11 - Kesepakatan

17 2 4
                                    

Raseki menghela napasnya untuk ke sekian kalinya.

Setelah menyaksikan secara langsung bagaimana kembang api dinyalakan di siang hari, Raseki hanya dapat pasrah ketika mengetahui satu hal fakta mengenai keluarganya. Orang tua angkat Raseki adalah orang yang sangat boros.

Mau berapa pun mereka mengeluarkan uang, uang mereka yang berada di dalam brankas berkali-kali lipat pun tidak akan bisa habis semudah menjentikkan jari.

Mereka adalah orang-orang yang sangat kaya. Beruntung sekali Raseki diangkat menjadi anak oleh orang kaya seperti mereka.

"Kalau bukan karena orang tuaku yang kaya, nasibku untuk menjadi anak jalanan pasti akan terwujud."

Raseki menjulurkan lidah lalu menjilat es krim yang beberapa menit lalu ia beli saat tukang penjual es krim jalanan menghampiri rumah mereka.

Sengaja, penjual es tersebut memang sudah dipanggil oleh ayah Raseki dan menunjukkan es yang ia jual pada Raseki. Karena Raseki sangat menyukai berbagai macam es, akhirnya Raseki memutuskan untuk meminta pada Ayahnya agar segera dibelikan.

"Selagi cerita ini masih belum menuju Resada lahir, ku puasin aja dulu hidup di dunia yang sangat instan ini." Raseki menjilat es krimnya lagi.

Beberapa saat setelah menjilat, Raseki merasakan jeweran maut menghampiri telinga Raseki. Rupanya, ibu guru Raseki yang cantik jelita nan rupawan lah yang melakukan itu pada diri Raseki.

"Enak ya~ Makan es krim sendirian~"

Raseki merasakan bulu kuduknya kini berdiri begitu tegak ketika mendengar suara yang membuat Raseki berhenti bernapas sesaat. Sorotan mata dari Ibu guru Abel juga begitu menyeramkan.

"I, Iya Bu guru! Aku sudah selesai mengerjakan tugasnya!" Raseki menjerit sekaligus mengaduh kesakitan. Diliriknya es krim yang ia pegang, untung saja es krim tersebut tidak terlepas dari genggamannya.

"Istirahatnya sudah selesai. Kalau belum mengerjakan PR, lebih baik kerjakan sekarang."

"I, Iya Bu guru."

Raseki beranjak dari duduknya lalu berhamburan untuk mencari dimanakah letak buku PR milik Raseki.

Bu Abel hanya dapat tersenyum simpul sekaligus memberikan tatapan hangat yang sebelumnya tidak pernah ia tunjukkan di depan Raseki, "Dasar anak-anak."

Disisi lain dimana Raseki berada, Raseki juga tengah menggerutu seorang diri di lorong rumah istana lantai 2 miliknya.

"Kejam," gerutu Raseki mengedutkan salah satu alis. "Dibandingkan dengan kehidupanku yang sebelumnya, emang lebih parah di sana daripada di sini."

Raseki berhenti sejenak, seperti mengingat akan suatu hal.

"Ngomong-ngomong soal kehidupanku sebelumnya, sudah berapa lama aku tinggal disini?!"

Walau nada bicaranya terdengar seperti sedang berteriak, sebenarnya ia hanya berteriak dengan suara pelan. Wajar saja jika tidak ada orang yang akan mendengarkan. Kecuali satu orang ... atau satu penyihir ya?

Ia sedang mengamati Raseki di suatu tempat.

"Aku ga mau bertingkah seperti anak kecil seperti sekarang! W-walau niatku memang ingin menyelamatkan hidup seorang gadis sih."

Raseki mengelus dagunya lembut seakan tengah berpikir keras.

"Pertama-tama, mari ku buat rencana dulu."

"Butuh dukungan?"

Suara ini, aku merasa tidak asing. Begitulah pikir Raseki saat mendengar suara seorang penyihir cilik dari belakang.

"K-kamu kok--"

"Aku kangen kamu."

"Hah?!"

Mata Raseki membulat mendengar jawaban Iris sebelum dirinya berhasil bertanya. Rupanya kemampuan Iris dalam membaca pikir tidak perlu dipertanyakan lagi.

Tentu saja kepala Raseki berputar, rasa sakit mulai hinggap di kepala.

Masalahnya urusan dari kehidupan terdahulunya saja masih belum selesai. Maksudnya untuk menyelamatkan hidup sang tokoh utama. Walau begitu, kenapa dirinya harus dihadapkan dengan masalah lainnya?

Raseki tau betul bahwa saat ini Iris menunjukkan ekspresi rasa suka pada dirinya. Bisa dikatakan rasa jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seseorang.

Biarpun tubuhnya masih anak-anak, jiwanya saja sudah seumuran 20 tahun. Tentu saja Raseki tau bagaimana ekspresi yang ditujukan pada dirinya.

"Baiklah."

Raseki hanya dapat menghela napas pasrah. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain meminta tolong pada seorang gadis yang ada tepat dihadapannya.

"Kau pasti tau rahasiaku--"

"Baiklah. Aku mengerti apa maksudmu."

Alis Raseki berkedut seiring dipotongnya apa yang ingin ia katakan.

"Aku tau kau bisa baca pikiran, tapi setidaknya hargai dulu orang yang mau berbicara ini." Raseki menepuk jidat yang disusul dengan helaan napas pasrah menghadapi orang-- atau penyihir yang seenaknya bertindak.

"Baiklah. Untuk sekarang dan seterusnya, aku akan menghargai semua perkataanmu."

Menatap dengan mata berbinar, Raseki hanya dapat memandangnya dengan tatapan jijik.

Bukan jijik juga, melainkan seperti orang yang berpikir 'aku tau kau akan melakukan itu karena kau suka padaku'.

"Kau benar ingin menyepakati perjanjian yang ku buat dalam kepalaku?" Raseki bertanya pada Iris.

Tentu saja Raseki akan bertanya seperti itu, mengingat dirinya belum mengatakan kesepakatan yang ia buat tersebut melalui mulutnya.

Iris hanya menjawabnya dengan anggukan semangat. Raseki juga sudah menduga hal ini pasti akan terjadi.

"Kalau begitu, kau tau tentang jiwaku yang sudah dewasa ini?" Iris menggangguk menjawab pertanyaan Raseki.

"Kalau orang yang ingin ku selamatkan?" Iris menggangguk lagi dengan maksud membuat Raseki percaya padanya.

"Siapa?"

"Resada."

"..., sebaiknya aku tidak perlu meragukanmu lagi."

Raseki tersenyum hangat sebelum dirinya berbalik membelakangi Iris. Walau sekilas, Iris bisa dengan jelas melihat senyuman hangat yang diberikan Raseki sebelum dirinya menampakkan semburat merah di wajah dengan ekspresi datar.

Belum selangkah Raseki pergi menjauh, dirinya berbalik dan menghadap Iris kembali.

"Berikan aku pr yang sudah dikerjakan."

"..., ini."

Sebelum Raseki sempat mengatakannya pun Iris sudah siap lebih dulu dengan buku tugas Raseki yang sudah ia jawab di tangan. Maka dari itu ia langsung menyerahkannya saja sebelum Raseki meminta.

Melihat wajah Raseki yang tersenyum senang sebelum pergi membuat jantung Iris seakaan ingin meledak.

Rasa hati ingin berteriak jika tak mengingat rumah yang ia pijak saat ini ialah rumah keluarga Raseki.

"Haruskah ku bunuh orang yang bernama Resada itu?" Iris bergumam dikala rasa hati masih merasa sangat gembira melihat senyuman sang pujaan hati.

.

To be continue ....

908 word

Resada_Kyo

Minggu, 10 Januari 2021

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Jan 10, 2021 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

[ ⏸️ ] Save a Heroine's SisterOnde histórias criam vida. Descubra agora