One Thought, One Wish

380 65 2
                                    

A/N :
Saya terharu sekaligus senang ada yang membaca cerita abal-abalan saya! Terima kasih sudah membaca dan bahkan ada yang meninggalkan bintang serta komentar. Sekali lagi terima kasih.

Saya sangat menghargai itu (kaku sekali). Ini dia saya persembahkan ch 1 dari part 2, atau lebih tepatnya ch 5. Mohon maaf kalau mengecewakan dan tidak sesuai ekspetasi kalian.

Happy Reading!

____________________________

Hinata bangun dengan perasaan lelah, kantong matanya semakin hari semakin menebal dan menghitam. Dia tidak terlalu menyukai riasan wajah, tapi dia harus memakainya untuk menghindari pertanyaan yang tidak perlu.

Kelima sekawan itu- begitulah Hinata memanggil mereka, walau sebenarnya mereka tidak terlalu akrab satu sama lain. Jika Hinata bisa membaginya menjadi 2 kelompok, maka team pertama terdiri dari Kita, Sakusa, dan Komori, lalu team kedua adalah Miya bersaudara.

Hinata bisa merasakan ketegangan yang terjadi antara Atsumu dan Sakusa. Entah itu Sakusa yang mengeluarkan kata-kata sinis andalannya atau Atsumu yang membalasnya dengan tatapan dan ucapan yang tidak kalah sinisnya. Sampai-sampai membuat Hinata meringis mendengar kata-kata kasar yang mereka lontarkan.

Dan hal itu terus berlanjut hingga mereka beranjak dewasa. Siapa yang mengira dia akan menjalin hubungan dengan manusia selama 8 tahun? Hinata bahkan menatap tidak percaya setiap kali melihat kedatangan mereka ke rumahnya.

Sekarang tinggi mereka sudah melampaui Hinata sendiri. Dia tersenyum senang sekaligus mengasihi dirinya sendiri. Bukan salahnya jika usianya berhenti di umur 15 tahun, sehingga kini pertumbuhannya juga ikut berhenti.

Kalau dulu Hinata yang menunduk dan berlutut untuk menyamakan tingginya, kini dia harus mendongak setiap kali ingin melihat anak-anak yang sudah tumbuh dewasa itu.

Hinata bisa merasakan matanya perih rasanya ingin menangis, melihat mereka tumbuh dengan sehat. Dia benar-benar seperti seorang Ibu yang membesarkan ke-5 orang anaknya seorang diri- meskipun itu hanyalah pemikiran dramatis yang dimiliki oleh Hinata.

Jam di rumahnya berdentang menunjukkan pukul 8 pagi, ini hari minggu di musim dingin pada bulan Januari. Musim dingin kali ini lebih panjang dari tahun-tahun sebelumnya. Jauh lebih dingin dan menyiksa. Tentu bukan pertanda yang baik.

Empat tahun belakangan ini, musim dingin mulai lebih awal dan berakhir lebih lama. Musim-musim lainnya seperti panas, semi, dan gugur hanya mendapat jatah tidak lebih dari dua bulan.

Hinata menatap pantulannya di depan cermin berukuran setengah tubuhnya. Dia mengambil pelembab bibir dan mengoleskannya ke bibirnya yang kering dan sedikit pecah-pecah. Ia cukup terkejut ketika menerima hadiah itu dari Kita, 3 tahun yang lalu tepatnya, dan berlanjut sampai saat ini.

Ketika Kita memperhatikan bahwa ia memakai pelembab bibir yang diberikan olehnya, dia tiba-tiba bertanya. "Apa kau suka dengan aromanya, Hinata-san?"

Hinata menganggukan kepalanya, "wanginya harum sekali, terutama yang strawberry, aku selalu ingin nyaris memakannya kalau tidak ingat bahwa itu bukan makanan." Canda Hinata, dia tertawa kecil ketika mengatakan hal itu.

Kita tersenyum tipis mendengarnya, "aku akan membawa lebih banyak lain kali." Batin Kita, di dalam hatinya seperti timbul percikan api, sedikit membara tapi tidak menyakitkan. Perasaan ini sama seperti ketika dia belajar banyak hal dari neneknya. Kita menjilat bibir bawahnya yang mendadak terasa kering. "Aku ingin merasakan hal itu lagi."

Lama Hinata bercermin memperbaiki tatanan rambut panjangnya dalam wujud perempuannya, hingga ia tidak menyadari seseorang sudah berdiri tepat di belakangnya. Sosok yang tidak asing dan mau tidak mau Hinata harus mengakui bahwa dia sangat tampan di balik pantulan cermin miliknya, bahkan setelah ia mewarnai rambutnya menjadi pirang. Sakusa sering menyebutnya sebagai pirang palsu.

Evil and GoodWhere stories live. Discover now