44: Permintaan Maaf?

154 14 0
                                    

"Maaf aku telah membuatmu kecewa. Aku minta maaf sebesar-besarnya karena hanya itu yang bisa ku lakukan."

***

Masa liburan akhir semester telah usai. Rani sedang menyiapkan seluruh barang-barang yang akan dibawanya. Ia membeli beberapa perlengkapan sekolah baru karena ingin lebih giat belajar di kelas sebelas ini. Rani ingin membanggakan mama yang selalu ada disisinya dan juga papanya yang sudah tenang disana.

"Rani berangkat dulu ya," pamit Rani.

Ratih mencium kening anaknya. "Iya, kamu hati-hati dijalan. Semangat belajarnya."

"Siap bos!"

Mobil Rani melaju dengan kecepatan rata-rata membelah jalanan Jakarta yang lumayan padat. Selama dua minggu liburan dirumah, ia menyibukkan diri agar cepat lupa dengan Bian. Rani tidak ingin mengingat-ingatnya lagi.

Bian melihat Rani turun dari mobil berwarna putih. Rani terlihat beda, ia lebih rapih dan tampak semakin cantik. Bian terpesona dengan penampilan terbaru Rani.

"Hai," sapa Bian ramah.

Rani menatap Bian dua detik lalu mengalihkan pandangannya. Ia melangkahkan kakinya berjalan menjauhi Bian. Namun sialnya, tangan Rani dipegang oleh Bian.

"Gue mau ngomong."

"Ngomong aja," jawab Rani cuek.

"Gue tau gue salah, gue mau minta maaf sama lo. Maaf juga gue nggak jujur tentang Syifa."

Rani menatap Bian cukup lama. "Semudah itu? Setelah lo ninggalin gue hampir sebulan tanpa kepastian? Gue sih udah maafin lo dari dulu, gue juga udah mencoba ikhlas. Tapi, untuk bersama lagi sama lo mungkin gue bakal mikir lagi."

Kata-kata itu berhasil membuat benteng pertahanan Bian goyah. Awalnya, ia berpikir Rani akan memaafkan dirinya dan kembali padanya. Namun ternyata tidak sesuai dengan ekspetasinya.

"Maaf."

Rani tidak menjawab.

"Gue harus ngelakuin apa supaya lo bisa kembali sama gue? Gue butuh lo, Rani."

"Turunin ego kita masing-masing. Mungkin gue minta waktu lagi untuk memikirkan ini. Tenang aja, gue nggak akan pindah ke lain hati. Semangat belajar ya, Bi!" ucap Rani lalu pergi.

***

Rani berjalan memasuki kelas 11 MIPA 8. Teman sekelasnya tidak berubah. Tentunya Rani sangat bahagia karena bisa terus bersama sahabatnya hingga kelulusan nanti.

Rani memilih bangku ditengah-tengah. Ia duduk dan membuka ponselnya. Tiba-tiba, ia teringat tentang kejadian tadi. Rani tidak percaya jika dirinya bisa mengatakan itu kepada Bian, walaupun sebenarnya--pertahanannya hampir goyah karena bertemu dengan Bian lagi.

"Woi! Tumben banget udah datang?" ucap Emil seraya membuyarkan lamunan Rani.

"Iya dong. Gue kan mau berubah jadi lebih rajin. Jadi, datangnya juga harus pagi-pagi kayak gini," jawab Rani dengan antusias.

Emil duduk di sebelah Rani.

"Gue juga pengen lebih fokus. Orang tua gue minta gue ambil jurusan farmasi."

BIANTARA [Completed] ✔Where stories live. Discover now