16. Daniel's

308 34 0
                                    

Nyerti menerpa, menyesakkan dada. Erangannya yang pilu tak bisa ditahan.

Deru nafasku tanpa sadar kini memberat. Melotot pada terapi yang dijalankannya dengan berat. Ibu dan ayah keluar, ibu tidak bisa menatap anaknya yang kesakitan seperti ini.

Siapa yang tega mendengar jeritan kesakitan dari orang kesayangan hm? Tidak ada yang bisa mendengarkannya.

Jangankan mendengar, untuk melihatnya aku tidak sanggup.

Tapi aku memaksa. Melihat tanpa terlewatkan sesi terapinya yang juga menyerangku rasa sakit itu sendiri.

Wajahnya merah, mengerang untuk kesekian kalinya. Aku...tidak sanggup.

Aku menggenggam jari kurusnya untuk ditautkan denganku. Memberitahukan padanya aku bersamanya saat ini.

Nafasku memendek. Pandanganku juga sudah mengabur, tanpa menunggu dokter keluar dari ruangan setelah mengatakan terapinya selesai, aku menjatuhkan kepala ditepian kasur tempatnya berbaring.

Air mataku, jatuh. Lagi dan lagi.

Tidak melepaskan jarinya, aku mengecup punggung tangannya beberapa kali.

"bertahanlah," lirihku tidak berdaya meliriknya yang masih mengatur nafasnya.

Dokter mengatakan tumornya sudah meluas. Ada opsi yang menganjurkan untuk pengangkatan tumornya, itu sangat bahaya. Tumornya bersarang ditempat yang begitu sangat fatal jika berdekatan dengan saraf penting dari seluruh tubuh.

Masih banyak keyakinan yang mengatakan untuk menyuruhnya terapi, mencegah kejadian buruk jika memaksa untuk pengangkatan tumor dengan operasi.

Ayah dan ibu tidak ingin ambil resiko. Begitupun aku.

Dia harus sembuh!

Menemaninya dan mendorongnya untuk terus bertahan, aku tidak akan meninggalkannya seorang diri.

Maafkan aku, Jihoon.

Orang bodoh ini menyesal sudah melewatkan beberapa hal begitu saja. Ya tuhan.

"Hyung," panggilnya begitu menyesakkanku.

Suaranya yang merdu perlahan berubah lirih, sangat lirih. Aku menyesali tidak mendengarkan suaranya dahulu.

Dengan cepat aku mengusap mataku, fokusku kembali lalu tersenyum memandangnya.

"hyung ingat jika hyung ingin membawaku jalan-jalan, kan?" serunya menoleh padaku, genggamannya yang tidak bisa dia eratkan aku ambil alih. Mengangguk, aku mengiyakan.

"bawa..aku sekarang."

Sekarang? Keadaan tidak memperbolehkan jelas saja. Dia masih butuh istirahat di sini. Dia masih butuh perawatan, kondisinya tidaklah stabil. Dengan dia yang seakan ingin mengeluarkan sesuatu dalam perutnya, aku dengan cepat mengambil baskom yang tersedia didekatku untuk aku serahkan padanya.

Ini efek samping dari terapinya yang baru saja dia jalani.

"tidak Jihoon-ah, cukup istirahat saja ya? Hyung akan membawamu kalau sudah sembuh. Hyung janji,"

Ku lihat dia menggeleng ribut setelah menjatuhkan tubuhnya kembali diatas tempat tidurnya. Nafasnya begitu cepat untuk mengais udara, seolah lelah dia mengeluarkan isi perutnya, itu pasti membutuhkan tenaga besar baginya yang sedikit tidak baik saat ini.

"mau sekarang hyung."

Mendengar pintu terbuka, ayah dan ibu menghampiriku. Ibu juga sudah sedikit tenang untuk sekarang. Aku masih diam, dia menanti jawabanku.

Menatap lama padanya. Aku memberi ruang sebentar bagi ibu dan ayah. Sementara aku memilih bersandar pada dinding, mencerna maksud dari permintaannya barusan.

Nothin' Without You (NIELWINK/PANWINK)√Where stories live. Discover now