Chapter 13 - Keluarga lawak.

1.7K 142 1
                                    

TIN
TIN

Mas Pandu memang nggak beradab, bukannya masuk malah menelpon Rania untuk keluar dan mengantarkan Idan yang sedang digendong ayah. Mas Pandu beralasan kalau kak Tita kelelahan di mobil  setelah melakukan perjalanan jauh.

"Nih!!" ucap Rania menyerahkan Idan dan tas milik Idan.

"Rania makasih!!!!" ucap mas Pandu dan Kak Tita, yang ia angguki.

"Pamit dulu, salam sama bunda sama ayah nanti,"

Mobil mas Pandu melaju pergi meninggalkan Rania yang segera masuk ke dalam rumah lagi.

"Bunda, tiup lilin dulu! Mas Rian nya jangan digandeng-gandeng gitu Bun!" protes Rania saat ibunya dengan antusias menggandeng Rian ke meja makan, meninggalkan dua anggota keluarganya yang bingung menatap satu sama lain.

"Bunda mu tuh, kelakuan banget, nggak bisa liat cowo ganteng," keluh Ayah.

"Istri ayah juga tuh gitu-gitu," protes Rania.

"Heh! Sini cepetan! Mas Rian nanti keburu laper!" teriak sang bunda dari meja makan.

"Bunda! Tiup lilinnya dulu ih!" ujar Rania kesal.

"Maaf ya nak Rian, Rania sama suami saya emang rada rese," ucap bunda ramah.

"Nih Bun, kado dari Rania," Rania menyerahkan kotak kalung custom yang datang tadi sore, bundanya langsung menghadiahkan Rania pelukan erat.

"Ayah, kadonya buat bunda mana?!" tagih bunda pada ayah yang sedang memotong kue mama.

"Bentar dulu! Nanti nggak simetris potongannya," ucap ayah.

Rian mati-matian menahan tawa dengan interaksi keluarga di hadapannya, ia tahu mengapa kelakuan gadis itu terlalu sulit ditebak, tentu saja Rania mendapatkannya dari kedua orangtuanya.

"Nih," ayahnya mengeluarkan dua tiket liburan ke Maldives yang didapatkan dari Rania.

"EH! INI SERIUS MALDIVES?!!!!!! INI NGGAK MUNGKIN KAMU YANG NGIDEIN KAN MAS?" ucap bunda histeris.

"Tau aja bunda kamu Ran, emang bukan dari ayah, tuh Rania yang ngasih," jawab sang ayah yang sudah memakan potongan kue.

"YA ALLAH ANAKKU RANIA SAYANG, BUNDA SAYANG BANGET SAMA KAMU NAK," teriak bunda pada Rania yang sedang mengambil teko berisi es jeruk dan mangkuk berisi es batu.

"Katanya tadi Rania rese!" ucap Rania sebal.

"Nggak jadi, ayah kamu doang tuh rese," ucap Bunda sembari senyum-senyum.

"Tante maaf saya nggak bawa hadiah apa-apa, saya nggak tau bakal ketemu tante," ucap Rian tidak enak hati.

"Nggak apa-apa nak Rian!! Kehadiran nak Rian sendiri udah jadi hadiah buat bunda," ucap sang bunda membuat Rania dan ayahnya kompak memandang aneh bundanya.

"Bunda, bunda kenapa sih?" tanya ayah ngeri.

"Diem aja kamu mas," ucap bunda yang ditertawai oleh Rania.

"Rania, itu nak Rian nya di ambilkan makanannya," ucap sang mama.

"Nggak apa-apa Tante, biar Rian aja," ucap Rian menolak.

"Jangan nak Rian, nak Rian duduk aja,"

"Segini cukup mas?" tanya Rania yang diangguki oleh Rian.

"Mas Rian, maklumin bunda sama ayah ya," ucap Rania sambil berbisik pelan.

Rian hanya membalasnya dengan tersenyum.

"Eh mas Rian, abis ini rencana turnamen kemana?" kali ini ayah yang bicara.

"Minggu depan mau berangkat buat Australia open pak," ucap Rian.

"Loh, teh, teteh bukannya Minggu depan mau ke Australia juga?" tanya sang bunda.

"Iya,"

"Ikut nak Rian aja sana,"

"Emangnya turnamen kaya studytour apa Bun, main suruh-suruh Rania ikut, lagian di australi nanti Rania sibuk banget," ucap Rania.

"Tadi latihan mas?" tanya ayah lagi.

"Enggak pak, kalau hari Minggu emang libur," ucap Rian.

"Kalo sempet tiap Minggu main kesini aja Mas, bapak kalo Minggu libur kok, cuma tadi kebetulan ada kerjaan aja," ucap ayah.

"Mas Rian gak nanyain ayah," ucap Rania pelan.

"Ayah denger kali teh!"

"Mas Rian, tambah lagi nggak?" tanya Bunda.

"Nggak usah Bu, cukup, terimakasih," ucap Rian.

"Kalo sama partner lapangan tuh mas, diluar sama di dalam lapangan beda nggak sih?" tanya ayah.

"Ya ada yang beda, ada yang sama aja sih pak, kan ada yang umurnya beda beberapa tahun dari partner, atau partnernya udah berkeluarga, yang satunya belum,"

"Kalo mas Rian sama partner?"

"Alhamdulillahnya sih sama aja pak, nggak ada bedanya, mungkin karena jarak umurnya cuma beda setahun kali ya, jadi ya deket aja,"

"Ibu, bapak, saya harus pamit dulu, udah malam, terimakasih makanannya sama sekali lagi selamat ulang tahun ya Bu, semoga sehat selalu, panjang umur ya Bu, besok saya kirim kadonya," ucap Rian sembari menyalimi tangan ayah dan bunda Rania.

"Iya ya Allah, gapapa nak Rian, sekarang banget nih pulangnya?" tanya Bunda.

"Iya Bu, pelatnas Cipayung juga punya jam malam soalnya, harus pamit pulang sekarang,"

"Loh Ranianya kemana nak Rian?" tanya Bunda bingung.

"Katanya mau keatas sebentar bu,"

"Nanti kalo ada waktu ajarin saya main badminton ya mas Rian, biar pas 17an saya bisa menang, lumayan dapet hadiah piring," ucap ayah yang disenyumi oleh Rian.

"Iya pak, nanti saya main lagi,"

"RANIA!!! NGAPAIN SIH KAMU?! LAMA BANGET, LAGI RENOVASI RUMAH APA?!" protes bundanya dari lantai bawah.

Rania turun dengan daster batik berwarna pink kebanggaannya, dan muka polosnya yang telah bersih dari makeup.

"Nak Rian jangan ilfeel ya, Rania menantu idaman kok," ucap sang bunda.

"Ih bunda kaya MLM" ucap Rania.

"Ayo mas Rian,"

"Bu, Pak, saya pamit dulu ya, maaf ganggu waktu ibu bapak sama keluarga," yang digelengi oleh keduanya.

"Nggak ganggu kok mas, seneng, berasa punya 7 anak,"

"Udah ayok ih! Nggak kelar-kelar! Keburu mas Rian berangkat turnamen! Ngomong sama ayah dan bunda tuh nggak ada ujungnya,"

"Assalamualaikum Bu, pak,"

Rian sudah memasuki mobilnya setelah mengucapkan terimakasih dan selamat malam pada Rania yang masih setia menungguinya.

"NAK RIAN!!!" teriak Bunda dan ayah dari pintu.

Rian membuka kaca jendela mobilnya melihat kedua orangtua Rania juga ikut menungguinya.

"SUKSES BUAT PERTANDINGANNYA YA NAK RIAN,"

Mobil putih milik Rian meninggalkan rumah Rania, entah bentuk perasaan apa yang saat ini berlangsung, tapi Rian menyukai sensasinya.

Perasaan senang bercampur rasa syukur yang tak bisa ia jelaskan dengan pasti membuat senyum di bibirnya merekah lebar mengingat perlakuan keluarga Rania pada dirinya, sesekali Rian tertawa mengingat kelakuan keluarga lawak itu.

Rian mungkin harus memperjelas hubungannya dengan Rania ketika nanti sudah yakin, membawa Rania ke hadapan ibunya di Bantul juga sudah terbayang di benaknya.

Rania sederhana, dan Rian mencari itu.

𝑬𝒌𝒔𝒕𝒓𝒐𝒗𝒆𝒓𝒕Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt