7. Pola Asuh Anak

15 4 1
                                    

Dikutip dari Kompas Lifestyle, setidaknya ada 4 jenis pola asuh orangtua terhadap anak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dikutip dari Kompas Lifestyle, setidaknya ada 4 jenis pola asuh orangtua terhadap anak. Keempat pola asuh tersebut adalah 1) pola asuh permisif, 2) pola asuh otoritatif/demokratis, 3) pola asuh otoriter, dan 4) pola asuh yang tidak terlibat.

1. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif dapat disebut sebagai pola asuh yang toleran atau penuh kesabaran. Ciri-ciri gaya pengasuhan ini adalah memiliki beberapa aturan atau standar perilaku.

2. Pola asuh otoritatif/demokratis

Gaya pengasuhan ini dikenal juga dengan pola asuh demokratis, di mana orangtua dana nak selalu bicara bersama untuk mendapatkan sebuah solusi bagi kedua pihak. Pola asuh seperti ini mendorong anak untuk berani berpendapat dan percaya diri.

3. Pola asuh otoriter

Gaya pengasuhan ini ditandai dengan aturan orangtua yang kaku dan harapan tinggi untuk diikuti anak tanpa syarat. Karakteristik gaya pengasuhan seperti ini umumnya orangtua memiliki aturan yang ketat, sangat menuntut tetapi tidak responsif, dan tidak memberi anak-anak pilihan.

4. Pola asuh yang tidak terlibat

Pola asuh yang tidak terlibat atau pola asuh yang tidak diperhatikan adalah gaya pengasuhan yang paling berbahaya. Dalam gaya pengasuhan seperti ini, orangtua abai dan tidak memenuhi kebutuhan anak-anak mereka, baik fisik maupun psikis. Orangtua berharap anak-anak bisa membesarkan diri mereka sendiri.

Dari keempat pola asuh di atas, pola asuh otoritatif atau demokratis dianggap sebagai pola asuh paling ideal untuk diterapkan kepada anak. Namun, pada tulisan ini, pembahasan akan difokuskan pada pola asuh yang ketiga, yakni pola asuh otoriter.

Mengutip dari very well mind dalam artikel yang diterbitkan cnn Indonesia, orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter ini menuntut annak untuk selalu mengikuti aturan ketat yang ditetapkan. Kegagalan dalam mengikuti aturan akan berujung pada hukuman, baik hukuman fisik ataupun hukuman psikis.

Lebih lanjut, tuntutan tinggi yang diajukan orangtua pada anak tidak sebanding dengan respons yang diberika kepada anak. Orangtua cenderung berharap agar si buah hati berperilaku baik dan tidak membuat satupun kesalahan.

Diana Baumrind, sorang psikolog yang meneliti tentang pola asuh dengan melibatkan 100 orang anak, menemukan bahwa anak yang dididik dengan pola asuh otoriter ini akan tumbuh menjadi anak yang patuh dan cakap. Namun sayangnya, meski cakap, anak cenderung menjadi pribadi yang tidak bahagia, tidak memiliki kemampuan social, dan memiliki harga diri yang rendah. Selain itu, anak akan merasa bahwa ia tidak bisa menentukan keputusan sendiri sera takutu untuk mencooba hal-hal baru.

Menurut study yang dilakukan oleh para ahli dari University College London, anak yang sejak kecil dikontrol kehidupannya memiliki kesehatan mental yang rendah. Bahkan lebih lanjut dikatakan bahwa efek jangka panjangnya serupa dengan kondisi mental orang yang pernah ditinggal oleh seorang yang dekat dengannya.

Pola asuh otoriter memang sah-sah sajaj diterapkan. Menurut beberapa ahli, pola asuh ini mungkin tepat diterapkan pada anak yang memiliki masalah perilaku. Misalnya yang berkaitan dengan jam malam. Namun, dikuar dari masalah jam malam tersebut, orangtua bisa menerapkan polal asuh yang dinilai lebih baik untuk perkembangan anak. Dengan kata lain, mengombinasikan pola asuh.

Setiap orangtua tentu saja memiliki keinginan yang sama, yakni bisa menerapkan pola asuh yang terbaik untuk anaknya sejak dini. Oleh karena itu, orangtua perlu belajar terus menerus. 

 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

been thinking what to write ... and ... yeah, here it is. 😀😬

[30 Oktober 2020]

Jadi, Apa yang Kau Tulis Selagi Memikirkanku?Where stories live. Discover now