Forever

391 52 10
                                    

Discalimer : Haikyuu! Furudate Haruichi

Warning : Isinya fluff SakuHina, tidak terlalu yakin apa fluffnya dapat tapi...

Happy reading!
____________________________

Pernah beberapa kali Hinata merenung di depan cermin, dia tidak melakukan apa-apa kecuali menatap pantulan dirinya sendiri.

Empat tahun telah berlalu dan tidak ada yang berubah secara signifikan. Hinata memimpikan dirinya yang menua—penuh keriput, layu, dan sudah tidak cantik lagi. Sebenarnya Hinata tidak takut akan kematian, tapi memimpikan dirimu sendiri di balik pantulan cermin menjadi tua dan renta...

Itu berada di luar keinginan Hinata.

Dia sudah hidup selama setengah abad lebih, dan tidak ada tanda-tanda penuaan sama sekali. Jadi kenapa dia bermimpi seperti itu?

Hinata membalikkan tubuhnya ke samping, melihat Sakusa yang masih tertidur lelap dengan sebelah tangannya yang memeluk bahunya. Bahkan dalam tidurnya Sakusa tetap tampan seperti biasanya.

Sering kali Hinata menganggap kalau Sakusa bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dibandingkan dengannya. Ada ratusan atau mungkin ribuan gadis cantik yang mengantri untuk menjadi pendamping hidupnya.

Tapi di sini Sakusa seperti terbutakan olehnya dan memberikan apapun untuknya tanpa bertanya dua kali. Anehnya, Hinata merasa seperti orang jahat yang memerdayai Sakusa. Sering kali ia berharap melihat raut wajah penyesalan Sakusa dan memintanya untuk pergi.

Dan hal itu tidak terjadi—yang ada Sakusa menampilkan ekspresi lembut dan senyuman tipis setiap kali melihat Hinata. Seolah-olah Hinata adalah dunianya, pusat gravitasi yang akan selalu menariknya mendekat tanpa mampu melawannya.

Hinata melewatkan satu malam lagi tanpa tidur. Ia meringkuk semakin mendekatkan tubuhnya dengan Sakusa dan menenggelamkan kepalanya di dadanya—merasakan detakan jantungnya yang seperti melodi di telinga Hinata.

"Aku sudah menyukaimu sejak pertama kali melihatmu, Shoyo."

Hinata mendongakkan kepalanya kaku, mengirimkan tatapan tajam untuk Sakusa. "Sudah berapa lama kau terbangun?"

Sakusa menunduk dan mengecup puncak kepalanya, "baru saja."

"Tidak bisa tidur lagi?"

"Aku sudah terbiasa, jadi antara tidur dan tidak tidur bukan masalah besar bagiku." Hinata tersenyum meyakinkan Sakusa untuk tertidur kembali. Tapi, Sakusa berpura-pura tidak melihat senyuman itu dan semakin menguburkan hidungnya ke dalam ceruk leher Hinata dan menghirup aromanya yang manis.

"Kau butuh tidur, Omi-san." Sakusa tidak menanggapinya dan semakin mengeratkan pelukannya. Sakusa pernah menawarkan Hinata untuk pergi dari kota ini dan tinggal jauh—jauh dari keramaian dan hiruk pikuk manusia. Tapi Hinata menolaknya dengan alasan, "tinggal dekat dengan manusia tidak seburuk itu."

Awalnya Sakusa mengira insomnia Hinata dikarenakan ia tidak terbiasa tinggal di kediamannya yang luas ini, bersama dengan beberapa pelayan yang senantiasa menemaninya dan memenuhi kebutuhannya.

Namun, kemudian Sakusa menyadari bukan itu penyebabnya. Hinata penuh dengan teka-teki, dia seperti misteri dunia yang tidak terpecahkan.

Terkadang Sakusa merasa Hinata begitu jauh dan tidak terjangkau. Seberapa dekat raga Hinata melekat padanya semakin ia merasakan bahwa Hinata semakin menjauh.

Tempatmu di sini bersama denganku. Kata-kata itu tertahan di ujung lidah Sakusa.

Tiba-tiba Hinata menarik dirinya menjauh, menunjukkan ekspresi kesal yang terlihat imut di mata Sakusa. "Pejamkan matamu dan tidur kembali, Omi-san, ini baru pukul 2 pagi." Seru Hinata dia sedikit menaikkan nada oktaf suaranya.

Evil and GoodWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu