempelai.” Jawab Seokjin.

“Mengganggu apa? Pernikahan Hosoek hanya akan menyita minggu pertama di Korea, dan setelah itu kita dapat menghabiskan sisa musim panas keliling Korea. Ayolah, izinkan aku memperlihatkan padamu tempat aku tumbuh. Aku ingin mengajakmu ke tempat-tempat favorit yang sering kudatangi.”

CRAZY RICHWhere stories live. Discover now