11 | 00:00

241 64 3
                                    

|
• 0 0  :  0 0 •
|

Disclaimer ⛔
part cerita ini mungkin mengandung unsur kekerasan seksual, diharapkan kebijakan pembaca dalam menyikapinya.

Jam menunjukan pukul 00:00 dan dari lima belas menit yang lalu hujan deras turun di sekitar rumah. Key membuka pintu kamarnya perlahan. Di luar hening, hanya ada deruan rintik hujan dan gemuruh pelan yang terdengar. Para penghuni rumah sepertinya sudah terbuai di peraduannya masing-masing. Sengaja Key memperlambat langkahnya ketika menuruni tangga. Ia tidak mau terlalu tepat waktu ketika sampai di kamar Gio dan menimbulkan asumsi aneh di otak pria itu.

Key sempat memperhatikan pantulan dirinya di cermin yang ada di ruang tamu. Ia sengaja mengganti daster batiknya dengan piyama gemas berlengan pendek berwarna orange yang belum pernah dipakai karena bahannya yang begitu tipis. Beberapa semprot parfum dan body butter beraroma almond juga sudah ia torehkan ke seluruh badan.

Apa yang sebenarnya ia harapkan di kamar Gio malam ini? Tiba-tiba saja tenggorokannya tercekat. Key tidak bisa berbalik dan kembali meringkuk dalam selimutnya, setidaknya ia akan mengatakan pada Gio bahwa dirinya belum siap. Oh Key bahkan berpikiran bahwa Gio menginginkannya padahal belum tentu. Baiklah mari hadapi ini bersama. Key mengayunkan langkahnya semakin cepat menuju pintu kamar di sebelah kiri dari ruang tamu. Ketika sampai, wanita itu pun mengetuk dua kali.

Pintu langsung terbuka dan senyum lebar Gio terpampang di sana.

"Hai cantik," sapanya.

Sontak saja sapaan tersebut membuat wajah Key memerah. Untung cahaya di dalam kamar Gio redup. Belum lagi penampakan Gio yang hanya mengenakan boxer abu-abu, menambah cepat pacuan jantung Key.

"Masuk," ajaknya sambil menarik Key kedalam.

Ini pertama kalinya Key memasuki kamar pria yang bukan keluarganya, dan Key penasaran setengah mati. Meskipun Gio baru tinggal di sini sebulan, tapi ruangan tersebut sudah tercium seperti dirinya, woody dengan sentuhan musk. Kamar Gio tertata rapih dengan nuansa industrial yang senada dengan desain utama rumah ini. Tidak banyak barang yang ada di sana, hanya furnitur besar seperti tempat tidur, lemari, nakas, dan TV. Jendela besar yang menghadap langsung ke taman belakang membuat keseluruhan ruangan bertambah luas. Key lumayan menyukainya.

"Kayaknya suasana sore hari di sini enak. Golden hour-nya pasti dapet, cocok untuk tempat foto-foto," seru Key memecah kekakuan yang mulai terasa di antara mereka.

"Memang, kamu harus sering-sering mampir kalau begitu," balasnya.

"Untuk apa?"

"Foto, aku bersedia kok untuk jadi fotografernya."

Key hanya tertawa pelan menanggapinya. "Hutangku udah lunas ya? Sekarang aku boleh balik ke kamar lagi kan?"

"Buru-buru banget sih Key, kamu udah ngantuk?" Gio yang tadinya sibuk mengikat sesuatu di kasurnya langsung berbalik dan mengajak Key duduk di tepi tempat tidur.

"Belum."

"Masa udah wangi dan cantik gini cuma mampir sebentar."

Seluruh tubuh Key bergetar ketika tangan pria itu menyentuh pipi hingga lehernya. Key mencoba menepisnya tapi Gio masih lebih gigih.

"Kamu wangi banget sih Key, pakai parfum apa?" Gio menghirup lebih dalam udara disekitar leher Key.

"Apa sih Gi ... " Key mencoba bergeser sedikit agar Gio tidak dapat meraihnya, tapi cengkraman tangan pria tersebut begitu kuat menempel di lengannya.

"Kenapa ngejauh Key?" ucap pria itu.

"Gi, aku ... "

"Shttt ... " Gio menempelkan telunjuknya di bibir Key. "It will be fun, I promise."

"Jujur Gio aku belum siap kalau kamu mau melakukan itu seka ... "

"Shhttt!!! Kamu udah sesiap ini apa lagi yang ingin kamu tunggu?" potong Gio.

"Ja ... jangan sekarang Gi, please ... "

"Kamu bisa diam gak Key? Aku lagi menikmati aroma tubuh kamu."

Key membeku mendengar bentakan Gio. Kini pria dihadapannya itu terlihat dua kali lebih besar dari sebelumnya. Tubuh Gio mulai mengekang Key mencegahnya untuk bergerak. Tanpa perlu melakukannya Key sudah tidak bisa berkutik. Bibir wanita itu bergetar seakan sulit sekali untuknya membuka suara.

"Gi ... to ... long ... " Key mencoba menghalau wajah Gio yang kini sudah menciumi bibir dan lehernya. "Stop Gi ... "

"Hmmmm ... " hanya erangan penuh nafsu yang Key dapatkan.

"Gio ... " dengan kedua tangan yang gemetar Key mendorong tubuh Gio hingga wanita itu bisa meloloskan diri meskipun harus tersungkur ke lantai.

"Sakit? Mau aku tambah bikin sakit?" Kini Gio memaksa Key berdiri dan mendorong kuat-kuat tubuh wanita itu. Untungnya Key mendarat di tempat tidur meskipun badannya tetap saja sakit.

"Semakin kamu ngelawan semakin aku suka sama kamu Key!" Pria gila itu mencoba menarik tali yang terikat di ujung tempat tidurnya. Ia berusaha membuat pergelangan tangan Key keterikat ke sana.

Saat sibuk dengan hal itu Key langsung mengambil ponsel Gio yang tergeletak di kasur dan memukulkan benda tersebut ke lehernya. Akibat pukulan tersebut Gio kehilangan keseimbangan untuk sesaat dan Key segera menarik tangan kanannya yang terikat ke tempat tidur hingga tali pengikatnya putus. Melihat Gio yang masih belum pulih, Key mencari benda lain yang dapat menahan Gio lagi. Di nakas ada diffuser yang lumayan besar. Key segera menyambar diffuser tersebut dan melemparnya tepat ke wajah Gio. Pria itu pun terduduk ke sisi tempat tidur akibat hantaman benda tersebut.

Dengan sisa tenaga yang ada, Key bergegas lari menuju pintu. Tapi tangan Gio berhasil menjangkau piyamanya. Jika Key menyerah sekarang ia akan gagal, ia akan sangat benci hidupnya. Key tidak ingin itu terjadi, ia masih ingin bekerja, membeli rumah dan membahagiakan Sadam. Ia tidak boleh menyerah dengan keadaan seberat apa pun itu. Dari kecil Key sudah terlatih dengan kehidupan yang keras, ujian seperti ini tidak akan membuat Key tumbang.

"Jangan coba-coba lari Key, kamu gak akan bisa," suara menjijikan dari mulut pria itu membuat Key langsung menghentakan tubuhnya hingga berhasil menyentuh knop pintu.

Untung saja kuncinya masih tergantung di sana. Key segera memutarnya dan geraman marah mengaung dari belakang.

"BERHENTI KEY!" Bentakan monster itu membuat air mata Key mengalir. Badannya masih gemetar meskipun ia sudah membanting pintu dibelakangnya dan berlari menuju ruang tamu. Gio sudah tidak membuntutinya.

Sambil terisak, Key tertatih pelan menuju tangga. Gemuruh hujan memendam suara tangisannya. Seharusnya ia mengikuti kata hatinya untuk tidak pergi ke kamar pria berengsek itu. Seharusnya Key tidak menukar 200 juta untuk pengalaman menjijikan seperti ini. Key memeluk tubuhnya, mencoba bertahan hingga tak sadar kakinya melemas dan tersungkur di anak tangga.

"Key?" sayup sayup suara dari ruang tamu terdengar. Key sudah tidak bisa mencerna lagi siapa yang memanggilnya. Jika itu Gio, mungkin pria itu akan menariknya kembali ke kamar, tapi Key tidak sanggup melangkah. Pandangannya berputar dan perutnya mual bukan main.

"Key?" suara tersebut masih menyebut-nyebut namanya. "Key!" kini suara itu mulai terdengar panik dengan langkah kaki yang berderap menghampirinya.

"Key kamu gak apa-apa? Key? Key?" suara itu kini berada di hadapannya mencoba membolak-balik tubuhnya tapi Key sudah tidak tahan lagi.

Key memeluk orang yang dari tadi memanggilnya dan langsung memuntahkan isi perutnya ke hadapan orang itu.

The Science of Love [ON GOING]Where stories live. Discover now