31: Ruang

171 14 0
                                    

"Mengapa semuanya meninggalkanku? Apakah aku tidak layak untuk bahagia? Mengapa?"

*****

Bian sedang menyalakan sepeda motornya. Suara deru sepeda motor Bian menggema di garasi rumahnya. Dari semalam, ia tidak bisa tidur. Bian terus memikirkan tentang keadaan Rani.

"Bian, nanti kalau pulang sekolah kamu antar kue ini ke rumah temen mama ya? Ini alamatnya," ucap mama Bian.

Bian tersenyum lalu menerima alamat dan kue itu. Dahinya menyirit bingung, seperti ia kenal dengan alamat ini.

"Ini kan rumahnya Rani?" ucapnya tanpa sadar.

"Kamu kenal Rani? Dia anak temen mama lo. Sahabat mama dari sejak SMA dulu. Kalau nggak salah, dia adik kelas kamu di SMA Kertajaya, kan?"

"Iya ma, kalau gitu Bian berangkat dulu ya. Assalamualaikum," pamit Bian.

"Waalaikumsalam."

Bian melajukan motornya dengan semangat. Ia tidak sabar untuk mengantar kue ini ke rumah Rani. Bian tertawa sepanjanh perjalanan, ia bisa sekalian modus kepada Rani.

****

Rani sedang membawa banyak buku dari perpustakaan. Ia sengaja meminjam beberapa novel yang menurutnya sedih. Tumben sekali seorang Rani membaca novel, seperti tidak biasanya. Namun hanya dengan cara ini, Rani bisa mengeluarkan semua kesedihannya.

Tangan Rani mulai pegal. Ia tidak sengaja menabrak dada seorang lelaki yang ada di hadapannya. Novel yang ada di tangannya berjatuhan di lantai.

"Sorry, gue nggak lihat," ucap Rani lalu mengambil novel yang berjatuhan.

"Nggak apa. Lain kali kalau kesusahan bawa barang, minta tolong sama orang lain. Jangan dibawa sendirian, apalagi lo cewek."

Rani seperti kenal dengan suara ini. Ternyata lelaki di depannya adalah Bian.

"Makasih. Tapi gue bisa bawa sendiri!" ucapnya ketus.

"Mau dibantu bawa ke kelas, nggak?"

Rani tidak menjawab lalu melesat pergi dari hadapan Bian. Sedangkan Bian, ia terpaku melihat punggung Rani yang mulai menjauh dari pandangan matanya.

"Ngapain lo disini? Hayo, mau cari adik kelas yang bening-bening ya? Ingat! Hati lo udah milik Rani seorang," ucap Farel.

"Iya nih. Biar yang cantik-cantik buat gue aja. Nggak kasihan sama jomlo kayak gue?" sahut Dafa.

"Itu mah nasib lo! Terima nasib aja," ucap Bian cuek.

Dafa menatap Bian dengan tatapan yang sangat dramatis. "Abang jahat banget sama adek. Salah adek apa, bang? Bilang bang! Jangan begini, adek nggak bisa hidup tanpa kamu, bang."

Bian menggelengkan kepala lalu pergi.

"Jijik banget gue dengernya!" seru Gandi.

Bel pulang sekolah berbunyi, Rani sedang mengemasi seluruh barang dan memasukkan ke dalam tasnya. Hari ini ia dijemput oleh mamanya.

BIANTARA [Completed] ✔Where stories live. Discover now