Bab 12 - Walk Out

3.3K 289 48
                                    

PLAYING BY THE FATE

.

.

3 bulan berlalu bagai berabad-abad,

Draco makin tenggelam dalam pekerjaannya—pekerjaan adalah pengalihan frustasinya.

Hidupnya hampa tanpa Hermione, bukannya Draco tak berusaha mengejarnya. Ribuan kali telepon dan sms dikirimkan ke nomor Hermione, tapi wanita itu tak mengubrisnya. Berkali-kali dia bolak balik berusaha menerobos kantor dan flat Hermione tapi wanita itu selalu sukses menghindarinya.

Ia sangat frustasi. Hampir depresi malahan—setiap malam ia habiskan untuk mabuk, pulang, tidur, dan kerja bagai zombie.

Blaise bahkan melarangnya untuk datang kembali di barnya karena Draco selalu membuat keributan disana, ia tak perduli. Ia makin senang membuat marah orang yang tak dikenal dan menikmati pukulan setelahnya.

Yang masih membuatnya bertahan hidup adalah Narcissa yang selalu melihatnya dengan tatapan sedih dan cemas.

Astoria memang benar hamil dan sedang mengandung.

Draco juga heran dengan dirinya sendiri waktu beberapa bulan lalu sebelum Astoria dinyatakan hamil. Libido dan hasratnya meninggi—dan kala Hermione tak bisa memenuhi hasratnya karena kesibukannya, ia lampiaskan pada Astoria. Ia seolah tak mampu menahan nafsunya.

Ia binggung sendiri kala mendapati dirinya terbangun telanjang dan Astoria dengan nyaman tidur di pelukannya dengan kondisi ranjang yang porak poranda, ia tidak ingat sama sekali.

Yang ada di bayangannya adalah bahwa ia bercinta dengan Hermione.

Draco bertanya-tanya apa ada yang salah dengan dirinya? karena sejak pernikahan dengan Astoria. Draco sama sekali tak mampu menyentuhnya. Ia tidak bernafsu dan tidak berereksi dengan wajar.

Draco selalu ingat Hermione mengatakan bahwa ia sangat suka dengan luka-luka yang memenuhi tubuhnya dan tak rela bila orang lain melihatnya. Draco menjaga diri agar selalu berpakaian lengkap di depan Astoria padahal ia sangat suka bertelanjang dada di kamarnya, dia selalu mengunci pintu kamar mandi jika sedang mandi—takut bila Astoria tiba-tiba masuk memergokinya.

Tapi kemudian Draco bagai hilang kendali waktu itu, bercinta dan akhirnya Astoria hamil.

Ia sama sekali tidak mengerti.

Draco pun kadang merasa kasihan dengan Astoria tapi wanita itu selalu merecokinya dengan berbagai pertanyaan dan tuduhan yang tidak penting—membuat Draco pusing kepala dan semakin tak betah berdekatan dengan wanita itu.

Ia makin jarang pulang ke Manor, berkali-kali ia menginap di kantor atau menyewa kamar hotel, ia hanya pulang jika Narcissa mencarinya.

Hobi Astoria yang selalu menghambur-hamburkan uang dan foya-foya dengan teman-temannya membuat Draco jengah dengan tagihan panjang beberapa toko, restoran, salon dan bar yang mampir ke mejanya.

Tapi Draco membiarkannya karena perasaan bersalahnya pada Astoria—ia tidak pernah bersikap sebagai suami yang baik.

Semenjak hamil, Astoria jadi sering sakit-sakitan. Kerjaannya sepanjang hari hanya berbaring dengan wajah pucat.

Draco bukannya tak punya hati, ia menyapa Astoria setiap pagi jika Draco berada di Manor dan menanyakan keadaannya tapi Astoria selalu bersikap sama, menyalahkannya dan menuduhnya pada akhirnya mereka bertengkar.

Draco lelah dengan semua ini, ia tidak menemukan kedamaian di rumah. Penderitaanya bertambah dengan perginya Hermione dari sisinya.

Akhirnya disinilah ia—berjalan sempoyongan di jalan sepi dan gelap dengan wajah babak belur dan darah terdapat di bibirnya.

PLAYING BY THE FATE | Dramione | COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang