18

33.7K 10.1K 6.2K
                                    

"Asahi... mau curhat," panggil Junkyu dengan bibir melengkung ke bawah.

Asahi tak menyahut. Ya namanya Asahi, pasti diam saja tapi mendengarkan.

"Gue mimpi buruk..."

"Hmm?"

"Gue takut... di mimpi kalian semua mati di depan mata gue sendiri. Gue takut, gue gak mau."

Diam, itu yang Asahi lakukan. Matanya memandang lurus Junkyu yang asik memainkan kuku jarinya, tatapannya terlihat sendu, seperti tak semangat hidup.

"Gue gak tau harus percaya siapa, Jihoon juga mencurigakan kayak yang lain. Lo orang baik kan, Asahi?"

"Iya... tenang aja."

Tidak, Asahi belum bisa dipercaya sebelum ada yang bisa dibuktikan kalau dia memang baik. Karena semakin kesini, semuanya terlihat mencurigakan.

"Asahi..."

"Apa?"

Kepala Junkyu menunduk, tak berani berkontak mata. "Gue... aneh ya?"

Asahi mengernyit. "Maksudnya?"

"Kalian sebenernya terima gue... atau engga?"

Otak Asahi langsung paham kemana arah pembicarannya. "Kita semua terima lo, siapa yang bilang kita gak terima?"

Junkyu semakin menunduk. "Jihoon..." gumamnya pelan, nyaris tak bersuara.

"Jangan kehasut."

Kepala Junkyu langsung mendongak begitu mendengarnya. Ekspresi wajah Asahi berubah, terlihat memperingatkan.

"Dia juga mencurigakan, hati-hati sama dia."

"Tapi Jihoon baik sama gue kok..."

"Gak juga." Asahi mengedikkan bahunya. Apa maksudnya? Apa dia tahu sesuatu tentang Jihoon? Dari gelagatnya sih iya, tapi apa yang dia ketahui?

"Kayaknya... gue emang aneh deh, hehehe," kekehnya terdengar ingin menangis.

"Jangan gitu."

"Tapi gue emang aneh, Asahi. Banyak orang yang gak suka sama sifat gue, bahkan banyak yang ngira kalau gue pasien rumah sakit jiwa..."

"Lo gak aneh, lo unik. Gue terima lo apa adanya, justru gue suka sama sifat lo yang jujur dan selalu ceria. Gak usah peduliin yang lain, kalau ada yang gak suka sama lo, itu tandanya mereka belum bisa ngertiin lo luar dalam," ujar Asahi panjang lebar, membuat Junkyu membeku.

"Asahi...." Junkyu sampai tidak bisa berkata-kata, air mulai menggenang di matanya. Hatinya menghangat, dia senang sekali.

"Gak apa-apa, cowok nangis bukan berarti lemah," ucap Asahi disertai senyuman manisnya, senyuman yang jarang sekali ia tunjukkan.












































































"Kita harus gimana? Turun ke bawah bawa mayatnya ke atas?" Tanya Haruto frustasi. Dia mau sih, tapi bagaimana caranya?

"Telpon polisi," suruh Yoshi bersiap untuk turun ke dasar jurang.

"Gila lo, yang ada lo ikutan mati kalau ke bawah."

"Gue gak bakal mati segampang itu."

Haruto menganga, jadi Yoshi tidak mudah mati, gitu? Wah, manusia ajaib. Berarti... Yoshi akan sulit dibunuh dong?

Wah, informasi yang menarik.

"Lo jaga disini ya, kalau ada apa-apa panggil gue," kata Yoshi sebelum turun pelan-pelan sambil berpegangan ke pohon supaya tidak kepeleset.

Sesampainya di bawah, Yoshi mendongak ke atas. Dapat dia lihat Haruto sedang celingak-celinguk ke sekitar, sepertinya untuk memastikan tidak ada orang sembari menghubungi polisi.

Pandangannya berpindah ke bawah, ke tubuh Jaehyuk yang tak bergerak. Yoshi berjongkok, memegang nadi dan memeriksa nafasnya. Semuanya berhenti.

Yoshi tercekat, dia harus kembali ke atas dengan segera. Badan Jaehyuk ia angkat, ia gendong di pundaknya.

Matanya terpejam sesaat, sebelum terbuka lebar, bersamaan dengan berubahnya warna pupil matanya. Ia mendongak, melompat tinggi ke atas dengan lincah tanpa ada kesulitan sedikitpun.




















































Disinilah Yoonbin berada, di rumah teman lamanya yang penuh tumbuhan entah apa namanya. Rumahnya bersih, tapi banyak barang berserakan di lantai.

"Sorry lama, ternyata nyelip di belakang lemari."

Temannya datang membawa sebuah buku tebal bersampul merah. Buku tersebut diletakkan ke meja, dibuka lebar-lebar menunjukkan halaman dimana ada foto badut terpampang jelas disana.

"Badut ini, kan?"

"Iya..."

Temannya itu duduk di seberangnya, membuka halaman selanjutnya. "Badut ini bukan badut biasa, dia dipanggil untuk jalanin tugas. Sejak dulu memang ada, tapi baru kali ini gue denger kalau badut itu gak mempan dibacain doa."

"Menurut lo, dia diituin gak?"

"Iya, manusia biasa mana ngerti begituan."

"Pantesan salah satu temen gue sering periksa badut itu setiap dia muncul."

Pemuda dengan kemampuan ajaibnya itu mengetuk-ngetuk meja di depannya. "Temen lo punya kemampuan sama kayak lo?"

Yoonbin mengangguk. "Iya."

"Kalau menurut perkiraan gue, gak deh, Bin. Dia jauh lebih hebat dari yang lo kira. Bentar, coba gue liat foto temen yang lo maksud."

Yoonbin mengeluarkan ponselnya, membuka isi galerinya mencari foto orang yang dimaksud. Begitu ketemu, langsung saja ia tunjukkan.

Temannya itu terkejut. Sontak saja dia berlari ke kamarnya, mengejutkan Yoonbin yang tak tahu apa-apa. Temannya itu kembali membawa buku tebal lainnya, kali ini cover depannya berukiran kelelawar dan bintang berwarna hitam.

Halaman demi halaman ia buka, sampai akhirnya foto seseorang terpampang jelas di buku tersebut. Yoonbin terbelalak, i-ini kan...

"Lo liat ini," kata temannya itu, menunjuk tulisan bercetak miring di bawah foto tersebut.











Kanemoto Yoshinori  (1920)





Dan Yoonbin pun speechless, syok.

Clown | Treasure ✓Where stories live. Discover now