14. Jidi's

315 39 12
                                    

Terlambat. Kecewa pada diri sendiri. Mendeklarasi diri jika ia membenci. Tangisan tanpa suara tidak bisa ia tahan lama lagi.

Rahangnya mengeras menatap sosok rapuh tergelatak dilantai tak sadarkan diri.

Ada benda tajam didekatnya. Sebuah gunting. Helai rambut halusnya kini berserakan memenuhi lantai.

Tanpa peduli akan yang lain, ia dengan gagah mengangkat tubuh ringkih itu dalam gendongan. Berujar dingin pada beberapa maid rumah untuk menyiapkan mobil.

Deru nafasnya masih terasa, Daniel benafas lega  barang sejenak.

Walau rasa khawatirnya kini sudah tidak bisa ia sembunyikan. Duduk gelisah dikursi tunggu, menanti lampu penanda dokter sedang bekerja untuk cepat meredup.

Daniel menggigil ditempat. Perasaan aneh ini terus menyerang.

Bendungan pada menoloidnya terbentuk.

Berteriak dalam batin. Daniel tidak bisa menahan semua rasa yang ia tahan selama ini.

Daniel menangis.

Jihoon membuatnya menangis setelah terakhir kali ia menangisi ibu kandungnya.

"aku..tidak membencimu huhh a-aku aku hanya huhh yatuhan apa yang aku lewatkan selama ini?!! Argh sial!"

Ia terus meraung dengan kepala tertunduk. Hingga derap kaki terburu mendekatinya, berseragam khusus. Jas putih. Seorang dokter.

"perkenalkan aku Hwang Minhyun." Daniel menengadah, alisnya menekuk.

Ia tidak kenal.

"aku dokter yang menangani kesehatan Jihoon 1 tahun lebih belakangan ini." ujarnya.

"1 tahun lebih? Apa maksudmu?!!"

"dimana orang tua kalian? Ada hal yang harus aku bahas."

"bicara saja padaku brengsek!" gumam Daniel, matanya merah ada gejolak yang ia tahan sehingga urat dileher timbul dengan sendirinya.

"maaf, bisa beri aku nomor ponsel orangtua kalian? Ini sangat mendesak."

"bicara—!"

"Daniel?!" suara berat itu sudah datang bersamaan dengan wanita cantik ibu dari Jihoon dengan keadaan berantakan.

Mata cantik itu memerah, Daniel menatap keduanya. Tubuhnya sedikit linglung. Membiarkan sang dokter membawa orangtuanya pergi dari sana menuju ke ruangan sang dokter.

Kaki jenjangnya bergerak, dadanya sesak. Lalu kaca tebal menampakkan seseorang yang terbaring di sana. Banyak selang yang terpasang.

Banyak alat, Daniel lagi-lagi mengerutkan dahinya tidak mengerti.

Fokusnya ada pada kupluk.

Kupluk abu-abu, lebih dari itu. Daniel tidak bodoh untuk yang satu ini.

"itu tidak mungkin." lirihnya. Tangannya menapak pada kaca, menipis jarak. Matanya menajam untuk memastikan.

"kau bercanda. Ji-Jihoon...tidak, ini tidak lucu! Kang Jihoon!!!!" pekiknya menggema.

Seolah diri tidak menapak setelah menyadarinya, Daniel berlutut tidak berdaya didepan ruangan. Kepala tertunduk dalam.

Tubuh besarnya sedikit bergetar.

Perlakuan dan perkataan kejamnya melintas. Betapa tajamnya kalimat yang terus ia berikan pada Jihoon hingga pemuda manis itu selalu menangis dalam diam. Banyak hal kejam lainnya yang tidak bisa ia ceritakan.

Kenangan buruk yang selalu terlintas. Melontarkan kata benci.

Tidak ingin terjatuh terlalu dalam pada perasaan salah yang entah kapan masuk kedalam relung hati, yang pasti, Daniel menyesal setengah mati.

Nothin' Without You (NIELWINK/PANWINK)√Donde viven las historias. Descúbrelo ahora