Setengah Terpaksa

50 4 2
                                    

Sudah melewati berbagai negosiasi, tapi kau masih tetap teguh dalam keputusanmu yang tak bisa diganggu lagi. Baik, ini sedikit berat. Bahkan lebih beratnya adalah aku hanya bisa merelakanmu sedikit saja. Pikirku masih tentang "bagaimana bisa aku berjalan tanpamu?". Meskipun aku menghidupi diriku sendiri, berdiri di atas kaki sendiri, tapi adanya dirimu yang mengisi jauh lebih membuatku berarti.

Aku pernah putus asa dalam hidupku. Rasanya ingin mengakhiri hidup begitu saja karena segala hal yang membuatku sesak dan sulit bernapas. Rasanya semesta selalu asyik melihatku terluka, batinku berkali-kali teriak kesakitan namun tak seorang pun peduli. Ya, aku terbiasa dengan itu.

Namun, tanpa sengaja kau mendapatiku yang sedang menyepi di sudut kelas saat orang lain meninggalkan tempat dan menikmati pulang. Aku tak menangis saat itu, bahkan merasa tak terlihat seperti orang yang menyedihkan. Karena demi apa pun, aku tak pernah ingin dikasihani, diberi perhatian padahal mereka hanya penasaran. Kepalsuan itu berjalan dengan baik, tapi kau satu-satunya orang yang mampu menafsirkan diriku baik secara diam. Mulai saat itu, tak tanggung-tanggung kucurahkan segalanya padamu, hidup yang pernah kurutuki, jauh lebih berarti setelah terbuka dan mempercayakan segala kisahku padamu. Katamu kala itu, "jangan menyerah, teruslah ambil langkah. Masing-masing orang memiliki peran meski membuatmu terluka, suatu saat ada waktunya kau akan memahami arti dari semua ini." Setelah mendengar itu, aku kembali merasa hidup. Meskipun sebelum mendengarnya, aku sudah paham dengan itu. Siapa pun pasti mengatakannya, tapi perasaan ini berbeda karena mendengarnya darimu.

Dan sesuai apa katamu saat itu, aku takkan pernah menyerah, sekali pun dalam cinta kita. Seperti katamu juga, meski telah membuatku terluka, seseorang memiliki peran penting bahkan sampai membuatku lupa rasa sakitnya seperti apa. Aku tak buta, pun bukannya tak menyadari suatu hal yang nyata, namun itulah apa adanya.

Apa? Kau merinding ngeri ketika aku mengatakannya. Oh, ya. Mari kujelaskan. "Aku takkan menyerah, sekali pun dalam cinta kita," adalah sama artinya dengan aku takkan menyerah untuk kebaikan kita, dan menjaga waras dalam sebuah cinta, meskipun mau tidak mau kini kenyataannya aku harus menempuh kehidupan dengan jalan masing-masing. Kemarin aku memang berambisi untuk tetap menyebutnya sebagai cinta kita berdua. Namun, sekarang aku ingin mencobanya, sesuai dengan apa yang kau inginkan. Karena jika yang kau katakan takdir perpisahan kita adalah yang terbaik, maka kali ini aku ingin mencobanya sekali saja. Bagaimana? Kau terkesan, kan?

Tapi tidak, jalanku kini mematuhi keinginanmu bukan semata-mata untuk membuatmu terkesan, mengalihkan perhatian, atau mencoba berurusan dengan sebuah penyesalan. Karena jika jalanku yang merelakanmu bisa berjalan dengan baik namun niatku hanya sekadar begitu, justru aku yang akan jauh lebih sengsara dari apa yang kau duga. Semakin hari semakin kusadari, semakin hari semakin terlatih warasku, bahwa keputusanmu ada benarnya, barangkali perdebatan-perdebatan di antara kita hanya dapat terhenti oleh perpisahan saja. Kini hati mencoba terima, walau setengah terpaksa. Lagipula, jika memang benar kau adalah pasangan yang Tuhan tentukan, semua akan berjalan bahkan tanpa harus banyak perencanaan.

Cukup sekian, semoga berita ini cukup menghiburmu.

_________________________________
© nidashofiya (2020)

DIALOGIKAWhere stories live. Discover now