*19: Romansa

59 15 1
                                    

[Hong Li: Sudah siap?]

[Ryoko: 15 menit lagi.]

[Hong Li: Oke, aku meluncur sekarang.]

Ryoko buru-buru mengecek penampilannya sekali lagi di depan cermin. Dia tidak suka berdandan. Jadi, dia memutuskan untuk memilih penampilan seperti biasa saja untuk rencana hari ini. Lagi pula, Hong Li bilang bahwa dia sebaiknya memakai pakaian yang paling nyaman saja. Celana jins biru, kaus kerah dilapis sweater marun, dan ankle boots hitam sudah terasa nyaman bagi Ryoko. Dia menambahkan beanie biru tua karena cuaca di luar akan sangat dingin. Dia menyambar tas punggung denim kesayangannya sebelum turun dan menunggu Hong Li di depan.

Ibu sudah berangkat pagi-pagi dan ayah Ryoko sudah beberapa hari melakukan perjalanan bisnis ke Eropa. Suma dan Jiro sepertinya masih ada di kamar masing-masing. Dia sudah bilang pada kakak-kakaknya itu bahwa Hong Li akan membawanya jalan-jalan liburan ini dan mereka tidak keberatan. Suma sendiri sudah pernah membawa pacarnya ke rumah dan mengenalkannya pada orangtua mereka. Li Shin lumayan menyenangkan dan cantik. Dia penjaga brownie. Walaupun brownie adalah makhluk pekerja keras, tapi Ryoko ragu Li Shin suka bekerja keras. Dia tampak begitu anggun dan lembut, seperti boneka porselen yang mudah pecah. Namun, Ryoko tidak bisa menghakimi. Dia baru sekali bertemu dengan Li Shin. Bisa saja pacar kakaknya itu menyimpan kejutan.

Jiro sendiri belum sepertinya belum punya pacar walaupun beberapa waktu lalu dia dekat dengan seorang gadis-bukan-penjaga. Ketika seorang penjaga jatuh cinta pada manusia biasa, prosedur yang harus dijalani sebelum akhirnya menikah atau memiliki keturunan cukup panjang dan rumit. Si penjaga harus yakin bahwa calon pasangannya itu bisa menerima kondisinya, tuntutan, serta tanggung jawab yang harus diembannya. Setelah itu, ada upacara dan sumpah khusus yang mengikat si calon pasangan tersebut agar tidak membocorkan informasi tentang penjaga dan makhluk yang dijaganya itu pada siapa pun. Di samping itu, dia juga harus siap menerima jika anak keturunan mereka kelak memiliki kemungkinan untuk menjadi penjaga pula.

Karena kerumitan itulah sebagian penjaga memilih untuk melepaskan perasaan mereka bila si calon pasangan sepertinya tidak bisa menerima kehidupan mereka, atau bahkan hidup melajang selamanya. Namun, perasaan tak dapat dipaksakan. Cinta adalah anugerah Tuhan yang suci dan tak dapat direkayasa. Tidak sedikit pula penjaga yang memilih melepaskan status serta menghapus kemampuan dan pengetahuan yang berkaitan dengan dunia kedua dan makhluk-makhluk ajaib, demi cintanya pada manusia biasa.

"Hai, Cewek. Silakan." Hong Li membukakan pintu penumpang untuk Ryoko yang tersenyum cerah.

Ryoko duduk di samping Hong Li yang mengemudikan Land Cruiser hitamnya di jalan raya yang belum terlalu ramai.

"Kakak-kakakmu belum bangun?" tanya Hong Li. Ryoko menjawab dengan gelengan.

"Dasar. Tapi aku sudah pernah bilang pada Jiro tentang rencana kita ini. Tempat-tempat yang belum pernah kamu kunjungi, dan lainnya. Jadi, jangan khawatir kalau aku akan menculik dan membawamu lari. Jiro tahu harus mencari ke mana," kelakar Hong Li.

"Memangnya kita mau ke mana, sih? Sudah berkali-kali aku tanya, tapi kamu terus saja sok rahasia. Ini kan sudah terlaksana, bilang saja lah." Ryoko berusaha membujuk Hong Li.

"Nope. Nanti unsur kejutannya hilang. Nggak asyik lagi. Yang jelas, ini akan jadi perjalanan yang panjang. Karena itu, aku sudah menyiapkan sarapan buat kamu. Pasti kamu belum sempat makan, kan?" Sejujurnya Ryoko memang belum sempat sarapan. Dia mengira bahwa Hong Li hanya akan membawanya ke sekitar kota saja dan mungkin mereka akan sarapan di gerai makanan cepat saji atau sejenisnya. Ryoko menerima roti lapis isi sayur, telur, dan daging asap yang dibawa Hong Li. Masih hangat.

"Kamu sudah makan?" tanya Ryoko.

"Sudah. Aku tadi makan sambil membuatkanmu roti lapis itu."

"Kamu bikin ini sendiri?"

"Memangnya kenapa? Itu kan cuma menyusun roti dan isinya saja. Tidak ada yang sulit. Tidak mungkin bikin kamu sakit perut. Percaya, deh." Ryoko tertawa kecil dan mulai menggigit roti lapisnya. Dia menghabiskan dua potong dalam waktu singkat.

"Enak?" tanya Hong Li. Ryoko mengangguk dengan mulut yang masih penuh.

"Ini minumnya." Hong Li mengulurkan botol minum berisi air putih pada Ryoko.

"Makasih, ya. Seharusnya aku yang siapkan semuanya," ujar Ryoko setelah meneguk setengah isi botolnya.

"Ah, ini kan cuma hal kecil. Lagipula kan memang aku yang mengajakmu. Jadi, wajar saja kalau aku yang menyiapkan perbekalan."

Ryoko memandang ke luar jendela. Mereka sudah keluar dari kota Kungram. Tidak ada lagi gedung-gedung, hanya tinggal pemukiman penduduk yang makin lama makin renggang. Mobil melaju dengan cepat tanpa hambatan. Menjelang siang, mereka sudah sampai di sebuah kota kecil yang beberapa puluh meter lebih tinggi daripada kota mereka. Hawa dingin makin menggigit walaupun matahari berada di atas kepala.

Setelah perjalanan nyaris seharian, matahari sudah condong di langit barat ketika akhirnya Hong Li benar-benar menghentikan mobilnya. Mereka berhenti di pinggir jalan yang lengang. Di sebelah kanan ada hutan pinus yang tidak terlalu rapat, dan di sebelah kiri adalah pemandangan yang menakjubkan. Di pinggir jalan beraspal itu ada beberapa meter tanah sebelum berakhir tiba-tiba menjadi sebuah tebing yang tinggi.

Hong Li mengajak Ryoko duduk di pinggiran tebing itu dengan kaki menjuntai ke bawah. Jauh di bawah kaki mereka terbentang hingga ke tepi cakrawala adalah padang rumput luas yang tak tampak ujungnya. Di tengah padang rumput itu, nyaris seperti sebuah oase di padang rumput, terdapat sebuah danau luas berwarna biru yang permukaannya sangat tenang.

"Aku pertama kali tahu tempat ini ketika berumur sepuluh tahun. Aku ikut orangtuaku menyeberang ke India. Kami berkendara berhari-hari sampai bosan. Dan ketika kami berhenti di sini, aku langsung jatuh cinta. Aku tahu aku tidak akan melupakan tempat ini dan akan kembali kemari suatu saat nanti." Hong Li bercerita. Ryoko tak berkomentar, masih terpaku pada keindahan yang terpampang di depan matanya.

"Kalian sering bepergian, ya?" tanya Ryoko akhirnya.

"Mm-hm. Saking seringnya sampai kami jarang di rumah. Setelah agak besar, orangtuaku baru bisa meninggalkanku di rumah supaya aku tidak terlalu sering bolos sekolah. Tapi mereka tetap saja sering bepergian."

"Pekerjaan orangtuamu sepertinya menyenangkan sekali, ya. Bisa membawa kalian keliling dunia. Apakah bisnismu bersama Kak Jiro nanti juga akan seperti itu?"

"Sepertinya tidak. Aku lebih suka sesuatu yang stabil. Mungkin saja bisnis kami punya koneksi di berbagai negara, tetapi kami akan mengendalikannya dari sini saja."

Ryoko dan Hong Li tinggal di tempat itu hingga matahari benar-benar terbenam. Ketika langit sudah benar-benar hitam, bintang-bintang pun bermunculan. Tak ada awan di angkasa, bulan pun tak tampak. Hanya jutaan kerlip bintang bertaburan menghiasi langit yang terhampar luas. Hong Li merebahkan badan dan meletakkan kedua tangan di belakang kepalanya. Dia memberi tanda pada Ryoko untuk melakukan hal serupa.

"Lihatlah. Luar biasa, kan? Itu galaksi bima sakti yang indah. Aku selalu penasaran apa benar ada kehidupan lain di luar sana." Hong Li berkomentar setelah Ryoko merebahkan tubuh di sebelahnya. Gadis itu kembali terpana pada keindahan alam ciptaan Tuhan yang ditunjukkan Hong Li padanya. Selain hamparan salju Himalaya tempat Suma pernah membawanya dan hijaunya hutan hujan tropis di mana makhluk ajaib yang dijaga Jiro tinggal, hal ini adalah keindahan lain yang sangat luar biasa bagi Ryoko. Terlebih lagi dengan adanya seorang pemuda yang membuat jantungnya selalu bergetar dan membuat hatinya hangat di sisi Ryoko. Rasanya tak ada lagi yang lebih diinginkan oleh Ryoko selain membekukan waktu di saat itu selamanya.

***
Haiii ... we're backkk.
Datang-datang kasih part yang baper yaaaa. Ahaha. Hari ini, Ayas akan up langsung 4 part.

Iyaaa 4 part! Sebagai permintaan maaf karena beberapa hari terakhir nggak update.

Happy reading. 😊😊

In A Magic Crossroads (Completed)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz