21 - Diel ienentweintich

17 12 0
                                    

-------------

Nena datang mendekat pada Lia yang cukup lama diam sembari menyaksikan lukisan yang sedang ia pegang.

"Lukisan yang indah Lia, kau melukis langit kuning dan kedua orangtuamu dengan sangat indah"

"tapi hal seindah ini memiliki kenangan yang sangat tidak indah"

"kenapa begitu? Karena mengingatkanmu pada fakta bahwa orangtuamu hilang saat langit kuning datang?"

"begitulah, lagipula ini lukisan yang ku buat di waktu yang sama dimana langit kuning kembali menjadi hari terburuk yang harus dihindari"

"ah aku mengerti, lagipula memang tidak ada kenangan indah yang akan tetap indah jika hanya bisa di kenang saja. Jadi apa kau akan meninggalkannya?"

Lia menggeleng "lukisan ini akan ku bawa, ini satu-satunya lukisan ayah dan ibuku yang memiliki warna"

Nena menampilkan wajah tak mengertinya saat Lia mengatakan itu. Lia tersenyum sembari meletakan lukisan itu ke tumpukan barang yang ingin ia bawa "kami cukup miskin untuk membeli cat warna" jelasnya, Nena menganguk paham.

"aku sudah selesai, sekarang bagaimana? Kita ke pasar rakyat bersama prajurit atau kita kabur seperti rencanamu? Tapi bagaimana caranya untuk kabur?"

"ah iya, aku sudah memikirkan sebuah rencana. aku akan keluar untuk bertemu prajurit dan kau siapkan dulu pakaian yang akan kita pakai, ku harap kau masih punya itu di lemarimu" ucap Nena, Lia menurutinya.

Sesuai rencana, Nena keluar menemui para prajurit yang berjaga, mengatakan bahwa ia dan Lia kelelahan dan ingin istrahat di rumah ini saja sampai sore dan membatalkan rencana untuk ke pasar rakyat bersama para prajurit. Nampaknya semua berjalan sesuai rencana sebab meskipun keheranan namun prajurit hanya berkata akan menjaga di luar dan akan memastikan segalanya aman.

Nena kembali bertemu Lia yang sudah siap dengan tumpukan pakaiannya.

"kau pilihlah, hanya ini yang ku punya" ucap Lia

Nena mengambil acak baju yang Lia pegang, tidak melihat-lihat semuanya dulu, lagipula makin sederhana pakaian mereka maka akan semakin mudah bagi mereka untuk berbaur dengan rakyat. Setelah keduanya mengganti gaun mereka dengan pakaian lama Lia, keduanya menghadap cermin dan tentu saja keduanya tetap cantik meski berpenampilan dengan warna lusuh itu.

"bagaimana caranya kita keluar dari sini?"

"kita harus keluar rumah tapi semua pintu dan penjuru di jaga oleh prajurit, apa kita bisa menemukan tempat dimana kaki kita bisa berpijak di tanah tanpa harus keluar dari rumah ini?"

"tanah?" Lia heran namun ia langsung memikirkan ruang yang mungkin bisa membuat mereka berpijak di tanah.

"ikut aku" Lia menarik tangan Nena ke sebuah ruang yang tak terlalu besar namun jika di lihat dari isinya, jelas ini adalah ruang penyimpanan padi.

"padinya hanya tinggal sedikit, sayang sekali jika dibiarkan saja seperti ini" keluh Lia

"kenapa kau tidak berikan saja pada tetanggamu?"

"akan ku lakukan sepulang kita dari petualangan pertama kita" Lia tersenyum

"jadi dimana kita akan menemukan tanahnya?" Nena tampak bingung, ia meminta pijakan tanah namun Lia malah membawanya ke ruang penyimpanan ini.

"di balik papan yang kita pijak, ini hanya di taruh begitu saja, jika kita menyingkirkan papan ini maka kita akan bertemu tanah, namun Nena? Kenapa kita butuh tanah? Bukankah seharusnya kita mengendap keluar untuk kabur?"

"kau akan tahu nanti, sekarang mari bongkar papannya"

Beberapa saat kemudian setelah mereka membongkar papan pijakan di dalam ruang itu, keduanya berdiri di atas tanah.

"Lia, kau akan menjadi satu-satunya orang yang tahu tentang aku sebanyak ini, bahkan aku tidak pernah menunjukkan atau mengatakan hal ini pada orangtuaku, aku harap kau akan tetap menjaga ini sebagai rahasia, aku tidak ingin mencolok"

"apa maksudmu Nena? aku tidak mengerti"

"berjanjilah padaku kau akan merahasiakan apa yang kau lihat setelah ini dan juga tentang ideku untuk kabur dari pengawasan prajurit" Nena memberikan kelingkingnya, meskipun heran namun Lia tetap menautkan kelingkingnya.

"kau bisa percayakan rahasia kepadaku" ujarnya tanpa ragu

Nena mengalihkan perhatiannya pada tanah yang mereka pijak, kemudian ia meletakan tangan kanannya pada tanah itu dan berkata "beri jalan paling aman untuk menuju ke pasar rakyat tanpa di lihat siapapun" ucapnya pelan dan seketika tanah itu berguncang. Lia kaget dan secara reflek melompat ke papan yang belum terbongkar sedangkan Nena tidak terlihat khawatir dan juga ikut berdiri di papan itu.

"Lia, aku mulai menyadari keistimewaan ini saat aku berusia 8 tahun. Sejak itu aku tahu bahwa aku bisa mengendalikan tanah dan memintanya melakukan apa yang bisa mereka lakukan seperti membentuk sesuatu dengan tanah itu sendiri atau membuat lobang pelarian seperti ini"

Lia terlihat sangat takjub saat ia mendengar pernyataan Nena sembari menyaksikan bagaimana jalan bawah tanah itu terbentuk, jika saja ia tidak sambil menyaksikan buktinya, mungkin Lia tak akan percaya apa yang baru saja Nena katakan.

"Nena, kau hebat" ucapnya begitu kagum

"ini adalah anugerah Lia, aku tidak bisa mengatakan bahwa aku hebat dengan pemberian yang ku miliki" ucap Nena sembari tersenyum

"sepertinya kita sudah bisa masuk dan berjalan mengikuti lorong ini, tapi di dalam pasti gelap, bagaimana kita bisa berjalan di dalam kegelapan?"

"tentu saja kita bisa Lia, lorong ini hanya memiliki satu tujuan, tidak ada persimpangan dan tidak ada hewan buas di dalamnya, kita hanya perlu berjalan mengikuti sampai mana lorong ini berujung"

"begitukah?"

Nena menganguk, "ayo kita mulai petualangan pertama kita"

.........

Mereka berjalan sembari bergandengan tangan dan mengikuti lorong gelap yang membuat mereka hanya melihat kegelapan itu. Tak lama kemudian mereka melihat titik cahaya di ujung lorong gelap ini. Dengan semangat langkah kaki mereka bergesa berjalan menuju cahaya itu.

"Lia, apa kita sudah sampai?" Nena bertanya dengan heran, ia jelas meminta tanah yang tak pernah salah dengan apa yang ia perintahkan namun kini ia tidak mendapati dirinya ada di pasar rakyat seperti pintanya.

Lia menatap sekelilingnya dan melihat betapa rindangnya pohon lovvaca dan beberapa jenis pohon lainnya disini. Melihat itu membuatnya mengingat sesuatu dan ia sepertinya kenal dengan tempat ini "Ikut aku?" ucap Lia kemudian berjalan lebih jauh ke depan lalu sesuai dugaannya, ia sedang ada di padang bunga dandelion kuning kesukaan ibunya. Nena melihatnya begitu takjub, ia tidak tahu bahwa ada taman bunga yang lebih indah daripada taman di sekitar istana, lagipula memang ia tak pernah melihat dunia di luar istana.

"sepertinya lorong yang kau buat mengarahkan kita ke bukit sam"

"bukit sam? Kenapa malah ke bukit sam?"

"entahlah, mungkin karena namamu Nena Hillsam?" jawab Lia sekenanya lalu dengan polosnya Nena percaya itu

"lalu bagaimana sekarang? aku sangat ingin ke pasar rakyat"

"jika kita berjalan dari sini mungkin butuh waktu yang agak lama untuk sampai ke pasar, Lagipula aku tidak yakin kau kuat berjalan lebih jauh setelah tadi kita cukup jauh berjalan di bawah tanah"

"jika begitu berarti sia-sia dong upaya kabur kita" Nena berkata begitu lesu, ya dia memang sudah cukup lelah berjalan, jika harus berjalan lebih jauh dari tadi maka rasanya ia tidak sanggup, ah dia memang lemah. Setelah ini ia bertekat akan lebih banyak berolahraga dan sebisa mungkin melakukan apa saja yang membuat tubuhnya lebih tangguh.

"tapi setidaknya kita bisa melihat dandelion yang sedang mekar, terakhir aku ke sini bersama ibuku namun yang mekar hanya sedikit sekali dan itupun sudah banyak yang gugur"

"kau benar, dandelion langka ini menjadi bayaran untuk perjalanan kita"

.......
TBC
Jangan lupa vote dan komen juga ya, saran dari kalian penting banget buat aku biar bisa memperbaiki tulisanku.

Selamat membaca bagian berikutnya, enjoy ya..

THE YELLOW SKY (TAMAT)Where stories live. Discover now