Aku Sedang Pulang dari Ketersesatan

20 6 0
                                    

Jikalau semua masih sama, mungkin kita masih akan bertahan lebih lama. Namun sebabnya perasaan kita sudah berbeda, maka tak dapat kupungkiri bahwa kita hanya bisa sampai pada titik yang tak begitu jauh.

Aku sudah memilih jalanku sendiri. Cobalah kau tentukan jalanmu, jangan mengekor dan mengikuti jejak langkahku. Jangan mencoba mengejarku, kau tak akan sanggup dan aku tak akan memutar arah kembali. Aku tahu meskipun kau masih cinta.

Kau tak pernah bisa melihat dari sisi luar dirimu. Itulah mengapa kau selalu merasa paling benar sendiri. Memahami dirimu sendiri saja tak bisa, bagaimana mungkin kau bersikeras untuk memahamiku? Sekarang kau boleh berpikir bahwa mungkin itu semua adalah alasanku. Itu benar, itu adalah salah satunya.

Pada hari itu, saat di mana kau berpikir aku telah menanamkan luka di hatimu, akulah yang pertama hancur sebelum dirimu. Aku rela menghancurkan harga diri sebagai lelaki dengan mengingkari janji-janji dahulu. Aku melepasmu dengan perasaan yang sedang sulit untuk kupahami sendiri. Padahal pada hati kecilku, aku enggan menjadi seseorang yang terlihat salah di matamu. Percayalah, kuingkari janji itu demi kebaikan kita.

Kita bisa melangkah lebih jauh bersama, sebenarnya. Hanya saja untuk periode waktu sekarang, kita tak bisa memaksakan semua itu. Kau boleh saja memaksaku untuk tetap tinggal, tapi bisa saja hal itu akan menyakitimu, sebab tanpa kau sadari perasaanku sudah nyaris tanggal.

Mungkin di suatu saat, entah di kehidupan yang mana, kita bisa menjadi sepasang yang kau dambakan. Namun cobalah berpikir lebih realistis, untuk saat ini, untuk saat ini, kau dan aku sudah berbeda haluan. Kau ingin aku, aku ingin pergi darimu.

Lantas apa kabar kenangan kita yang terangkum dalam bentuk berbagai hal?

Misalnya sebagai canda dan tawa yang pernah begitu renyah kita nikmati, serta bibirmu yang mengulum senyum kala sepasang netra kita beradu pandang. Simpan saja, itu tak akan memberi arti apa pun kepadaku.

Atau potret-potret kita yang sudah pernah kuunggah di dunia maya, bagiku itu bukan perkara penting. Jangankan untuk menghilangkan semua gambar itu, melenyapkan perasaan kepadamu pun aku mampu. Jika kau tak percaya, mungkin kau akan menyaksikannya dalam beberapa waktu ke depan.

Atau puisi-puisi yang kutulis tentangmu, yang kuselipkan di antara potret kita berdua, hahahaha ... itu mungkin bentuk tulus yang kutulis. Tetapi seperti apa yang pernah kita bahas, bahwa tak ada satu pun yang bisa hidup dalam keabadian. Dan kalimat-kalimat yang kususun, meskipun bagimu romantis, ketahuilah bahwa semua sudah tiba di garis usianya.

Atau kenangan lainnya tentang kita, saat menyusuri jalanan kota sembari menghabiskan waktu dengan menatap kepunahan birunya langit, kemudian diganti warna jingga yang lantas hilang dengan cepat ditelan kegelapan. Semua sudah berakhir, kita harus berakhir.

Lantas untuk apa kau mengungkit-ungkit kenangan?

Berharap aku akan mengurungkan keputusanku dan kembali membersamaimu?

Itu, kurasa, tak mungkin. Keputusanku sudah final, mungkin hanya kematian yang bisa membuat rencanaku harus gagal.

Aku pernah mencintaimu, dulu. Kini semua sudah berbeda. Meskipun rasaku masih ada, tetapi itu tak sehebat dulu. Kita tak bisa terus hidup pada kebahagiaan di waktu lalu saja, sebab nyatanya bukan saja tentang masa lalu dan kenangan yang selalu kau agungkan.

Ini tentang hari ini.

Pada masa ini, kenyataannya, aku menyerah bersamamu. Aku meminta kau membiarkan langkahku menjauh tanpa dihalangi oleh segenap beban dan harapanmu.


_____________________________________
© Uu Padilah (2020)

DIALOGIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang