25. HARI KETUJUH (2)

791 39 0
                                    

"Mama nggak ngajarin kamu dengan seenaknya peluk cewek!" Tegas seorang wanita paruh baya. Fahren menatap wanita paruh baya itu dengan sedikit panik.

"Gak kayak yang Mama pikirin kok," Bela Fahren namun hanya ditatap datar oleh wanita yang disebut Mamanya itu. "Kamu juga Chel, kalo ada apa apa, siapa yang salah?" Kini sang Bunda yang berbicara menatap Chelsea dengan datarnya.

"Nggak yang kayak Bunda liat kok," kini Chelsea yang membela diri. "Udahlah Tri, kita nikahin aja," ujar Mama kemudian berbalik menuju keluar apartemen. "Lagipula kalau mereka nikah, kita juga jadi besan," sahut Bunda ikut pergi keluar.

Brak.

Pintu tertutup. Chelsea dan Fahren saling memandang satu sama lain. "Arghh, kenapa bisa gini sih?!" Ujar mereka bebarengan, dengan tangan yang sama sama menggaruk kepala, bingung.

Drt drt...

Smartphone Chelsea berbunyi, dengan cepat gadis itu menerima panggilannya. "Halo Bunda," sapa nya. "Pulang."

Tut.

Panggilan tertutup secara terpisah. Arghh kenapa bisa begini?! "Pak, saya pulang kerumah sekarang ya," ujar Chelsea lalu segera pergi kekamarnya. Fahren hanya mengangguk dengan tangan mengusap gusar wajahnya.

###

Selang 25 menit, Chelsea sudah siap dengan tas berisi pakaiannya selama seminggu ini. Ia sudah siap, begitu pula dengan Fahren yang sedang memasang jam tangan. Pria itu hanya memakai celana panjang, dengan kaos oblong berwarn hitam. Terlihat sangat cool. Jantung Chelsea pun entah kenapa berdetak 2 kali lebih cepat seolah olah sedang presentasi di kampus.

"Chiko di rumah ortu pak Fahren lagi?" Tanya Chelsea saat menyadari Chiko tak ada. "Iya, saya nggak sanggup ngerawat dia sendirian."

Mereka keluar, Fahren membawakan tas milik Chelsea. Saat sampai di basement gedung, ada yang memanggil Chelsea.

"Chelsea!"

Gadis yang merasa terpanggil itu mendongkak. "Lo ngapain disi-ni," ucapan Rea sedikit tersendat saat matanya bertemu dengan Fahren. Chelsea tersenyum. "Gue mau pulang kerumah, habis nginep disini," ujarnya.

"Ayo," ajak Fahren yang diangguki Chelsea. "Gue duluan ya Rea, dahh," Chelsea melambaikan tangan. Hendak pergi menuju pintu mobik namun tertahan oleh Rea. "Ikut gue," ujarnya lalu segera menarik Chelsea menjauhi Fahren dan menuju ke suatu temoat terpencil.

Dug.

Tubuh Chelsea terhempaskan begitu saja ke tembok. "Lo apa apaan sih Re," kesalnya sambil membenarkan bajunya. "Lo yang apa apaan jalang!"

Chelsea tersentak. Tak biasanya Rea bersikap seperti ini. "Sejak kapan lo jadi kayak gini?!" Bentak balik Chelsea.

Plak.

Satu tamparan melesat begitu saja di pipi tembam Chelsea. Gadis itu sedikit menahan rasa perih dipipinya. Tangannya meraba dengan pelan pelan wajahnya itu. Matanya membulat, tak percaya akan apa yang dilakukan teman masa kecilnya ini.

"Lo bilang lo mau bantuin gue! Tapi apa?! Lo malah jalan bareng sama kak Fahren! Munafik Lo!" Bentak Rea dengan napas memburu. "Gak kayak yang lo kira!" Bentak balik Chelsea.

Tangan Rea hendak menampar pipi Chelsea lagi. Namun tertahan oleh seseorang yang memegang tangannya.

"Lo pura pura nggak peka ya," seseorang dari belakang Rea, berjalan menghadap gadis itu. "Ngapain lo disini?!" Rea menatap gadis didepannya dengan sengit.

"Chel lo nggak apa apa kan?" Seseorang lagi datang. Melihat keadaan Chelsea yang bisa dibilang cukup berantakan. "Nggak apa apa kok Vio," gadis itu, Viona tersenyum khawatir. "Untung Gabriel cepet, jadinya lo nggak ketampar lagi."

Chelsea menatap ke arah punggung Gabriel yang tengah menahan tangan Rea. Sementara Rea, dengan susah payah malepaskan tangannya dari genggaman Gabriel.

"Gue gak nyangka, sifat asli lo kayak gini Re," ujar Gabriel dengan nada meremehkan. Rea menatap Gabriel dengan napas memburu seperti ingin mencabik cabik temannya ini.

"Lepasin!" Bentak Rea. Gabriel segera menghempaskan tangan Rea. "Ayo," ujar Gabriel lalu pergi meninggalkan Rea. Chelsea beserta Viona, mengikuti Gabriel.

Rea menatap kepergian teman temannya itu dengan tajam. "Awas aja lo!" Sumpah serapah Rea.

Disini Chelsea sekarang. Di sebuah mobil bersama kedua temannya. Gabriel yang menyetir, dan Viona berada disisi Chelsea mengobati luka di pipi gadis itu.

"Makasih," gumam Chelsea sambil menunduk. Viona yang baru saja membuang kapas di kantong mobil mendongkak. "Setidaknya lo tau kebejatan Rea," ujarnya lalu beralih bermain smartphone.

Chelsea yang semulanya menunduk kini membulatkan mata. Lalu mendongkak menatap temannya. "Pak Fahren!" Serunya. Viona dan Gabriel tersenyum terkekeh. "Abang yang nyuruh gue nganter lo. Makanya barang barang lo udah ada disini," uhar Gabriel dengan mata tetap terfokus ke jalanan.

"Kita disuruh nyari lo, soalnya kak Fahren ada rapat dewan di kampus. Eh pas nemu lo, si muna malah mau nampar lo," ujar Viona. Gadis berambut keriting itu selalu saja bermulut pedas. Tapi tidak sepedas Gabriel.

"Ouh," Chelsea hanya ber-oh-ria menanggapi.

###

Ini sudah sekitar 10 menit, tak ada yang berbicara bahkan bergeming sedikitpun. Chelsea menghela napas. Bunda yang tengah bersidekap dada dan duduk didepannya ini tak juga kunjung berbicara.

"Bun," melas Chelsea. Namun tak dihiraukan. "Is, Bunda kenapa sih?" Kesalnya. "Kamu nikah sama Fahren," ujar Bunda santai lalu mengambil smartphonenya di meja, dan memainkannya.

"Bunda! Chelsea serius!" Kesal Chelsea sambil menyipitkan mata ke arah Bundanya. "Bunda juga serius," Chelsea mendengus kesal akan sifat Bundanya ini. "Chelsea gak mau dinikahin, Chelsea masih kuliah, masih banyak tugas. Mana bentarlagi bakalan ada sidang skripsi," ujar Chelsea lalu meninggalkan Bundanya menuju ke kamar.

Bunda menatap pintu yang ditutup keras itu. Lalu menggeleng tersenyum. Anaknya yang satu itu. Selalu saja di hati beda di pikiran beda.

"Anakmu ituloh Usman. Mirip banget sama kamu," monolog Bunda sambil tersenyum mengenang almarhum suaminya.

###
Say goodbye to "Hari" eps series:v
Karena besok Chelsea udah gk di apart Fahren lagi:3
Tbc🍈

Mr. Cold [END]Where stories live. Discover now