Bab 3 - Friendship Zone

5K 438 30
                                    


Chapter 3

PLAYING BY THE FATE

.

.

Hermione menjejakkan kakinya di The Burrow. Ada sejumput rasa bimbang ketika memasuki rumah ini. Keramahan Molly dan Arthur memang mencairkan suasana tapi malah membuat Hermione makin tak enak hati.

Hermione mencoba mengabaikan kegalauan hatinya. Rumah ini selalu ramai dan riang seperti biasanya—sejenak dia melupakan suasana hatinya ketika melihat banyak tawa, senda gurau diantara keluarga Weasley .

Ada anggota baru The Burrow yang hadir, Teddy Lupin—anak baptis Harry, Angelina Johnson—tunangan George, Baby Victorie—anak Bill dan Fleur dan Audrey—istri Percy.

Makan malam di The Burrow selalu heboh seperti biasanya dan masakan Molly sangat enak membuat Hermione kekenyangan.

Ron berkali-kali antusias menceritakan latihan aurornya dengan Harry, ia sama sekali tidak menanyai kabar Hermione.

Kala melihat Hermione datang ia hanya menyapa 'Hey' dan mengecup pipinya—dan sikapnya sedikit membuat Hermione kecewa. Sepertinya bagi Ron melihat Hermione bersedia hadir di rumah ini sudah cukup diartikan bahwa hubungan mereka baik-baik saja.

.

.

"Kakakku itu sangat idiot, ya kan Hermione?" lontar Ginny ketika mereka akan tidur. Hermione jarang sekali dapat ngobrol panjang lebar dengan Ginny di Hogwarts, karena satu alasan—sibuk belajar.

Ginny bahkan mengetahui dengan jelas bahwa sepanjang kehadiran Hermione di rumah ini, Ron belum sempat mengajak ngobrol Hermione sedikitpun.

"Well, kakakmu itu selain idiot, gampang marah, emosian, tidak romantis, insecure, kekanakan, bad kisser, tukang makan dan jorok" Hermione tertawa kecil seakan mengungkapkan kekesalannya akan sikap cuek Ron.

"Tapi kau mencintainya, ya kan?"

Hermione tidak menjawab. Cinta? 'Damn... Love is gone too far' aku hati Hermione.

"Hei..." protes Ginny melempar bantal. "Jawab pertanyaanku, silly girl"

Bantal mendarat sempurna di wajah Hermione, seakan menyadarkan lamunannya. "Heii!" pekik Hermione protes.

Hermione kembali melempar bantal, akhirnya dua gadis itu saling melempar bantal sambil cekikikan. Hermione diam-diam bersyukur tuntutan jawaban Ginny terlupakan.

"Wow..wow... ladies...!" seru Harry yang muncul di depan pintu—seketika itu juga salah satu bantal melayang ke arah Harry, refleksnya sebagai auror segera menangkap bantal tersebut dengan mudah.

"Aku datang untuk mengucapkan selamat malam pada kalian" Harry mengedipkan matanya pada Ginny, dan Ginny segera menyongsong Harry dengan ciuman panas selamat malam ala Harry dan Ginny.

"Dimana Ron?" tanya Ginny ketika mereka melepaskan tautannya.

"Ehm...Ron dibawah sedang ngobrol dengan Angelina dan George—masalah Quidditch" jawab Harry tak enak hati, melirik Hermione. "Mau kupanggilkan?" tawar Harry.

"Tak usah Harry, aku akan langsung tidur saja. Kau tak perlu memanggil Ron" Hermione pura-pura menguap dan menarik selimutnya ke atas mencoba tidur.

Andai hati ini bisa menjerit dan bersuara, saat ini Hermione berteriak bahwa ia membutuhkan Draco, bukan Ron.

Rasa rindu pada Draco menyelip di hatinya.

.

.

PLAYING BY THE FATE | Dramione | COMPLETEWhere stories live. Discover now