Evanescent - Bagian : 11

635 124 14
                                    

Entah sudah hari ke berapa sejak tuduhan itu menyebar ke seluruh penjuru sekolah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Entah sudah hari ke berapa sejak tuduhan itu menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Cacian dan makian tak dapat Lalisa hindari. Setiap harinya, ada saja yang mencaci maki, bahkan mengerjai dirinya sampai puas. Tak ada lagi yang percaya padanya karena tuduhan itu. Ah tidak, masih ada meskipun hanya satu.

Chaeyoung.

Gadis itu berbeda. Di saat semua orang menjauhi dan mencaci maki dirinya, Chaeyoung malah merangkulnya agar tetap kuat menghadapi mereka. Chaeyoung percaya jika Lalisa tidak mungkin melakukan itu. Chaeyoung yakin.

Namun, karena membela Lalisa, dirinya pun harus ikut terseret dalam masalah ini. Semua orang kini tak memihak padanya. Mereka ikut menuduhnya melakukan hal yang sama sekali tidak dilakukan olehnya atau pun Lalisa. Jangankan melakukan, tahu tempat diletakkannya saja tidak. Lalu bagaimana mereka bisa mencurinya?

Ah entahlah, sepertinya ini akan sulit untuk mereka hadapi.

"Jauh-jauh, guys, ada pencuri ingin lewat," ledek salah satu siswi diikuti tawa remeh teman-temannya.

Chaeyoung dan Lalisa terus berjalan mengabaikan ledekan-ledekan yang dilontarkan untuk mereka tiada henti. Genggaman pada tangan Lalisa pun tak pernah Chaeyoung lepas, ia selalu mengatakan untuk jangan menghiraukan serangga seperti mereka.

"Chaeyoung, Chaeyoung ... sudah lah, untuk apa sih kau masih ingin berteman dengan si cupu dan si maling ini? Kau tuh tidak pantas berada di dekat dia! Kau cantik, pintar, kaya, sangat berbeda jauh dengan dia yang sebelas duabelas seperti sampah," cecar Sana yang entah sejak kapan ada di hadapan Chaeyoung dan Lalisa.

"Apa kau bilang?" tatapan Chaeyoung kian menajam, seakan siap menghunus Sana kapan saja.

"Aku bilang, dia itu sampah!" tangannya terangkat menunjuk Lalisa yang hanya diam dengan kepala tertunduk, sedangkan Chaeyoung terkekeh geli.

"Punya kaca kan di rumah?" tanya Chaeyoung sinis. "Kalau memang tidak punya, yuk ke rumah saya. Agar Anda sadar, sampah kok bilang sampah? Tidak etis, sist."

Sana dan Tzuyu tersulut emosi. Chaeyoung memang sangat pandai beradu mulut. Walau begitu, Sana dan Tzuyu tak akan membiarkan diri mereka kalah begitu saja. Dengan otak licik, mereka akan upayakan apa pun untuk menang. Entah menang dari apa.

"Saya ingatkan sekali lagi ke kalian, jangan suka menghina orang, apalagi sampai mengerjai orang yang tidak bersalah sama sekali. Karma is real, sweetie."

Setelah mengatakan itu, Chaeyoung segera menarik tangan Lalisa menjauh dari para iblis kecil yang akan memangsa mereka. Sementara dua iblis itu mengerang kesal. Bukannya Chaeyoung menjauh dari Lalisa, justru malah sebaliknya. Umpatan tak henti-hentinya mereka lontarkan.

"Kau tenang saja, Li, aku akan mencari tahu siapa yang sudah menuduhmh. Kita harus membuktikan kalau bukan dirimu lah pelakunya," ujar Chaeyoung.

"Terima kasih ya, Chaeng. Terima kasih karena kau sudah ingin percaya denganku. Terima kasih banyak, Chaeng," Lalisa berujar lirih seraya memeluk Chaeyoung.

Entah bagaimana nasibnya jika Chaeyoung pun ikut termakan tuduhan itu. Mungkin, percobaan bunuh diri akan ia lakukan untuk kedua kalinya.

"Iya, sama-sama, Lisa-ya. Sekarang lebih baik kita ke kantin, keburu jam istirahat ini habis," ajak Chaeyoung dan Lalisa mengangguk, lalu mengikuti Chaeyoung menuju kantin.

Sebenarnya Lalisa agak takut untuk pergi ke kantin sejak ia dituduh mencuri kunci jawaban. Ia takut seisi kantin akan merundung dirinya dan Chaeyoung. Mungkin jika dia saja yang dirundung tidak apa-apa, karena ia sudah biasa diperlakukan seperti itu. Tapi, Chaeyoung? Ia takut Chaeyoung akan dirundung juga. Ditambah dengan penyakit yang Chaeyoung miliki, ia jadi khawatir akan kondisi Chaeyoung nantinya.

"Masih berani ya kalian menampakan wajah sok polos kalian di sini. Orang seperti kalian tuh tempatnya di penjara bukan di sini!" suara Joy menyambut mereka ketika baru menginjakkan kaki di kantin.

Chaeyoung lantas menggenggam tangan Lalisa tanpa memedulikan kicauan Joy. Baginya, ucapan Joy adalah bisikan setan yang seharusnya diabaikan.

Byur!

"Ups, sorry tidak sengaja," ujar seseorang. "Tapi, sudah niat, hahaha," Seojong—salah satu antek-anteknya Joy yang berbeda kelas dengannya, menyiram Lalisa dengan jus alpukat.

"Ya! Apa-apaan kau ini?! Lalisa dari tadi tidak melakukan apa pun, tapi kenapa kau malah menyiramnya?!" marah Chaeyoung.

"Kenapa? Kau ingin disiram juga?" tawar Joy dengan smirk andalannya.

Chaeyoung mengepalkan tangannya kuat. Namun, ia berusaha tidak memperdulikan ejekan Joy dan antek-anteknya.

"Li, ayo ke kamar mandi untuk mengganti seragammu."

Baru kaki saja kaki Chaeyoung dan Lalisa ingin melangkah meninggalkan kantin, tetapi mereka dihadang oleh Joy dan antek-anteknya.

"Eits, ingin ke mana?"

"Minggir!" Chaeyoung mendorong bahu Joy, tetapi tenaganya kalah kuat oleh tenaga Joy.

Joy tak mengindahkan perintah Chaeyoung. Ia justru menyuruh Momo untuk mengambil mangkuk bakso yang entah punya siapa dan menumpahkan di atas kepala Lalisa.

"Ini hukuman untuk orang yang sudah berani mencuri kunci jawaban," ujar Momo setelah ia menumpahkan kuah bakso tersebut.

Rahang Chaeyoung mengeras melihat Lalisa diperlakukan buruk seperti itu. Kenapa dia diam saja? Seharusnya ia melawan. Ia juga melihat sekelilingnya, tak ada yang berniat membantu. Mereka justru memotret adegan ini dengan ponsel mereka. Apa mereka tidak memiliki hati nurani? Bisa-bisanya mereka berperilaku seperti itu ketika melihat orang lain tengah dirundung.

"Ya, berhenti bodoh! Kalian tidak punya hati, hah?! Bukannya membantu, kalian malah diam sambil memotretnya! Coba kalian di posisi Lalisa, bagaimana?!" sentak Chaeyoung pada semua orang yang ada di kantin.

Mereka acuh tak acuh. Tak ada yang peduli dengan keadaan Lalisa sekarang. Lalisa hanya pasrah.

"Dan ini, buat si pembela pencuri," Joy menyiram Chaeyoung dengan jus jeruk yang tadi ia minum.

Mereka semua benar-benar keterlaluan. Dengan amarah yang memuncak, Chaeyoung menarik Lalisa untuk segera pergi dari kantin. Gumpalan-gumpalan kertas dilempar ke arah mereka ketika akan pergi. Satu sekolah memusuhi mereka. Setiap langkah, ada saja yang merundung mereka.

"Chaeng, maafkan aku. Gara-gara aku, kau ikut menjadi terkena imbasnya," cicit Lalisa.

Sungguh, ia benar-benar merasa bersalah. Chaeyoung yang notabenenya adalah seorang primadona sekolah, kini menjadi bahan bully satu sekolah karena dirinya. Memang seharusnya dari awal Lalisa tidak usah bertemu dengan Chaeyoung.

"Kau tidak usah meminta maaf, Li, ini bukan salahmu, kau tidak usah menyalahkan dirimu sendiri."

Lalisa menggeleng. "Tidak, Chaeng. Ini semua salahku, kalau saja kau tidak berada di dekatku, pasti kau tidak akan menjadi bahan bully oleh mereka," ujarnya.

"Li, aku tidak suka ketika aku mendengar kau menyalahkan dirimu sendiri. Kalau kau berbicara seperti itu lagi, aku akan marah denganmu!" ancam Chaeyoung.

"Tapi Chaeng—"

"Tidak ada tapi-tapian, Lalisa."

To Be Continued

Evanescent [채리사]✔Where stories live. Discover now