4 - Berlibur

32 6 2
                                    

Ugh, dasar.

Mengingat kejadian itu rasanya membuatku mual saja. Itu adalah aib seumur hidupku.

Membuat sebuah puisi yang isinya coretan anak-anak, dikejar anjing karena mengganggu waktu istirahatnya, lalu pura-pura amnesia yang pada akhirnya amnesia beneran.

Sial, aku kesal dengan kedua temanku itu. Aku tidak ingin mengingatnya lagi dalam keadaan menikmati hari festival ini di Jepang.

Ya, saat ini aku memang berada di Jepang, bersama dengan kedua orang tuaku ... dan kedua temanku karena mereka memaksa untuk ikut. Siapa lagi kalau bukan Viktor dan Eviana?

Mereka adalah dua orang temanku yang tak lama ku temukan di pinggir sungai beberapa minggu yang lalu.

Tidak tidak, aku tidak salah bicara. Aku memang menemukan mereka di pinggir sungai, dan mereka sedang bertengkar hanya karena masalah sepele. Untuk itu aku menjadikan mereka temanku karena saat itu aku memang tidak mempunyai teman di dunia ini.

Ayahku juga mengajak mereka untuk ikut bersama dengan kami karena tak sengaja mendengar pembicaraan kami di teras rumah. Itulah kenapa mereka berdua bisa berkunjung di festival Jepang ini bersama denganku.

Jangan tanya kenapa aku bisa ada disini. Jawabannya sudah pasti, karena ayahku adalah orang kaya. Mereka ingin menikmati festival yang tak ada di negara yang kami tinggali, sekaligus merayakan bertambah umurnya anak mereka yang ada dalam kandungan ibu.

Walau hanya 7 bulan, tapi ini sangat berlebihan bagi seorang anak yang menikmati festival diusianya yang ke 5 tahun!

"Raseki, aku mau makan itu!" Eviana menarik jaket tebal yang ku pakai sembari menunjuk beberapa makanan yang ada disana dengan mata berbinar.

Sial, aku lemah dengan mata anak ini.

Dengan rasa terpaksa aku pun menyuruh bodyguardku untuk membelikannya beberapa dan memberikannya pada Eviana.

Seperti biasa, mata Eviana mulai berbinar lagi tanda senang dan langsung menyerbu makanan yang dibeli.

Ayolah Eviana, niatku kemari bukan untuk menikmati makanan tau!

"Raseki, aku menemukan ini!"

Viktor memanggilku dengan menunjukkan beberapa lembar kertas berwarna-warni. Seketika senyumanku mengembang melihatnya.

Kau benar-benar paling peka terhadapku, Viktor! Aku bangga memiliki teman sepertimu!

Tanpa aba-aba lagi, kami mulai membagi kertas tersebut dan menuliskan keinginan kami disana.

Jangan tanya kenapa kami bisa menulisnya sendiri. Karena kami seorang anak kecil jenius yang bisa menulis sendiri walau hasilnya tidak dapat dibaca dengan jelas oleh orang dewasa.

Setelah menuliskan keinginan kami, kami menyuruh para bodyguard untuk menggantungkannya di atas pohon buatan.

Aku hanya berharap Resada bisa tersenyum bahagia ketika dilahirkan. Jika Resada tidak bisa tersenyum bahagia, biarkan aku yang membuatnya tersenyum bahagia.

"Raseki."

Aku mundur beberapa langkah, terkejut mendengar panggilan dari seseorang yang tidak ku ketahui namanya.

"Aku Iris."

Seperti bisa membaca pikiranku, ia memperkenalkan dirinya sebelum aku bertanya tentang namanya.

Tunggu, rasanya aku pernah mendengar nama itu. Tapi dimana?

"Ah! Kamu yang alergi hawa dingin!" Akhirnya aku mengingat gadis ini. Sepertinya, gadis itu tidak menyukai panggilanku barusan.

"Panggil saja aku Iris," ujarnya dengan wajah ketus.

Aku hanya dapat memiringkan kepalaku, kenapa dia bisa ada disini? Bukankah seharusnya dia berada di negara yang ku tinggali?

"Aku teleportasi."

"HAH?!"

Tentu saja aku terkejut. Ia seperti memiliki ilmu gaib di dalam dirinya. Ia juga sudah menjawab pertanyaan dalam pikiranku dua kali. Seperti bukan manusia biasa. Siapa sebenarnya kau ini?

"Aku penyihir."

"TIDAK MUNGKIN!"

Aku terkejut untuk kedua kalinya. Biarpun dia mengatakannya dengan suara yang sangat pelan, tidak menutup kemungkinan untukku terkejut setelah mendengar penjelasannya.

Ku tutup mulutku menggunakan kedua tangan ketika melihat sekeliling aku sudah menjadi pusat perhatian.

Bodyguardku juga masih berdiam diri tak jauh dari tempatku berdiri. Apa dia tidak mendengar kami?

"Tenang saja, dia tidak akan bisa mendengar pembicaraan kita."

Sudah ku duga begitu. Pasti karena kau.

"Sudahlah, aku langsung saja ke intinya. Jadilah pacarku."

"...."

Aku terdiam, cukup lama aku terdiam untuk memproses kerja otakku ketika mendengarnya menembakku secara tiba-tiba.

Tidak, ini tidak mungkin. Pasti ada yang salah disini.

"Tidak, kau tidak salah. Aku memang benar menyatakan perasaanku padamu."

Dia gila!

Padahal kami baru sekali bertemu dan sekarang dia dengan mudahnya menyatakan perasaannya padaku? Apa-apaan ini?

Gara-gara aku terlalu memikirkan menyatakan perasaan Iris padaku, aku jadi terbawa suasana untuk melupakan kedua temanku yang entah sudah berjalan kemana.

Aku khawatir dengan mereka berdua. Untung saja ayah sudah menyiapkan masing-masing bodyguard yang akan menjaga kami, aku jadi tidak terlalu ambil pusing untuk terus mengkhawatirkan mereka.

Yang lebih penting sekarang, aku harus memikirkan nasibku disini. Padahal kita berdua masihlah anak kecil, tapi dia dengan mudahnya mengatakan itu.

Darimana dia tau kata-kata itu?

Ah, benar juga. Dia kan penyihir, dan aku adalah orang dewasa yang terjebak ke dalam tubuh anak kecil yang tidak ku kenal.

Sudahlah, pasti dia sudah tau tentang aku yang berjiwa dewasa.

.

To be continue ....

764 word

Resada_Akarika

Done = Senin, 14 September 2020

[ ⏸️ ] Save a Heroine's SisterWhere stories live. Discover now