Part. 3 - Sudden Plan

11.6K 1.7K 229
                                    

Awali tahun dengan update lapak ini.
Happy New Year, Genks. 💜

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Sebagai seorang Purchasing Manager di salah satu perusahaan swasta yang menjadi rekanan BUMN, awal bulan adalah momen tersibuk dan ajang pertumpahan emosi bagi Luna.

Selain harus memesan semua bahan baku atau material yang dibutuhkan, Luna juga harus memberi update terbaru untuk semua harga pembelian material kepada Factory Manager yang super bawel dan tidak kenal waktu dalam membahas pekerjaan.

Juga, Marketing Manager dan Finance Manager akan menjadi tambahan orang-orang menyebalkan untuk menambah kekesalan Luna karena tidak bisa bekerjasama untuk konfirmasi terkait permintaan barang dan pembayaran invoice.

"Aaarrrggghhhh, semuanya kayak anak baru! Nggak becus! Nggak punya mulut! Cuma tahunya nunjuk tangan dan cari aman! Kalau kayak gitu, nggak usah kerja! Tidur aja di rumah!" maki Luna setelah menutup telepon.

Segelas minuman dari brand favorit Luna diletakkan di meja, dan itu dari Cella, yang juga adalah teman satu ruangan. Di dalam satu ruang itu terdapat dua divisi, yaitu Purchasing dan General Affair.

"Kalem dulu, Sis. Nih, ngopi dulu. Hari ini belum kena kafein," cetus Cella maklum, sambil menepuk-nepuk punggung Luna seolah menenangkan.

Luna mendengus dan mengambil minuman yang diberikan Cella, lalu menyeruput dengan perasaan jengkel yang masih menekan dada. Rasanya kesal setengah mati.

Kekesalannya bertambah ketika cairan kopi yang bisa dibilang seperti air gula karena terlalu manis, terasa di rongga mulut dan membuatnya harus berdecak karena sudah menelan dengan pasrah.

"Kenapa, Lun? Apa yang salah?" tanya Cella panik.

"Lu kasih gue kopi atau kolak? Manis banget!" seru Luna sambil melotot galak.

Cella tertegun dan melirik gelas yang sudah ditaruh kembali ke meja oleh Luna, lalu menepuk keningnya seolah baru teringat sesuatu. "Itu frappe gue, Sis. Maaf banget, latte-nya lu masih di kantong."

"Hah?"

"Namanya juga gratisan! Gue bisa beliin lu karena beli 1 dapet 1, kalau harga normal juga ogah karena segelas aja harganya goban!"

Luna memijat pelan keningnya karena sudah begitu penat. "Lain kali kalau nggak niat, nggak usah sok inisiatif."

"Ya habis lu marah-marah terus seharian. Gue dengernya aja capek, masa lu nggak?" balas Cella.

"Gue capek lahir batin, Cel. Begini amat kerjaan gue tiap hari yang berantem terus sama orang. Gue jadi pengen nangis," sahut Luna cemberut, dan kemudian menundukkan kepala di atas meja untuk terisak pelan.

Jika lelah, Luna akan menangis. Marah pun demikian. Saat ini, lelah dan marah berbaur menjadi satu, sehingga Luna tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis.

Pekerjaannya cukup banyak, juga beban tanggung jawab yang diembani, dan tuntutan sana sini yang membuatnya menggila. Pihak marketing yang tidak sabaran untuk meminta pengiriman agar segera dilakukan tanpa adanya komunikasi tentang penjualan dadakan. Pihak pabrik yang tidak berani ambil resiko untuk membuat alokasi stok barang jadi, guna mengantisipasi permintaan mendadak sehingga harus kelabakan dalam melakukan pemesanan barang. Belum lagi, bos yang tidak mau tahu tentang kendala yang terjadi, dan tahunya hanya maki-maki.

Mengingat semuanya itu, amarah Luna semakin menjadi, seiring dengan isakannya yang memberat. Usapan pelan di punggungnya sudah dilakukan Cella untuk menenangkan. Yang dibutuhkan Luna bukanlah ketenangan, tapi pelampiasan. Dia ingin memuntahkan amarahnya saat ini juga.

THE ULTIMATE FUCKBOY (SUDAH TERBIT)Kde žijí příběhy. Začni objevovat