8 - Drama

12 2 0
                                    

"R, Raseki?!" Hayami berteriak, sangat terkejut ketika melihatku.

Memang, apa yang salah dengan diriku yang mampir untuk bertamu?

Aku ingin sekali memarahinya sekali lagi, namun aku tak tega ketika melihat dirinya yang terkejut saat melihatku.

Tak heran ia terkejut, pasalnya aku secara tiba-tiba muncul dihadapannya lalu memakinya seperti tadi.

Raseki bodoh! Kau memarahi anak kecil yang tidak mempunyai salah apa-apa?! Sungguh biadab kau ini!

"M, Maafkan Hayami ya nak? Sepertinya, ia tak sengaja menumpahkannya di bajumu."

"T, Tidak apa kok, Paman. Aku saja yang terlalu berlebihan." Aku terkekeh pelan dan mengelus tekukku dengan rasa kikuk.

Kedua orang tuaku muncul setelahnya, membuat aku yang tadinya gugup jadi makin merasa tak enak hati dengan Hayami.

Benar juga, aku datang kemari untuk berkunjung ke rumah teman lama Ayah. Eviana dan Viktor juga mengikutiku dari belakang.

"Raseki! Kamu gapapa kan?!" Seperti biasa, Eviana duluan yang terlihat panik ketika melihat kuah sayur tumpah mengenai bajuku.

"Kalau segitu sih, Ayah bisa membelikan baju baru untukmu nanti. Atau kau yang membelinya saja sekarang?"

Dasar orang kaya. Mau disituasi apapun, pasti mereka akan menggunakan uang jika ingin menemukan jalan keluar yang praktis. Semua orang kaya memangnya seperti ini ya?

Ayah memberikanku uang untuk membeli baju baru dan meminta izin pada salah satu pria yang ku tau kakak dari Hayami untuk mengawasiku. Kakak itu terlihat menyetujuinya dengan menganggukkan kepalanya pelan lalu melirikku.

"Ayo, kita beli--"

"Biar aku saja!"

Aku terkejut mendengar siapa yang berteriak. Itu suara Hayami, tak salah lagi itu suara Hayami.

"Memangnya kamu bisa--"

"Bisa kok!"

Hayami menjawab cepat sebelum Kakak itu menyelesaikan kalimatnya. Dilihat dari sorot matanya, sepertinya dia serius.

"Kalau begitu, mohon bantuannya, Hayami."

Aku mengulurkan tanganku dengan maksud untuk berjabat tangan dengannya, "Tak ku sangka kita bisa bertemu lagi disini."

Aku masih mengulurkan tanganku untuk menunggunya menyambut tanganku. Dari matanya, ia terlihat sangat terkejut saat mendengarkanku.

Hey, ada apa denganmu? Aku malu jika harus menunggu terlalu lama. Tanganku juga pegal nanti.

Oh, ternyata tangan kanannya mulai bergerak untuk menyambut tanganku. Ku pikir, ia akan terus berdiam diri seperti patung Monalisa. Bukan, lebih tepatnya seperti lukisan Monalisa.

Setelah berjabat tangan cukup lama, aku menarik tangan Hayami paksa untuk segera keluar dari rumahnya. Aku tidak ingin jika harus berlama-lama lagi di rumah itu. Suasananya makin mencekam ketika aku melirik Eviana.

"RASEKI! TUNGGU, AKU JUGA MAU IKUT!"

"LEBIH BAIK KAU DIAM DAN TEMANI AKU SAJA DISINI, BODOH!"

"MEMANGNYA KAU SIAPA?! SEENAKNYA MENYURUHKU SEPERTI ITU?!"

Ugh, entah kenapa aku merasa malu memiliki teman seperti mereka. Perkelahian mereka didramatisir sekali.

Biarpun mereka anak kecil, tapi aku sangat berbeda dengan mereka. Jiwaku sudah berkepala dua yang masih perawan dan menunggu para betina yang cocok untuk ku nikahi nantinya.

Itu sih untuk duniaku yang dulu. Biarpun begitu, aku masih kesulitan untuk beradaptasi di dunia ini.

Jika saja Resada lahir lebih dulu saat aku masuk ke dunia ini, bisa saja akan lebih mudah untukku menyesuaikan diri di dunia yang berbeda ini.

Masalah utamanya saat ini adalah Resada! Aku harus menunggunya beberapa bulan lagi untuk lahir. Ini seperti menyiksa batinku saja.

"Raseki, terima kasih gantungan kuncinya. Aku akan menjaganya dengan baik."

O, Oh, rupanya Hayami yang mengucapkan terima kasih padaku tentang gantungan kunci yang ku berikan padanya saat berjabat tangan. Aku sedikit terkejut saat ia mengatakannya. Efek melamunku sepertinya sangat buruk ketika ada seseorang. Aku harus menyendiri terlebih dulu untuk melamun dengan tenang.

T, Tapi sepertinya, ada seseorang yang mengikuti kami dari belakang.

"Hayami, kau merasakannya?" Aku bertanya pada Hayami dengan berbisik. Takut jika sosok yang mengikuti kami akan mendengarnya.

"Iya, aku merasakannya."

Diluar dugaan, ternyata Hayami juga mengerti dengan apa yang aku katakan. Ia sedikit melirik ke belakang. Sepertinya benar bahwa ia mengerti apa yang ku maksud.

"Anak kecil?"

He? Anak kecil?

Karena Hayami yang mengatakan itu, aku pun memberanikan diriku untuk melirik siapakah yang mengikuti kami dari tadi.

"K, Kau benar." Aku berhasil melihat sosok itu dengan jelas. Benar sekali bahwa sosok yang mengikuti kami dari tadi adalah anak kecil.

Apa ia tersesat? Sedang apa ia disini?

Ingin sekali ku bertanya pada anak kecil itu, namun Hayami sudah mengambil tindakan cepat untuk bertanya padanya dengan lembut.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Hayami sambil mengelus lembut kepala anak kecil itu.

Sepertinya, usia anak itu masih beberapa tahun di bawah kami. Seperti tiga tahun misalnya.

Walaupun aku bisa dikatakan berusia lima tahun, nyatanya tubuhku seperti mengatakan bahwa aku lebih muda dari Hayami yang berusia lima tahun ketika dilihat.

Dia tidak terlalu pandai berbicara, jadi kami hanya melirik satu sama lain untuk memproses apa yang dikatakan anak itu.

"Anakku!"

Seseorang berseru dan muncul tak jauh tepat di depan kami. Kami sama-sama menoleh, memastikan untuk melihat siapakah sebenarnya orang itu. Apa dia ibunya?

"Mama!" Anak itu juga balas berseru setelah menoleh dan melihat dengan jelas wanita paruh baya yang berlari padanya.

Mereka saling berpelukan. Dengan iringan lagu Rossa yang sering diputar ketika adanya acara FTV dramatis perselingkuhan, mereka mulai meneteskan air mata buaya menurutku.

Kejam memang, tapi begitulah pandanganku ketika melihatnya.

"Wah, ini bisa disebut sinetron atau FTV ya?"

"A, Apa?"

"Tidak apa, lupakan saja."

Aku mulai melangkah menjauh dari ibu dan anak yang pertemuannya saja sudah didramatisir sekali. Bahkan saat mereka ingin berpelukan, kenapa ada background fuwa-fuwa yang membuatku jijik melihatnya?!

.

To be continue ....

874 word

Resada_Akarika

Done = Jum'at, 18 September 2020

[ ⏸️ ] Save a Heroine's SisterWhere stories live. Discover now