19. HARI KEEMPAT (1)

773 34 1
                                    

Chelsea memutuskan untuk bangun pagi sekarang. Sekitar jam 5:30 AM. Ia bersiap pergi kedapur untuk menyiapkan masakan, tak lupa ia membawa buku resep untuk dijadikannya pedoman.

Apartemen milik Fahren masih terasa sepi. Chiko sudah bangun mendengar suara Chelsea dari dapur. Sedangkan sang pemilik apartemen, masih bergulat di mimpinya.

Sekitar jam 6:00 AM. Masakan yang Chelsea buat masih setengah jadi. Sedangkan sang empunya apartemen sudah terlihat batang hidungnya.

Fahren masih dengan muka bantalnya, berjalan menuju dapur dan mengambil air minum. "Kamu masak?" Tanya Fahren, matanya sedikit tertutup akibat mengantuk. Sedangkan Chelsea hanya mengangguk, sambil sibuk membolak balikkan nasi yang ia masak.

"Pagi pagi makan nasi goreng. Nggak berlebihan?" Tanya Fahren yang membuat Chelsea cemberut. Padahal dia ingin membuatnya karena ingin berterima kasih pada dosennya itu, ahh ternyata begini responnya. Ia kira Fahren akan senang.

Melihat perubahan muka Chelsea, Fahren merasa bersalah. "Jangan buatkan yang pedas," ujar Fahren sambil tersenyum. Kemudian segera pergi lagi, meninggalkan Chelsea yang kembali cerah. Perkataan Fahren tadi maksudnya, dia mau kan memakan masakan yang Chelsea buat?

Selang beberapa menit, hidangan yang Chelsea buat sudah terhidang dengan rapi di meja kecil yang biasa mereka berdua gunakan untuk makan. "Pak Fahren, udah selesai nih," panggil Chelsea pada Fahren yang sedang duduk di sofa sambil memangku laptopnya.

Pria itu sudah selesai mandi, dan seperti biasa, ia akan bertelanjang dada dan membuat Chelsea kembali salah tingkah. Untungnya gadis itu pandai menyembunyikannya.

"Ada jaminan ini bakalan enak?" Tanya Fahren lalu mengambil nasi goreng miliknya yang sudah Chelsea tata sedemikian rupa. "Buku itu jaminannya," ujar Chelsea sambil menunjuk buku resep yang ia taruh dipojok meja, menggunakan dagunya.

Fahren tersenyum. Gadis didepannya ini sungguh membuat dirinya gila. Kadang menangis, kadang tertawa dengan keras, kadang bersikap konyol, juga bersikap dewasa. Fahren yang 4 hari ini sering berada disampingnya sudah terbiasa. Entah kenapa, semenjak Chelsea berada disampingnya, hidupnya terasa seperti lebih berwarna dibanding biasanya.

***

Disini Chelsea sekarang. Diam disebuah cafe menunggu teman temannya datang. Sudah sekitar 10 menit ia menunggu namun batang hidung teman temannya belum juga muncul.

"DAARRRRR."

Chelsea menekan dada, dan menutup matanya. Viona, temannya yang satu itu, membuat dirinya mematung untuk beberapa saat. "Bahahahaha, weee bangun. Ini gue, Vio," ujar temannya itu sambil meminum minuman Chelsea.

"Lo tau nggak?! Gue bisa mati akibat candaan lo itu. Tanggung jawab kalo Jimin nggak bisa nemuin jodohnya nantik!" Kesal Chelsea yang malah membuat Viona tambah tertawa.

"Jodoh lo udah didepan mata, masih aja mikirin Jimin. Aelah." Tangan gadis berambut keriting itu menoyor kepala Chelsea. Membuat yang ditoyor menatap tajam. Viona malah tambah tertawa. (Definisi temen laknat ya gini). Viona duduk didepan Chelsea sambil memakan biskuit yang temannya pesan.

Bruk...

Gabriel, salah satu teman Chelsea yang lain. Dengan santainya mendudukan diri di samping Viona, telinganya ia sumpal dengan earpod, tangannya tak jemu mengetikkan sesuatu di smartphone yang ia pegang.

"Nah ini. Kerjaannya diem diem bae kek setan. Ngapain sih liat hape mulu? Ngechat juga biasanya singkat singkat," cerocos Viona dengan mulut yang masih penuh dengan biskuit yang ia makan. Hal itu membuat, remahan remahan biskuit keluar dari bibirnya.

"Diem bisa nggak?!" Kesal Gabriel, namun makin membuat Viona ngelunjak. Ia malah mendekatkan dirinya ke Gabriel, yang tentu membuat Gabriel merasa jijik.

Mr. Cold [END]Where stories live. Discover now