*2: Sphynx

133 36 9
                                    

Mengabaikan perintah Suma untuk tetap diam, rasa ingin tahu akan keadaan yang hening itu lebih besar dan membuat kaki Ryoko melangkah perlahan tanpa bisa ditahan. Belum sempat dia melangkah keluar dari mulut gua batu, terdengar desing angin. Sebelum Ryoko sadar, Sphinx raksasa bersayap turun tepat di hadapannya. Makhluk itu melipat sayapnya dengan anggun lalu memusatkan perhatiannya pada Ryoko.

 Makhluk itu melipat sayapnya dengan anggun lalu memusatkan perhatiannya pada Ryoko

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

"Ah ... manusia kecil lagi."

Suara Makhluk Gaib itu seperti nyanyian masa lalu yang terdengar samar dan menghanyutkan. Berbeda dengan tampilan awal yang garang saat mereka turun dari langit, Sphinx satu ini tersenyum saat menatap Ryoko.

Sayap Sphinx yang berwarna-warni terlihat indah. Sementara cakar-cakarnya mematikan dan dendangannya mampu mengubah salju dan air menjadi setajam pisau. Kaki Ryoko gemetar membayangkan apa yang terjadi pada Suma dan para Yeti.

"Well ... apakah ini benar kau, Almueadal Sang Pengubah?" Mata Sphinx yang besar berkedip terkejut.

Ryoko menggeleng dengan ragu. Dia tidak mengerti apa itu Almueadal. Pikirannya saat itu hanya satu. Keberadaan dan kondisi kakaknya. Berusaha menekan rasa takut yang menghimpit dada, gadis berambut panjang itu menarik napas panjang seolah menyiapkan diri.

"Di mana Kakakku?" Suara Ryoko sedikit bergetar. Mata Sphinx dengan sayap Pelangi itu kembali membesar saat menyadari Ryoko berusaha menekan rasa takut. Makhluk Gaib itu menelengkan kepalanya ke satu sisi dan tersenyum.

"Ah ... rupanya manusia kecil itu kakakkmu. Sebenarnya urusan kami adalah dengan para Yeti, bukan manusia. Tetapi karena kakakmu penjaga, maka ini menjadi urusannya juga. Aku tidak suka badai. Jadi sebaiknya kuhentikan saja, ya?"

Sphinx itu mengangkat satu cakarnya dan badai salju mendadak berhenti. Mata Ryoko berkedip-kedip menyesuaikan dengan cahaya yang mendadak terang. Dia bisa melihat sekawanan Sphinx mengepung Yeti dengan Suma di tengahnya. Laki-laki itu terlihat terkejut sekaligus murka.

"Ryoko! Sudah kubilang jangan keluar!" Teriakan Suma hanya disambut dengan tawa mengejek para Sphinx. Para Yeti tidak mau kalah dan balas menggeram. Salah satu Sphinx mengangkat jarinya, siap menggores Yeti yang melindungi Suma. Hati Ryoko terpilin akan rasa cemas saat melihatnya

"Diam!" Satu kata keluar dari makhluk yang berdiri di hadapan Ryoko dan semua Sphinx langsung terdiam. Sepertinya Sphinx ini adalah pemimpin Koloni.

Sphinx di hadapan Ryoko terlihat sedang menimbang-nimbang sesuatu. Dia bergerak maju dan mengitari gadis yang berdiri dengan heran.

"Kakakmu itu berani dan ceroboh. Membiarkan tempat tinggal Yeti tanpa perlindungan yang kuat hingga mudah ditembus makhluk gaib lain. Tapi ...."

Satu cakar Sphinx terjulur dan Ryoko nyaris pingsan karena ketakutan. Dia menatap cakar besar berbulu yang indah sekaligus mematikan itu.

"Bagaimana bisa Almueadal, Sang Pengubah ada di sini? Tanpa pengawalan, tanpa sahabat. Hanya berjuang melawan keraguan dan ketakutan."

Kali ini, tanpa bisa ditahan, sekali lagi rasa penasaran mengalahkan rasa takut. Ryoko mendongak dan menatap mata besar yang memandang dengan heran tanpa sembunyi-sembunyi.

"Sebenarnya aku tidak tahu maksudmu dengan Almueadal. Akan kucari nanti artinya," ucap Ryoko. Makhluk besar itu berputar lalu duduk dengan tubuh menghadap gadis kecil yang sedang berjuang melawan rasa takut.

"Satu hal yang membuatku penasaran. Apa yang menyebabkan kalian datang bermil-mil jauhnya dari tempat yang hangat ke tempat yang dingin ini?" Rasanya Ryoko ingin ada di balik selimut saat melihat pandangan menyelidik Sphinx rakasasa di hadapannya. Berbanding terbalik dengan ketenangan di permukaan, hati Ryoko penuh dengan rasa was-was dan ragu.

"Kawanan Yeti mengirimkan sihir pada Koloni Sphinx yang menyebabkan perlindungan terpecah. Beberapa di antara kami terpaksa harus berurusan dengan manusia dan sebagian yang lain dibantai Para Pemburu. Seperti kamu tahu, Koloni kami tidak memiliki Penjaga seperti kakakmu."

Para Sphinx terkesiap kaget ketika mendengar ucapan Sang Pemimpin, yang juga terkejut. Mereka pasti tidak bermaksud untuk mengungkapkan maksud kedatangan. Entah bagaimana, rasanya mereka tidak bisa membohongi gadis kecil yang berdiri dengan mantel berbulu berwarna cokelat tua.

"Di mana anggota koloni yang lain?" tanya Ryoko lagi. Pandangan mata sang Sphinx meredup lalu hening yang cukup lama tercipta. Ryoko baru saja akan bersuara bahwa tidak apa jika dita tidak mau menjawab, ketika sang Sphinx menatap matanya.

"Inilah koloni kami. Tujuh Sphinx tanpa penjaga."

Mendengar nada suara yang dipakai oleh sang Sphinx, tiba-tiba saja Ryoko merasakan hatinya tergores. Tidak salah lagi! Ini adalah sinyal permintaan tolong. Bagaimana bisa manusia semena-mena menghacurkan apa yang bukan milik mereka? Bagaimana bisa Para Pemburu bisa bertindak sekeji itu?

"Tunggu! Tadi katamu Yeti mengirimkan sihir. Hal itu tidak mungkin. Yeti tidak memiliki kemampuan untuk mengirimkan sihir sejauh itu. Tidakkah kamu tahu?" Ryoko menatap Suma, memohon bantuan penjelasan. Gadis itu baru setengah hari berada di antara Yeti dan informasi yang diketahuinya baru sebatas itu saja.

"Apa yang dikatakan Ryoko benar. Yeti hanya mampu melakukan sihir dalam lingkup terbatas. Itu sebabnya mereka tidak bisa meninggalkan lereng ini. Terlalu beresiko jika manusia melihat mereka." Suara Suma yang tegas membuat dengungan rendah di antara Koloni Sphinx.

Situasi yang sedikit mereda dari ketegangan membuat Ryoko mampu melihat semakin jelas. Ada sekitar enam Sphinx yang mengepung kawanan Yeti dan Suma. Mereka semua memiliki cakar seperti singa raksasa berwarna keemasan dengan sayap berwarna-warni indah.

"Ah ... begitu rupanya."

Sekali lagi terdengar suara mirip dengungan masa lalu itu. Mata cokelat gelap Ryoko bertemu dengan mata gelap Sphinx.

"Rasanya ada yang aneh. Meskipun aku bermaksud untuk membantai semua kawanan Yeti, tetapi penjelasan tadi dan keberadaanmu mengubah semuanya. Dengarkan manusia kecil! Aku akan memberi nasihat yang tidak pernah didengar oleh orang lain."

Sphinx di hadapan Ryoko mulai berpendar ganjil. Rasanya seperti ada nyanyian yang digumamkan keenam Sphinx yang masih mengepung Suma dan para Yeti. Kemudian suara yang keluar dari Sphinx membuat Ryoko terhenyak.

"Dari satu tumbuh dua. Apa yang hilang, akan muncul ketika pencarian terhenti. Apa yang kamu cari dimulai dari sebelum bilangan. Ingatlah itu!"

Rasanya seperti baru tersiram air dingin. Punggung Ryoko menegang dan matanya menatap kosong ke arah Sphinx.

"Jika suatu hari nanti segalanya terasa suram, ingatlah aku!"

Sebelum Ryoko mampu menjawab atau bertanya, Sphinx di hadapannya sudah bersiap pergi. Para Sphinx membentangkan sayap lalu terbang dalam satu arah putaran. Gerakan sayap mereka membawa serpihan-serpihan salju. Semakin lama, mereka terbang semakin tinggi. Warna pelangi di sayap mereka bagaikan simfoni pelangi yang indah. Tidak lama kemudian koloni itu sudah menghilang dari pandangan.

Anehnya, ada rasa kehilangan yang dirasakan Ryoko saat melihat kepergian para Sphinx. Dia menoleh ke arah kakaknya yang sedang berlari menghampiri. Satu tangan diulurkannya ke arah Suma. Ryoko melihat tangannya bergerak dalam bayangan samar. Dia kembali menatap Suma yang semakin dekat. Mata kakaknya menyiratkan rasa takut dan penyeselan. Hal terakhir yang di dengar Ryoko adalah teriakan Suma memanggil namanya.

*

Menulis ini tuh bikin kepingin ketemu sama Sphinx. Si makhluk gaib yang sukanya berteka-teki. 😆

In A Magic Crossroads (Completed)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن