50 - Limampu

15 8 0
                                    

----------


Lia memandang dengan rasa penasaran yang tinggi 

"rahasia apa?"

"hemmm... bukan rahasia sih" Ucap Bigusta ragu "lebih mengarah ke sesuatu yang dipendam sendiri, sesuatu yang menjadi alasan mengapa aku sangat berhati-hati dengan orang luar yang masuk dan menetap di istana"

Lia mengangguk "baiklah, jadi apa alasanmu?"

"Lima tahun yang lalu, aku pernah mendengar tanpa izin ketika Ayahanda bicara dengan seorang penafsir mimpi. Aku tidak tahu persis bagaimana alur cerita di dalam mimpinya tapi aku mendengar jelas tafsiran dari mimpi itu"

"Mimpi? Apa mimpi selalu memiliki tafsir yang menakjubkan hingga bisa dijadikan alasan yang kuat untuk seseorang merubah sifat dasarnya?" tanya Lia setengah tak percaya

"tidak selalu, namun kebanyakan mimpi yang bisa di ingat dengan jelas ketika kita bangun, Itu berarti ada makna yang mungkin penting untuk di ketahui. Ayahanda termasuk orang yang percaya itu"

"Baiklah, jadi hal besar apa yang kau dengar waktu itu"

"penafsir bilang bahwa di masa pemerintahan ayah, ia akan menemui seorang pengkhianat di dalam istananya. Pengkhianat itu berasal dari rakyat biasa yang diterima dengan baik di istana" ucap Bigusta

Lia terdiam, detik itu ia mengerti tentang semua alasan sikap buruk Bigusta padanya selama ini.

"jadi kamu berpikir bahwa aku mungkin adalah orang yang di maksud oleh penafsir mimpi itu"

Bigusta menagguk pasti.

"begitulah, tapi aku sadar itu bukan kamu ketika aku melihat bagaimana kamu berusaha mencari tahu kebenaran tentang langit kuning bersama Nena dan juga melihatmu ada di sini untuk mendukung rencanaku"

"tunggu, tunggu. Apa maksudmu dengan usahaku mencari kebenaran tentang langit kuning bersama Nena?"

Bigusta menatap Lia dengan ekspresi yang misterius "aku mengetahui satu rahasia kecilmu bersama Nena" ucap Bigusta

Perkataan Bigusta membuat Lia berpikir. Mungkinkah Bigusta tahu tentang petualangan rahasianya dengan Nena di sekitar bukit sam? Lia berharap bukan itu yang Bigusta tahu.


"Maaf mengganggu Yang Mulia" ucap seseorang yang sontak membuat kaget Lia dan Bigusta.

Keduanya menoleh ke arah sumber suara dan menemukan Tagior berdiri di ambang pintu.

"Ada apa Tagior?"

"ada sesuatu tak terduga yang terjadi. Yang Mulia harus melihatnya dan memutuskan"

Bigusta menggeryitkan dahinya "baiklah" ucap Bigusta tanpa mempertanyakan dulu tentang apa yang terjadi itu.

"dan Lia juga, kamu harus ikut, ada yang ingin Mellbar tanyakan padamu" ucap Tagior

Lia mengangguk. Tanpa berpikir lagi, Bigusta dan Lia beranjak mengikuti Tagior. Mereka berjalan menelusuri lorong kastil, melewati ruang demi ruang hingga tibalah mereka di suatu ruang yang tak terlalu luas itu.

Di ruangan itu sudah ada Mellbar dan Miola yang duduk berhadapan. Mata mereka saling memandang dengan bara kebencian. Bigusta bingung dengan situasi ini, ia juga bingung mengapa Tagior membawanya ke sini.

"Yang Mulia, kita menemukan pengkhianat di antara kita" ucap Mellbar

"Pengkhianat?" Bigusta berucap dengan heran bercampur kaget.

Mellbar mengangguk lalu ia menoleh pada Miola dengan isyarat bahwa perempuan tua itulah pengkhianat yang ia maksud.

"Lia, katakan apa yang terjadi padamu hari ini?" tanya Mellbar

"Hari iniya... emm, hari ini aku belum menemukan dasar sihirku. Saat aku latihan bersama Miola, ia memintaku memusatkan pikiranku sambil melihat ke matanya. Ia bilang itu agar aku menemukan jati diriku. Namun aku berhenti karena mataku sangat perih lalu setelahnya tubuhku lemas dan pusing"

"lalu?"

"lalu kami mencobanya sekali lagi tapi aku bereaksi sama dan tubuhku benar-benar sangat lemas hingga aku tidak bisa melanjutkan lagi" ucap Lia

Mellbar mendekat ke arah Lia lalu memegang pundaknya.

"setidaknya aku tahu bahwa jiwamu tak mudah untuk di tembus. Tadi, Miola sama sekali tidak mengajarimu agar menemukan dasar sihirmu, melainkan ia mencoba menembus inti jiwamu untuk mencari tahu apakah kamu musuh berat yang dapat mengancamnya dan berharap ia bisa menemukan celah yang bisa melemahkanmu. Ku pikir perbuatannya tidak berhasil"

"jadi secara tidak langsung, Miola sudah berpikir bahwa aku musuhnya"

Mellbar mengangguk.

"bukan hanya kamu, kita semua musuhnya. Hanya saja ia berprasangka bahwa kamu mungkin dapat mengalahkannya"

Mendengar percakapan antara Lia dan Mellbar membuat amarah Bigusta merambat memenuhi kepala dan hatinya. Dengan cepat Bigusta mendekat ke arah Miola dan menamparnya kuat-kuat. Perbuatan Bigusta membuat kaget seisi ruangan. Sisi lain dari sang pangeran yang membuat ruangan itu menjadi hening.

"kau hidup dan besar di negeri ini. Tak ku sangka kau melakukan ini" ucap Bigusta

Miola tersenyum setelah mendapatkan tamparan itu, senyum paling mengerikan yang bisa ia tampilkan.

"jangan mengungkit tentang kebaikan dan kejahatan. Kalian akan sangat terkesima jika ku bahas banyak tentang kebaikan kami untuk kerajaan ini dan kejahatan kerajaan ini pada kami"

"kejahatan pada siapa? Kami itu siapa saja? apa maksudmu mengatakan itu?" Tanya Bigusta

Miola tersenyum lagi. Senyuman yang malah membuatnya terlihat mengerikan "anda akan tahu itu nanti, Yang Mulia"

Setelah mengucapkan itu, seketika sihir yang mengikat Miola runtuh dan ia menghilang. Mellbar dan seisi ruangan itu terpana. Sedetik kemudian Mellbar bergegas pergi dengan sangat buru-buru.

"Mellbar, apa yang terjadi? Mengapa ia bisa melarikan diri?" tanya Bigusta dalam langkahnya yang tergesa-gesa mengejar Mellbar, Namun Mellbar tidak menjawab.

Tiba-tiba Mellbar berhenti "Di mana Yang Mulia Raja saat ini?" tanyanya

Bigusta mengernyitkan dahinya, ia bingung. "tadi ia bilang akan berkunjung ke pengungsian rakyat"

"istana hutan?"

"bukan, Kastil sebelah kanan istana" Ucap Bigusta yang sedetik kemudian membuat Mellbar tampil lebih cemas dari sebelumnya.

"Bigusta, kamu ajak seluruh penyihir muda ke sana sekarang" ucap Mellbar.

"Ada apa Mellbar? kita harus mengejar Miola"

"lakukan perintahku. Tagior, ayo pergi"

Tagior mengangguk lalu mereka akhirnya menghilang.

"Mellbarrrr!! ARGHHHH!!!!" Teriak Bigusta. Ia meremas rambutnya dengan kasar, Pikirannya sungguh kacau.

Melihat itu, Lia bergerak dari tempatnya. Bigusta terlalu sibuk dengan pikirannya sampai ia tak bisa mengandalkan dia untuk melakukan perintah Mellbar. 

--------

Bigusta, Sean, Lia, dan Nena sampai di kastil kanan. Saat tiba disana, semua rakyat sedang bergerumul seakan tengah menyaksikan sesuatu. Hanya dengan satu kalimat, Bigusta berhasil membuat para rakyat memberi jalan padanya. 

Lalu mereka berjalan menuju sesuatu yang kini menjadi pusat perhatian.

Bigusta dan Nena tercengang. 

Tubuh mereka menegang sebab dengan pasti mata mereka melihat bagaimana keadaan Ayah mereka. Di sana King Agor terbaring di pangkuan Mellbar. 

Merah menjadi dasar warna kain yang membalut tubuhnya. 

King Agor Berdarah, Dia sekarat.



TBC
Jangan lupa vote dan komen juga yaa,
selamat membaca part berikutnya.

THE YELLOW SKY (TAMAT)Where stories live. Discover now