Part. 10 - The Chamber

10.3K 1.6K 247
                                    

Khusus lapak ini, aku ngegas terus.
Halo semuanya, apa kabar?



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Jerome mempersilakan Luna untuk masuk ke dalam rumahnya sambil tersenyum lebar saat melihat Luna melirik tidak suka padanya. Satu setengah minggu, hitungnya dalam hati. Sudah selama itu dan belum bisa melakukan apa-apa selain ciuman saja. Hal itu sungguh memalukan bagi prestasi Jerome sebelumnya.

"Lu tinggal sendirian?" tanya Luna sambil melihat sekeliling rumahnya dengan penuh penilaian.

"Emangnya harus tinggal sama siapa? Simpanan?" tanya Jerome balik.

Terkekeh geli, Jerome melihat Luna yang sudah berbalik untuk menatapnya dengan ekspresi masam. "Kalau orang ngajakin ngomong, serius dikit bisa, gak?"

"Barusan itu gue beneran tanya balik," balas Jerome tanpa beban.

Luna mendengus dan segera mengambil duduk di sofa panjang yang ada di ruang utama. Dari posisinya yang masih berdiri, Jerome memperhatikan penampilan Luna sambil bertolak pinggang. Tidak seperti biasanya, wanita itu sedikit berdandan dan tampak manis sekali. Tidak cantik seperti teman kencannya, tapi juga tidak buruk. Yang membedakan adalah rasa nyaman yang semakin terasa menyenangkan.

Rambut panjang yang biasanya diikat dalam satu ikatan sederhana, kini dilepas dan digerai dengan jepit mungil yang menahan poni rambutnya ke samping. Kacamatanya pun dilepas dan memakai lensa kontak, juga terusan sederhana yang membungkus tubuh mungilnya. Pikirannya langsung membayangkan apa yang ada dibalik terusan berwarna nude itu.

"Jangan harap lu bisa luapin otak jorok itu sama gue. That's not gonna happen!" desis Luna sinis, namun tampak tenang.

Kekehan Jerome semakin geli, lalu kemudian mengempaskan tubuh di sofa yang berada di sebrang sofa yang diduduki Luna. "Kenapa sih mood-nya ngajakin perang mulu? Gue kan udah nunjukkin kalau punya niat baik sama lu."

"Lu tahu istilah tentang jebakan batman, gak? Atau serigala berbulu domba?" balas Luna sambil menyilangkan kaki dengan santai, menarik perhatian Jerome untuk menurunkan tatapan pada sepasang kakinya yang terlihat karena terusannya tertarik sedikit ke atas.

"Tapi lu tetep mau ikut gue sampai ke sini," balas Jerome yang langsung mendapat balasan berupa lemparan bantal sofa dari Luna hingga mengenai kepalanya dengan telak.

"Lu yang maksa karena lu nggak kasih gue turun di kafe deket rumah! Lu juga yang sesumbar soal pacar-pacaran ini," seru Luna kesal.

Jerome tertawa terbahak-bahak seolah kekesalan Luna adalah hal yang menyenangkan. Semakin kesal, maka Luna akan semakin lucu.

"Lu tahu nggak kenapa gue suka maksain lu?" tanya Jerome kemudian.

"Nggak mau tahu!" jawab Luna ketus.

"Karena lu bersikap seolah gue itu ilalang, meski nggak berguna tapi tetep lu biarin karena mau gimana pun, orang kayak gue selalu ada," ujar Jerome tanpa mempedulikan jawaban Luna.

Kening Luna berkerut. "Kenapa jadi ilalang dibawa-bawa sih? Yang gue heran itu cuma satu, otak lu yang kotor!"

"Nggak usah heran, tinggal bantu bersihin."

"Gue nggak suka bersih-bersih."

"Sukanya apa? Main kotor? Hayuk!"

Lagi. Luna melempar sofa bantal ke arah Jerome yang kali ini berhasil ditangkapnya. Tertawa lebih keras dari sebelumnya, bahkan sampai menangkup perutnya, Jerome merasa geli dengan ekspresi Luna yang semakin kesal.

THE ULTIMATE FUCKBOY (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now