22 - Deel zwanzeg zwee

22 13 0
                                    

--------

Angin berhembus pelan menemani keduanya sedang duduk bersimpuh di bawah pohon yang tidak di tumbuhi dandelion. Mereka meredakan lelah kaki mereka sembari menatap bunga-bunga yang beterbangan tertiup angin, ah lebih tepatnya Nena yang ingin beristirahat dulu sebelum kembali.

Lia masih menatap bunga-bunga yang membuatnya terkenang dengan ibunya itu. Ia tampak berpikir ketika melihat dari tadi kelopak-kelopak dandelion itu beterbangan ke arah yang sama.

Lia tahu arah angin musim ini memang menuju barat namun kenapa semua kelopak dandelion terbang ke barat padahal angin bertiup begitu pelan, bukan angin kencang yang bisa menyeret semuanya ke arah yang sama.

Setahu Lia, kelopak dandelion akan menyebar kemana-mana tanpa mengikuti arah angin ketika terlepas dari tangkainya namun kali ini ia melihat sesuatu yang tak biasanya.

"Nena, tidakkah kau berpikir mengapa tanah yang biasa tepat dalam melaksanakan perintahmu kali ini malah mengarahkan kita kesini?"

"entahlah, mungkin aku belum bisa mengendalikan sihir ini sepenuhnya"

"coba kau lihat itu" Lia menujuk ke arah kelopak bunga dandelion yang beterbangan "kelopak bunga itu mengarah ke satu tempat, apa kau penasaran kemana mereka pergi? Mungkinkah kita sedang di arahkan ke suatu tempat?"

"apa mungkin ada sesuatu di ujung sana? Bagaimana jika itu sesuatu yang bahaya untuk kita?"

"mungkin saja, kita tidak akan tahu jika kita tidak mencoba mencari tahunya"

"apa kau ingin mengikuti kelopak bunga itu?"

Lia menjawab dengan anggukannya yang begitu pasti, tanpa ragu dan tanpa takut.

Nena berdiri "ayo, akupun jadi penasaran"

Mereka mulai berjalan lagi, mengikuti kemana kelopak-kelopak dandelion kuning yang bertebaran itu mendarat. Keduanya berjalan di antara bunga-bunga dandelion dan kelopaknya yang berterbangan. 

Pemandangan yang terlihat sangatlah cantik sampai rasanya Lia ingin kembali ke rumahnya untuk mengambil kanvas dan kuasnya untuk melukis indahnya alam yang tengah ia lihat.

Di perjalanan itu mereka dibuat takjub dengan sebatang pohon yang telah habis daunnya. 

Pohon itu yang tumbuh perkasa di antara pohon-pohon lainnya, sebesar itu sampai Lia pikir itu raja dari pohon di sekitar situ, entahlah.. apakah pohon punya raja? Hal itu juga dipikirkan oleh Lia, ah dia memang pemikir.

Sampailah keduanya di suatu bukit yang amat perkasa berdiri di tanah negeri ini. Lia tahu bahwa di hadapan mereka adalah bukit sam yang punya kisah legenda tentang berdirinya namun Lia tidak tahu apakah kisah yang pernah di ceritakan ayahnya tentang bukit sam adalah kisah yang benar pernah terjadi atau hanyalah sebuah dongeng yang di karang seseorang untuk menghantarkan anak-anaknya menjelajahi alam mimpi.

"Tidak ku percaya bahwa kita akan sampai ke bukit sam" Nena tampak takjub melihat apa yang sedang mereka hadapi

"aku juga datang sedekat ini untuk pertama kalinya, selama ini aku hanya melihatnya dari padang bunga dandelion tadi"

"apa kau pernah dengar tentang legenda bukit sam, Lia? aku pernah dibacakan dongeng oleh ibuku, katanya bukit sam terbentuk di saat langit berwarna kuning untuk mengubur dan membinasakan Putri Lily yang di percaya sebagai musuhnya Ratu Andravana yang telah berhasil merebut kekuasaan di Negeri Yellow"

"iya, akupun pernah dibacakan kisah yang sama, tapi dalam dongeng diceritakan bahwa Putri Lily berhasil bangkit dan keluar dari dasar bukit lalu memenangkan pertarungannya, di akhir cerita juga dikatakan bahwa Negeri Yellow berhasil di selamatkan namun kenyataannya tidak seperti itu, Negeri Yellow masih dikuasai si penjajah yang entah benar atau tidak namanya adalah Ratu Andravana"

"itulah mengapa akupun meragukan legenda itu, mungkin itu hanyalah sebuah dongeng penghantar tidur yang memberikan anak-anak harapan akan berakhirnya langit kuning"

Lia menganguk setuju, matanya kembali fokus ke banyaknya kelopak bunga dandelion yang mendarat di tempat yang sama yakni lereng bukit tak jauh dari tempatnya berdiri.

"mari kita lihat apa yang ada di lereng bukit sana" Lia menunjuk ke arah dimana kelopak dandelian mendarat, tanpa berkata apapun lagi keduanya melanjutkan langkah mereka untuk berada lebih dekat dengan apa yang membawa mereka kemari.

Keduanya berdiri di lereng bukit yang amat dekat dengan sisi bukit, tanah yang sudah menjadi bagian dari bukit itu di jatuhi beberapa bunga dandelion sebelum semuanya tertiup angin lalu jatuh ke lerengnya.

Lia menatap Nena serius seakan ia memiliki ide, "bagaimana jika kita masuk?"

"masuk?"

"iya, kita masuk ke dalam bukitnya"

Nena menghela nafas "Lia lihatlah, matahari sudah tidak terlihat lagi dari sini, artinya sekarang sudah sore, aku tidak ingin kita kembali kemalaman dan di cari-cari oleh prajurit"

"kau benar, tapi bagaimana kita tahu apa yang ada di perjalanan selanjutnya jika kita berhenti di sini, jelas sekali dandelion ini menunjuk sisi bukit ini dan ku pikir ada sesuatu yang mungkin bisa menjadi petunjuk untuk kita di dalam bukit ini"

"Lia, lain kali saja kita lanjutkan ini, matahari sudah semakin menuju tempat terbenamnya, kita harus kembali, lagipula kita tidak tahu pasti apakah ini petunjuk atau jebakan dan bahkan bisa saja semua ini tidak ada artinya. Dandelion ini beterbangan ke sini hanya karena angin yang membawanya. Kita tidak bisa mengartikan bahwa ini adalah sebuah petunjuk yang akan membawa kita ke akar pemecahan masalah negeri ini, Lia kita hanyalah anak berusia 15 tahun"

Lia menunduk, sesungguhnya ia begitu ingin memecahkan misteri ini dan mencari tahu alasan kematian orangtuanya dan kehilangan yang di alami rakyat negeri ini. 

Lia tahu dia hanyalah anak berusia 15 tahun tapi kenapa jika ia hanya berusia 15 tahun? Apakah memang ia tidak bisa melakukan apapun hanya karena usianya yang belum dewasa sedangkan dia tahu bahwa ada begitu banyak orang dewasa di negerinya namun tak satupun di antara mereka yang berhasil. 

Jikapun ia harus menunggu sampai dewasa memangnya itu menjamin ia akan lebih berhasil melakukannya dibandingkan jika ia melakukannya saat ini juga, saat ia belum bisa dikatakan sebagai orang dewasa.

Nena melihat kekecewaan di wajah Lia dan ia menyesali perkataannya, ia tahu bahwa Lia begitu berambisi untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"kita tandai saja dulu tempat ini, nanti kita cari waktu dan kesempatan untuk datang lagi ke sini, yang jelas kita tidak biasa melakukannya sekarang" ucap Nena sembari menepuk bahu Lia, ia merasa bersalah.

"baiklah" Lia setuju namun suaranya terdengar tak bersemangat seperti awal perjalanan mereka tadi.

Nena meletakan tangannya di atas tanah bukit itu kemudian dalam hati ia meminta tanahnya tumbuh dan membentuk tumpukan tanah yang akan menandai sisi bukit yang suatu hari akan mereka masuki. Nena fokus pada permintaannya dan memejamkan matanya, namun selagi mata Nena terpejam, Lia malah melihat alam menunjukkan reaksi yang aneh.

Lia memperhatikah sekitarnya dan melihat dari kejauhan bahwa cahaya kuning mulai merambat dari sisi timur menuju sisi barat sedangkan langit mulai berubah warna menjadi kuning dan merambat dari barat menuju timur, Langit kuning melanda negerinya lagi.

.......
TBC
Jangan lupa vote  dan komen juga ya,
Selamat membaca bagian berikutnya...

THE YELLOW SKY (TAMAT)Where stories live. Discover now