-9-

809 110 150
                                    

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Sejak kejadian Axel yang menculik Nanda waktu itu. Teman-teman Nanda maupun Axel merasa bahwa Axel semakin melengketkan diri pada Nanda. Walau aksi adu mulut, Jambak,cubit dan gigit tetap berlangsung. Axel tetap kekeuh untuk tetap di dekat Nanda.

Seperti pagi ini. Pemuda bergigi kelinci itu sudah mendatangi kelas Nanda. Lalu mendudukkan diri di depan Nanda. Walau kehadirannya diabaikan, Axel tetap tidak perduli. Matanya awas terhadap gerakan kecil yang dilakukan Lisa maupun Jenny. Sesekali akan menampik tangan atau memarahi gadis-gadis itu jika sudah mulai mencubiti pipi Nanda.

Hal itu membuat jiwa fujoshi kedua gadis itu tumbuh dengan subur. Semakin senang menggodai Axel dengan mencubit atau memeluk bahkan mencium pipi Nanda hanya untuk melihat reaksi Axel yang menurut mereka lucu. Mereka tau bahwa dua orang ini katanya adalah musuh. Mereka sudah banyak Mendengar cerita dari anak-anak.

Tapi bagi mereka interaksi yang di tunjukkan Nanda dan Axel itu adalah sebuah keromantisan yang langka dan lucu. Dan mereka suka hal itu.

"Dasar kalian ini! Gak kasihan apa sama Rena?! Lihat pipinya jadi merah begitu!"

"Jangan peluk-peluk! Bukan muhrim!"

"Kenapa suap-suapan begitu?! Rena bukan bayi! Kalian ini mau-maunya jadi selirnya Rena!"

Begitu terus sedari tadi. Lisa dan Jenny semakin senang saja. Sedangkan Nando sudah jengah sendiri melihatnya. Bahkan dia sudah terusir sedari Axel masuk ke kelasnya. Sedangkan Nanda hanya menatap bosan dan kadang akan menjadi garang jika Axel tidak berhenti mengoceh.

Bel sekolah sebentar lagi berbunyi tapi Axel masih kekeuh untuk berada di kelasnya.

"Kelinci Tonggos! Pulang sana ke habitat mu! Merusak ekosistem kelasku saja!" Seru Nanda kesal.

"Bentar lagi bel, Xel." Ucap Nando.

Axel melihat jam tangannya masih ada 10 menit lagi.

"Suka-suka gue dong! Gue masih mau disini kenapa di usir? Ini bukan sekolah punya bokap Lo!" Jawab Axel.

Lisa dan Jenny memekik gemas. Nanda mengeluarkan ponselnya. Mencari nomor ponsel teman-teman Axel. Sedangkan Axel mengerutkan dahinya bingung.

"Hallo kak Dian? Bisa kekelas gak?"

"..."

"Peliharaan mu lepas satu nih! Disuruh balik gak mau!"

"..."

"Iyalah! Memang siapa lagi?! Cepet bawa balik ke habitatnya kak!"

Setelah itu Nanda memutuskan sambungan. Dan memasukkan kembali ponselnya. Lalu menatap datar Axel yang kini menatapnya tidak terima.

"Lo... Kalo ngomong ya... Sekata-kata! Dikira gue apaan?!" Axel mencubit bibir Nanda gemas.

"Sudah gak usah banyak cingcong! Tuan Lo bentar lagi Dateng! Buat balikin lu ke habitat asal!"

Benar saja setelah itu masuk Raffa Dimas dan Reza. Padahal tadi yang di telfon Dian. Ke tiga pemuda itu menarik tangan Axel untuk berdiri lalu membopong tubuh bongsor Axel keluar kelas.

"Rena kelincinya gue bawa dulu ya, jangan kangen!" Reza.

"Ayok pulang! Malu-maluin lu tuh!" Raffa.

"Nyusahin banget nih bocah!" Dimas.

"Turunin gue! Gue bisa jalan sendiri... Gila ya Lo semua!!!" Exel.

Begitulah kerusuhan Axel dan teman-temannya saat keluar kelas Nanda. Anak-anak dikelas di buat tertawa oleh kelakuan murid-murid sengklek yang sayangnya tampan itu.

Enemy? Seriously?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang