PART 20 - The Changes.

54 14 47
                                    

"Bos, kau memanggilku?" tanya Matheo ketika masuk ke dalam ruang kerja Dio. Pagi-pagi sekali bosnya itu menelepon untuk langsung datang ke ruangannya jika sudah sampai kantor. Sebelum itu, Dio juga melarang keras Matheo untuk datang ke apartemennya pagi ini. Tidak perlu mengantarkan jas katanya.

Dio mengangguk, lalu menutup map yang sedari tadi dipandanginya dengan serius. "Ya, duduklah."

Matheo mengernyitkan dahi. Tidak biasanya Dio menyuruhnya duduk. Selama ini, ia hanya berdiri di sisi depan meja kerja Dio ketika bosnya itu ingin menyampaikan sesuatu.

"Aku ingin, sementara ini kau bekerja untuk Dylan. Tapi kuharap kau juga membantu Kelsie dengan memberitahu apa yang harus dia lakukan saat menjadi asistenku," jelas Dio seraya menyatukan jemari-jemarinya di depan dagu sambil menatap mantan asistennya itu lurus-lurus.

Matheo terdiam. Tidak memprotes ataupun menyetujui. "Kau... keberatan?"

Setelah beberapa saat terdiam, Matheo lalu menggeleng pelan. Dia sebenarnya sudah tahu ini pasti akan terjadi, tapi Matheo hanya ingin tahu alasannya.

"Bos, aku ingin menanyakan satu hal. Menurutmu, Kelsie termasuk di golongan yang mana? Pertama, atau kedua?"

Matheo itu sungguh pintar. Dia sengaja tidak langsung ke inti pertanyaannya tapi sengaja mengulik informasi dari pandangan yang lain. Kali ini Matheo menyebutkan dua jenis golongan orang yang biasanya akan ditanggapi oleh Dio.

"Golongan tidak penting."

Matheo terkekeh. "Kalau tidak penting, kenapa kau masih mendengarkannya bicara sampai selesai? Biasanya—"

"---tapi sangat penting." Dio menambahkan kata-katanya yang belum selesai. "Golongan khusus yang harus aku beri waktu dan perhatian lebih," lanjutnya lagi.

"Bos," ujar Matheo pelan. Dia menatap wajah bosnya itu dengan tatapan terpana dan bibir yang melengkung ke atas. "Kau sudah banyak berubah. Aku ikut senang."

Berubah? Apa maksudnya? Dio tidak mengerti. Apa sekarang asistennya itu sedang marah karena telah merotasinya untuk bekerja dengan Dylan?

"Apa sekarang kau sedang marah padaku, Math?"

"Marah? Untuk apa? Lucu sekali, ekspresimu seperti takut aku marah karena kau telah merebut pacarku, Bos." Matheo terkekeh. "Aku tidak masalah mau bekerja dengan siapapun, yang penting gaji yang kudapatkan besar."

Suhu AC di ruang kerja Dio sangat dingin, tapi entah mengapa dia merasa kepanasan. Wajahnya memerah hanya karena lelucon receh yang dilontarkan Matheo.

"Tapi Bos, sebenarnya, aku merasa ada yang aneh dengan Dylan akhir-akhir ini. Pria itu seakan-akan terlihat peduli dengan Kelsie, tapi di waktu yang lain, dia bersikap seakan masa bodoh walau gadis itu sedang berada dalam bahaya sekalipun. Seperti ada rencana misterius yang dia coba sembunyikan."

Dio beranjak dari kursinya, lalu beralih duduk di pinggiran meja kerjanya dengan kedua tangan yang ia selipkan dalam kantong.

"Dia hanya umpan," Dio menjeda kata-katanya sejenak untuk menghela napas, "...yang diincar oleh Dylan itu, adalah aku. Kelsie adalah umpan. Sayangnya, aku terlanjur mengambil umpan itu dan sekarang aku tidak dapat melepaskan diri lagi. Aku harus melindunginya."

Matheo membelalakkan mata. "Jadi kau sudah tahu semuanya dari awal, Bos??"

"Ya. Oleh karena itulah, aku membuatmu bekerja dengan Dylan. Sebagai asistennya, dan sekaligus juga, mata-mataku. Laporkan padaku setiap gerak-geriknya yang menurutmu mencurigakan."

"Tentu saja, itu memang keahlianku. Pekerjaan impianku sebelum ini adalah menjadi agen rahasia BIN," ujar Matheo sambil bangkit dari kursinya dengan penuh semangat. "Kalau begitu aku akan memulai misiku sekarang. Aku pergi dulu, Bos."

Dio tersenyum. Mantan asistennya itu memang selalu dapat diandalkan di segala situasi. Selama ini, Dio tidak pernah bisa membayangkan melakukan pekerjaannya dengan baik tanpa ada campur tangan Matheo. Pria itu membuat segalanya menjadi lebih mudah dan ringkas.

Jika kau tidak bisa memuji seseorang, setidaknya gunakan saja jempolmu!

Kata-kata bernada omelan dari Kelsie yang disemburkan olehnya ketika mabuk waktu itu, kini terngiang kembali di telinga Dio dan seakan menyentil dirinya dengan keras.

"Math," panggil Dio pelan, menahan langkah pemuda itu tepat di depan pintu.

"Ya?"

Dio terdiam, entah kenapa mulutnya sekarang seperti dijahit menggunakan mesin. Rapih dan teratur. Sehingga sangat sulit untuk merobek jahitannya dengan tangan kosong. Sudah dia bilang, ini sama sekali bukan gayanya—Gerardio bukanlah seseorang yang suka melantunkan pujian.

"Bos? Jika tidak ada yang ingin dibicarakan, sebaiknya tidak usah memanggil."

Tak dinyana, Dio akhirnya mengacungkan ibu jarinya ke arah Matheo meski wajahnya melihat ke arah lain. Membuat pemuda itu terdiam sesaat dengan bibir sedikit terbuka. Seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.

"Bisa dijelaskan apa maksudnya, Bos?" Matheo menuntut penjelasan lebih.

Antara malu-malu atau menjaga gengsi, Dio menegakkan tubuhnya. Merapikan jas kerjanya seraya mengedikkan bahunya samar.

"Apalagi? Bukankah bahasa tubuh ini sudah jelas? Aku bilang, aku menyukai kinerjamu. Kau pekerja yang sangat bisa kuandalkan, dan terima kasih karena telah membuat segalanya terasa begitu mudah untukku."

Matheo melongo. Hatinya seakan berubah menjadi ladang bunga warna-warni yang bermekaran dan dipenuhi dengan aneka kupu-kupu cantik bertebangan di atasnya.

Jadi seperti ini rasanya dipuji oleh seseorang yang pelit pujian seperti bosnya itu? Semua pasti karena Kelsie. Dia mungkin harus mentraktirnya gelato nanti.

"Cepat keluar dan tutup pintunya, Math. Kau sangat menggangguku. Aku harus kembali bekerja," ujar Dio dengan nada ketus.

Matheo menggelengkan kepala sambil berdecak. Dia tahu betul, bosnya itu sedang salah tingkah sekarang.[]

***

Cieee, Math dapet pujian perdana nih yee! ♡

Traktir aku juga dong, Math!!

Traktir aku juga dong, Math!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
THAT CRAZY CLUMSY MESSY GIRLWhere stories live. Discover now