Dua

48 12 0
                                    

~~~
Aku mengintip dari sela-sela tirai di ruang kesehatan, menatap teman-temanku yang juga tengah melihatku dari balik kaca jendela. Hanya satu orang yang diizinkan masuk ke dalam ruang kesehatan selain aku, dan orang itu adalah mingi.

Tangisanku sudah berhenti sejak beberapa saat yang lalu. Tapi mingi masih tak mengatakan sepatah katapun padaku sejak tadi. Kami sekarang duduk bersisian di atas tempat tidur ruang kesehatan.

"Nah, ini untukmu"

Perawat yang bertugas disana memberiku es batu dalam wadah khusus seperti kain untuk meredakan nyeri di pergelangan kakiku.

"Terima kasih."

Perawat itu tersenyum dan mengangguk, setelahnya ia kembali ke mejanya di dekat pintu. Mingi sepertinya tahu jika sejak tadi aku beberapa kali memandang ke luar jendela dari celah tirai yang terbuka. Ia berdiri lalu menutup tirai tersebut dengan alasan yang tak ku mengerti. Setelah kami sepenuhnya tertutupi tirai tersebut sekarang, ia mengubah ekspresinya. Membuatku—sedikit—kecewa. Jadi semuanya hanya akting?!?!

"Jadi. . . Hyerin, apa ini rencanamu?"

Aku tak tahu ia mengkhawatirkanku atau mengkhawatirkan dirinya sendiri, tapi ucapannya membuat darahku seakan mendidih. Rasanya lebih baik tenggelamkan aku saja, aku hanya penasaran apa yang ia pikirkan ketika melihatku terjatuh karena tersandung kakiku sendiri. Pastinya mingi tertawa keras di dalam hatinya.

"Bukan" jawabku tanpa menatapnya sedikitpun.

"Kalau begitu, kenapa kau mempermalukan dirimu sendiri?"

Baru saja aku akan berteriak padanya, namun mingi sudah lebih dulu berbicara kembali.

"Tapi. . . Ini kesempatan yang bagus! Sekarang teman-temanmu pasti berpikir ada sesuatu diantara kita. Dan aku bisa pergi bersamamu, atau lebih tepatnya untuk bertemu kyunghee"

Mingi berujar dengan bangga. Aku hanya bisa menghela napas pasrah. Sepertinya itu memang hal terbaik yang bisa ku lakukan untuknya, setelah sudah repot-repot membawaku kemari mengingat tubuhku pastinya cukup berat. Tapi itu seperti bukan masalah untuknya.

"Oke"

Mendengar jawaban acuhku, mingi kembali terlihat khawatir.

"Apa kau sungguh baik-baik saja?"

"Ya, kenapa tidak?"

Aku mengangguk dan balik bertanya padanya. Apa ia pikir aku menyukainya atau apapun itu karena jawaban acuh yang kuberikan? Tidak!!! Sama sekali tidak, bahkan kebalikannya. Kuharap ia bisa membaca pikiranku dan berhenti bersikap menyebalkan.

Astaga, sabar hyerin, sabar. . . Ujarku mengingatkan diri sendiri. Aku menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya. Mingi terlihat bingung, tapi aku tak peduli. Satu-satunya yang kuharapkan adalah ia segera pergi dari sini dan membiarkan salah seorang temanku masuk. Aku ingin sekali memberitahu segalanya pada kyunghee langsung, namun mingi mungkin juga akan memberitahu semuanya tentang insiden cheesecake-ku hari itu. Aaarrrgghhh, kuharap ingatan itu bisa terhapus dari pikirannya.

"Apa sebaiknya aku pergi dan membiarkan kyunghee masuk?"

Ucapan mingi membuatku hampir saja berteriak senang. Astaga, ia mendengar harapanku! Namun aku masih punya cukup pengendalian diri untuk tidak melakukannya, jadi aku tetap diam dan tersenyum lalu mengangguk. Mingi kemudian berdiri dari tempatnya.

"Aku akan meminta nomor ponselmu dari wooyoung nanti. Jadi jangan terkejut"

Mingi berlalu dan menutup tirai disaat aku bahkan belum menjawab apa-apa. Aku sempat mendengarnya berterimakasih pada perawat tadi sebelum benar-benar keluar. Benar-benar pacar—palsu—idaman. Setelah itu aku kembali mendengar pintu terbuka lalu tertutup kembali.

Cupid || ATEEZ Mingiحيث تعيش القصص. اكتشف الآن