JFNM | 15. Sadar diri

67 8 49
                                    

"Harusnya dulu perbanyak sadar,
bukan sabar."

-Alya-

Alya merebahkan tubuhnya di atas kasur, ia menatap langit-langit kamarnya. Ucapan Resya tadi terus berputar-putar di kepalanya. Jadi ia harus apa? Mengutarakan semuanya pada Ken? Tidak, Alya tidak bisa. Ia sudah berjanji pada Nayla.

"Arghh! Tau ah! Mending gue keluar cari angin!" Alya bangkit, ia berjalan menuju kamar mandi. Mengganti seragam sekolahnya dengan baju santai.

Saat sampai di halaman rumahnya, Alya melihat Ratna sedang menyiram bunga-bunga kesayangannya di sana.

"Bunda," panggil Alya, membuat Ratna menoleh.

"Mau kemana?"

"Mau jalan-jalan sebentar boleh?"

Bunda tersenyum, kemudian melanjutkan aktivitasnya menyiram bunga, "Boleh."

Alya teringat sesuatu, gadis itu berlari kecil ke arah gudang penyimpanan. Matanya berbinar, melihat sebuah sepeda berwarna pink dengan keranjang di depannya.

Sepeda itu, dulu Ayahnya belikan untuknya. Sayangnya Alya dulu tidak bisa menaikinya, karena sepeda itu lebih tinggi darinya. Gadis itu bahkan sering terjatuh saat berlatih memakai sepeda itu. Akhirnya, ia hanya menggunakan sepeda dengan roda bantu dan sepeda pink itu berakhir di gudang.

Sekarang ia sudah bisa memakainya, kakinya juga sudah sampai dan menyentuh tanah. Lumayan, bisa dipakai keliling komplek, dari pada berjalan kaki. 

Ia mengiring sepeda itu keluar dari gudang, hal itu berhasil menarik atensi Ratna.

"Mau di bawa kemana sepedanya?" tanya Ratna.

"Mau Alya pake, Bun."

"Emang bisa bawanya? Gak mau pake roda bantu lagi?" ledek Ratna, membuat Alya mengerucutkan bibirnya sebal. Bundanya selalu saja menganggapnya anak kecil.

"Udah Ah, Alya mau jalan." Alya mulai menggoes sepeda itu, keluar dari halaman rumahnya.

"Hati-hati masuk selokan!" teriak Ratna, yang masih bisa didengar Alya.

"Bunda!!!" Teriakan Alya, membuat Ratna terkekeh.

*****

Ken menuruni satu persatu anak tangga rumahnya. Tidak seperti biasanya, hari ini rumahnya tampak kosong. Bahkan sejak tadi ia tidak melihat kehadiran Ryan di sana.

"Bi, orang-orang pada kemana? Tumben sepi," tanyanya pada Bi Ija. Salah satu asisten rumah tangga, yang bekerja di rumah keluarga Maheswara.

"Loh? Aden kok masih di sini? Gak ikut ke rumah Eyang juga?" Bukannya menjawab, Bi Ija malah balik bertanya.

Ken menggeleng kecil. Jadi mereka pergi ke rumah Eyang. Pasti di sana sedang ada acara besar, dan seluruh anggota keluarga berkumpul.  Lalu untuk apa Ken ikut? Memangnya siapa dia? Toh dia bukan bagian keluarga mereka. Dia hanya benalu? Yah, benalu yang dibiarkan menetap di sini.

Bi Ija dapat melihat sorot mata kecewa itu, ia juga merasa kasihan pada Ken, "Aden mau makan apa? Biar bibi yang masakin," ucap Bi Ija, mencoba menghibur Ken.

Just Friend, not more [COMPLETE!✔]Where stories live. Discover now