Aku Sudah Dewasa

98 72 8
                                    

Apa yang mencerminkan jika dirimu sudah dianggap dewasa? bukankah usia bukan jaminan bagi kedewasaan seseorang. Karena boleh jadi usia terus bertambah, tetapi pola pikir masih seperti bocah.

Aku? aku nggak tau, apakah aku sudah dianggap dewasa atau belum. Ku rasa aku masih belum dewasa, tetapi ada sebuah usaha yang sedang ku usahakan untuk mencapai kata itu. Usia yang berjalan berbanding lurus dengan pola pikir dan gaya hidup seseorang.

Tahun depan, genap usiaku berkepala dua. Itu artinya, secara usia aku bukan lagi seorang gadis remaja. Tetapi wanita dewasa yang telah siap menikah? ralat, aku belum siap menikah. Tetapi, jodoh siapa yang tau? kalo ada yang mau serius, dan disambut baik kedua belah pihak, kenapa tidak?

Kembali lagi ke topik. Dewasa bagi kalian yang seperti apa?
Apa kalian pikir mereka yang sudah berkeluarga sudah pasti dewasa? ku rasa tidak.
Menikah jika hanya karena ego semata dan berlandaskan cinta, ku rasa masih belum cukup dalam memulai dalam membina rumah tangga.

Kembali ke aku. Aku nggak tau bagaimana presepsi orang terhadap diriku di masa lalu, kini, dan di masa yang akan datang. Karena setiap orang pasti memiliki sudut pandangnya sendiri, bukan?

Dari keluarga Ayah, aku dinilai cukup sopan, tidak banyak bicara. Di keluarga Ibu aku dibilang cukup pandai dan pendiam. Di mata teman-temanku aku terkesan cuek tidak banyak bicara. Di mata Nenek, aku paling cantik dan sempurna. Di mata orang tua, aku hanyalah anak kecil mereka yang tidak pernah dewasa. Di mata sahabat, aku tipe anak yang paling menyebalkan, cerewet, banyak tingkah. Di depan calon pasangan? ..., sudahlah lupakan.

Tapi dibalik itu semua, siapa yang benar-benar mengerti diriku jika bukan hanya aku dan Tuhan yang tau. Semua punya porsinya masing-masing, kan? aku bisa manja di tempat yang tepat, aku bisa formal, aku bisa tertawa lepas, dan bercerita semua permasalahan, aku juga bisa sedih. Bukankah itu semua normal?

Aku berpandangan, menangis bukan berarti aku lemah. Aku menangis karena aku juga lah manusia biasa. Aku juga pernah lelah, pernah sempat menyerah. Pernah jadi manusia sabar, pernah juga hampir makan orang. Apa yang salah?

Ku rasa ini bukan hanya sekadar proses kedewasaan. Lebih daripada itu. Ini bukan tentang terlalu mudah dalam berkamuflase, dengan mudahnya berganti peran dengan topeng yang berbeda dalam pagelaran, bukan. Ku rasa ini hanya cara pandang kita yang terkadang salah, dan menganggap semua itu hanyalah tipuan.

Sedewasa apapun seseorang, aku yakin ada fasenya mereka akan goblok juga. Salah dalam berpikir, salah dalam bertindak, itu semua manusiawi.

Di fase mana kalian sekarang?

1. Malas berpacaran, tapi suka iri jika teman punya gandengan? (Sandal aja sepasang, masa kamu sendirian?)
2. Suka mikir kalo mau belanjakan uang, karena ada hal penting yang lebih di prioritaskan.
3. Teman kalian perlahan hilang, hanya beberapa yang masih kumpul karena mungkin sudah mengenal lebih lama.
4. Nggak suka basa-basi, dan lebih memilih buat sendiri.
5. Ada lagi, yang lain?

He em, aku juga. Enggak tau kenapa bisa begitu. Kadang aku juga bertanya pada diri sendiri, kenapa aku jadi begini? sejak kapan?

Ku rasa ini perihal waktu, dan temu. Lingkungan kita, pertemuan dengan orang-orang yang cukup baik memberikan kita pelajaran hidup. Di mana kadang ada saja perselisihan, permasalahan, yang pada akhirnya membawa kita dalam pendewasaan.

Karena terkadang, rasa sakit yang pernah hadir dalam kehidupan, perlahan akan menjelaskan atas apa yang pernah menjadi perjalanan. Sekarang aku percaya, jika senyuman ada kalanya bias dan kepura-puraan. Namun, terkadang juga tulus dari lubuk hati yang paling dalam.

Dear Mahasiswa, apa kabar kalian?
-Antartika.

UNIVERSITY Where stories live. Discover now