Chapter 5

1.6K 238 26
                                    

Clemira up lagi 🥰
Terima kasih untuk kalian semua yang udah mampir dan meramaikan lapak ini ❤️ sayang kalian banyak-banyak 🥰🥰🥰

Playlist : Autumn In My Heart - Reason 🎼

Happy reading 🌹

💃💃💃💃💃

Kenzo termenung sembari menyesap rokoknya. Satu batang, dua batang .... Perlahan, matanya memejam. Sebetulnya, ia ingin mengambil satu batang rokok lagi dari saku celananya. Namun, ia mengurungkan niat. Mungkin banyak yang heran, mengapa seorang atlet sepertinya masih saja merokok? Percayalah, akhir-akhir ini ia sudah mati-matian mengurangi konsumsi rokoknya.

"Maaf, aku nggak bisa bareng kamu lagi."

"Jangan bercanda, By."

"Aku nggak bercanda, Kenzo. Maaf, tapi lebih baik kita putus. Aku udah nggak cinta sama kamu."

Kenzo tersenyum kecut saat memori itu kembali hadir. Semuanya berubah, saat Ruby meninggalkannya. Gadis yang ia kenal sejak kecil, lalu saat mereka beranjak dewasa, rasa cinta itu tumbuh begitu saja di dalam hati. Ia menyayangi dan mencintai Ruby, tetapi pada akhirnya gadis itu mencampakannya seperti sampah. Banyak yang mengatakan, ah nanti juga lupa, itu cinta monyet. Salah. Ia tidak pernah main-main dengan perempuan. Pantang baginya melakukan itu.

Kenzo membuka mata. Di dalam hati, ia selalu bertanya-tanya, apakah Ruby tidak sadar, bahwa apa yang telah gadis itu lakukan padanya ... berhasil menorehkan luka yang menganga di dada. Menghancurkan semua rasa percaya, membuatnya seperti ditikam belati berulang kali. Bagaimana bisa, setelah putus dengannya, gadis itu langsung menggandeng Arbian Winata, seorang vokalis pendatang baru yang sedang naik daun? Kenzo tersenyum sinis. Brengsek memang! Uang bisa membutakan segalanya.

Kenzo menegakkan punggung seraya menghela napas. Matanya terpaku pada sebuah kotak sepatu dari brand ternama yang ia letakkan begitu saja di atas meja. Tiba-tiba, dirinya teringat sesuatu. Tangannya bergerak untuk membuka laci mejanya. Ditatapnya sebuah tiket piano recital yang diletakkan di sana cukup lama. Entah mengapa, hatinya tergelitik untuk melihat tiket itu. Perlahan, disentuhnya tiket piano recital yang terletak di sana. Setelah membuka tiket itu, Kenzo bergeming.

"Clemira Lavinka Gunawan," gumam Kenzo tanpa mengalihkan tatapan dari foto yang tercetak di dalam tiket.

Jadi ini, gadis yang bernama Clemira? Sorot mata gadis itu ... mengapa sangat mirip dengan sorot mata Ruby? Sesaat dada Kenzo terasa nyeri. Melihat Clemira melalui foto saja, mampu membuat mengingat masa lalunya yang menyakitkan. Bagaimana bisa, tiga tahun berada di kampus yang sama, berada di satu gedung yang sama, ia tidak pernah melihat sosok Clemira? Apakah ia pernah bertemu, tetapi tidak peduli karena hatinya masih tertutup rapat dan menyimpan dendam?

Tidak. Kenzo menggelengkan kepala kuat-kuat. Clemira bukan Ruby. Mereka adalah dua orang yang berbeda. Kemiripan sorot mata mereka hanya kebetulan saja. Ia yakin akan hal itu.

Kenzo melempar tiket ke atas meja sebelum menutup wajah dengan kedua tangannya. Kepalanya mendadak terasa pening. Sepertinya, ia butuh hiburan setelah ini. Tadi, ia sudah melakukan latihan basket bersama William. Sudah bisa dipastikan, William tidak akan bisa menemaninya melepas penat. Kini, harapannya tinggal Ave. Semoga saja laki-laki itu bisa menemaninya balapan motor. Balap adalah pelariannya selain basket. Jika William adalah partner terbaik dalam bermain basket, maka Ave adalah partner terbaik dalam balap motor.

"Ve, kosong nggak?" tanya Kenzo saat menghubungi Ave melalui sambungan telepon.

"Kosong. Kenapa?"

LOVE DESTINY (TERBIT)Where stories live. Discover now