21

183 14 0
                                    

Bian sudah sampai di sekolah. Ia segera berjalan menuju kelas Rani untuk memberikan cokelat ini. Suasana sekolah masih sangat sepi, tetapi Bian heran. Di dalam kelas Rani sepertinya sudah ada orang. Bian membuka pintu, ternyata Rani sudah ada di dalam kelasnya.

"Mau ngapain lo kesini?" tanya Rani cuek.

"Mau ngasih ini untuk tuan puteri," jawab Bian sembari menyodorkan sebatang cokelat dan bunga.

"Buat siapa?"

Bian berdecak. "Buat lo lah, masa iya buat teman-teman lo. Tolong diterima ya, sampai bertemu di cokelat selanjutnya," ucap Bian lalu melengang pergi.

Rani membawa cokelat itu ke bangkunya. Tangannya meraih surat berwarna merah muda nan harum itu. Rani membuka surat dan mulai membacanya.

Halo, selamat pagi tuan puteri.

Gimana hari ini? Harus semangat ya. Jangan lupa makan dan nggak boleh telat. Gue nggak mau lo sakit.
Btw, suka nggak sama cokelat kedua ini? Gue masih punya stok satu truck cokelat buat lo.

Jadi, jangan bosan ya. Sampai jumpa di cokelat selanjutnya.

Rani tertawa kecil. Surat yang ditulis Bian itu sangat membuat perutnya geli. Ia tidak percaya jika Bian bisa narsis seperti ini. Tapi disisi lain Rani juga kesal dengan Bian, mengapa ia tidak berhenti mengganggu hidupnya?

Pandangan Rani beralih kepada ponselnya yang berbunyi. Ternyata ada pesan masuk dari Irfan yang memberi tahu jika ia tidak bisa menjemput Rani.

"Cie, dapat cokelat lagi. Gue mau dong. Boleh ya buat gue?" ucap Emil dengan menatap Rani.

"Nggak, ini punya gue," jawab Rani.

"Iya deh iya. Cokelatnya kan dari Bian, pantes gue nggak boleh makan," ledek Emil.

Rani hanya diam lalu kembali fokus ke layar ponselnya.

Bian sedang duduk di pinggir lapangan. Starlight akan menjalani pertandingan antar sekolah. Salah satu lawan terberat mereka adalah SMA Raspati. Walaupun berat, Bian ingin segera bertanding dengan SMA Raspati dan mengalahkan Irfan itu.

"Berapa minggu lagi kita bakal lawan Raspati. Gue jadi nggak sabar," ucap Bian kepada Gandi.

Gandi meneguk air mineralnya. "Tumben banget lo semangat lawan Raspati. Biasanya mah sama aja."

"Gue semangat karena Rani. Gue pengen dia lihat gue ngalahin pacarnya yang pengecut itu. Semoga aja kita bisa menang telak nantinya," ucap Bian optimis.

Farel tertawa kecil. "Emangnya Rani mau ngelihat lo tanding?"

Bian terdiam sejenak. Benar apa yang diucapkan Farel. Rani tidak akan mendukung dirinya dan lebih mendukung pacarnya. Apakah Bian harus meminta Rani untuk mendukung penuh starlight dan dirinya?

"Gue akan minta Rani untuk dukung gue."

Dafa, Farel, dan Gandi menatap ke arah Bian secara bersamaan.

"Semoga beruntung ya," ucap Dafa sembari menepuk pundak Bian.

Bian melihat kelas Rani dari kejauhan. Banyak siswa dan siswi yang keluar dari kelas sambil membawa tas. Tanpa berpikir panjang, Bian langsung berjalan mendekat ke arah kelas Rani.

Rani sedang mengumpulkan tugas di meja guru. Setelah selesai, ia langsung berjalan keluar dari kelas menuju gerbang sekolah. Tetapi langkahnya terhenti ketika melihat sosok Bian yang berdiri tegap di depan kelasnya.

"Ngapain lo kesini? Nggak bosen ketemu sama gue terus?" tanya Rani sinis.

Bian tertawa. "Bosen? Nggak ada kata bosen kalau lihat wajah cantik nona."

"Hm."

"Btw, beberapa minggu lagi starlight bakal tanding lawan SMA Raspati. Lo harus dukung starlight, khususnya gue. Ya?" ucap Bian menatap Rani dengan ekspresi memohon.

"Iya ajalah biar cepet," balas Rani lalu pergi.

"Jadi gimana? Dukung gue, kan?" teriak Bian ke arah Rani yang pergi menjauh dari dirinya. "Gue suka nih cewek kayak gini, penuh tantangan untuk mendapat hatinya," sambungnya lalu berjalan pergi.

****

Hari yang ditunggu-tunggu Bian telah tiba. Kini semua murid SMA Kertajaya berkumpul di lapangan untuk melihat pertandingan antara SMA Kertajaya VS SMA Raspati.

Rani berjalan mendekat ke arah lapangan bersama teman-temannya. Ia duduk di tepi lapangan untuk mendukung Irfan. Matanya terus tertuju pada Irfan yang sedang merebut bola dari tangan Bian.

"Semangat Irfan!" ucap Rani.

Refleks Bian menoleh ke arah Rani. Ia tidak suka mendengar Rani menyemangati Irfan.

"Fokus!" ucap Gandi dengan menepuk pundak Bian.

Pertandingan berakhir dengan skor yang sangat tipis. Bian mengusap rambutnya gusar. Poin starlight dan raspati berbeda jauh. Pertandingan hari ini tidak sesuai dengan ekspetasi Bian yang bisa mengalahkan Irfan dengan skor telak.

"Makanya jangan banyak gaya, kalah juga kan akhirnya," ucap Irfan.

Bian berusaha untuk tidak terpancing dengan ucapan Irfan. Langkah kakinya berjalan menuju ruang ganti dan meninggalkan teman-temannya di lapangan.

"Kenapa sih nggak fokus lagi?" tanya Dafa yang tiba-tiba datang.

"Padahal tadi umpan dari Gandi udah bagus banget dan lo tinggal lompat untuk masukin bola ke ring. Gue tahu tim kita nggak kompak, banyak miss komunikasi. Tapi gue nggak rela starlight kalah gara-gara cewek," ucap Farel.

Bian memutar bola matanya. Ia mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Farel. Ya, Farel benar. Seharusnya dia tidak mencampurkan urusan percintaan dan pertandingan.

"Gue minta maaf karena gue starlight harus menerima kekalahan," kata Bian.

"It's ok. Tapi pertandingan besok lo harus lebih fokus dan usir Rani jauh-jauh dari pikiran lo." Bian mengangguk.

Irfan tersenyum bahagia karena berhasil mengalahkan Bian dan teman-temannya. Ia sangat puas karena bisa merebut kemenangan serta merebut gadis yang disukai Bian akhir-akhir ini. Tapi, Irfan belum sepenuhnya puas. Ia harus membuat Bian menderita.

"Cie menang nih. Selamat ya," ucap Rani lalu memberikan sebuah air mineral ke arah Irfan.

Irfan tersenyum. "Makasih karena lo udah mau lihat dan dukung gue. Gue sayang banget sama lo, Rani."

"Gue juga sayang sama lo."

Irfan merangkul Rani hingga menuju kantin. Bian menatap mereka sangat muak. Rasanya ingin melempar dengan botol.

****

Hari-hari terus berlalu. Hari ini tidak ada sebatang cokelat dan setangkai mawar di meja Rani. Ia bingung, apakah Bian sudah berhenti mengejar dirinya?

Bian sengaja tidak memberi cokelat lagi kepada Rani. Ia ingin lebih fokus kepada pertandingan hingga gelaran turnamen ini selesai. Bian akan mulai memberi Rani cokelat seusai gelaran turnamen nanti sekaligus ia ingin menyatakan perasaannya di depan orang banyak.

"Tunggu aja, lo pasti luluh sama gue," ucap Bian sembari tersenyum.



Chapter 21 sudah selesai. Makasih yang udah baca cerita ini ya. Jangan lupa vote, komen, dan share supaya cerita ini semakin banyak yang baca.

Bantu Bian dan Rani dapat 200 orang pembaca ya, thank you ^^

--Happy Reading ❤--

BIANTARA [Completed] ✔Where stories live. Discover now