Ke tiga

24 1 2
                                    

Sekolahan masih nampak sepinya terlihat hanya beberapa siswa yang sudah datang. Dan sebagain hanya tukang disekolah, serta pengurus kantin.

Zesya berangkat lebih awal dari pada biasanya wajahnya kali ini tampak beda. Aura yang memancarkan kesedihan, sepertinya dia sedang ada masalah dirumahnya.

Zesya merasa badannya menjadi lemas, bahkan kakinya sudah tak mampu menopang badan sendiri. Jalannya menjadi limbun, dia hanya bisa bergantungan pada pegangan tangga dihadapannya. Penglihatannya seketika menggelap, dia merasakan lemas yang hebat.

Disekitar sini tidak ada lagi orang selainnya, Zesya hanya pasrah saja sudah tidak kuat jika memaksakan berjalan sampai kedalam kelasnnya.

Perlahan pandangan matanya sudah mengabur, tinggal hitungan kesekian mungkin dia sudah terjatuh pingsan.

"Lo gak papa?" Tas Zesya di tarik seseorang, sehingga badannya membentur badan orang itu.

"Lo gak nemu nasi apa gimana?" Tangan Zesya ditarik. Mereka duduk sisatu kursi yang agak jauh dari tangga.

Paper bag miliknya di serahkan pada Zesya, "Makan" Dia berlalu pergi begitu saja.

Zesya berusaha menahan dengan kekuatan yang lemah. "Nyet gue udah mau pingsan, bawa ke uks aja" Memelas.

"Ck! Gue ga kuat bawa lo." Dia tetap pergi meninggalkan Zesya.

"Makasih yaaa"

****

Keempat gadis yang baru saja turun dari mobil, Terlihat berjalan dengan langkah yang seirama. Mereka bercanda ria sambil saling mengejek satu sama lain, seolah tak ada habisnya kalimat memuji itu terus saja terdengar disetiap pagi.

Chloe, Princy, Nara, Dan Neona. Mereka berempat baru saja tiba sekitar 1 menit yang lalu. Kini sedang berjalan bersama menuju kelasnya masing-masing, Aura bahagia selalu terpancar dari mereka saat ini.

"Gue ke perpustakaan" Chloe belok kearah perpustakaan.

Neona menarik tangan Anara untuk bersama, dan Princy juga berjalan menuju arah kelasnya.

Disepanjang jalan dua orang itu saling teridam, tidak ada yang memulai pembicaraan. Dari dulu hubungan Neona dan Anara kurang akrab, Neona selalu menjadi pendiam kala bersama Nara. Hal itu, membuat Nara menjadi canggung untuk memulia percakapan.

Nara berkali-kali menelan savilanya secara kasar, "Gue mau pindah kelas, bisa ga si?"

Neona mengangguk. "Lo tinggal bilang sama wali kelas"

"Ney," Neona melihat kearah Anara. "Kenapa?"

Anara menggelengkan kepalanya tidak tau juga apa yang ingin dibicarakan. "Duluan" Pamit Neona.
Anara menarik nafasnya sebelum melangkah dan hampir sampai didepan kelas. Dia agak tidak nyaman berada dikelas yang sekarang, orang-orang kelas ini terlalu pemilih. Mereka hanya mau berteman dengan yang bagus-bagus saja. Nara benci golongan seperti itu.

Anara duduk dibangkunya sambil memainkan handphone. Tak sedikitpun tertarik pada sekitarnya yang tampak membosankan.

"Anara sini!" Teriak Ylona dari luar kelas.

Anara menatap dengan bertanya pada Ylona, untuk apa? Sebentar lagi bel masuk. Masa mau main, dia memilih tak menggubris dan pura-pura tidak ngeh saja meneruskan memainkan ponselnya.

Ylona menghampirinya dan merampas handphone secara kasar. "Loh udah bisa pindah kelas" Tangan Anara ditarik paksa.

Anara meronta-ronta minta dilepas untuk mengambil tasnya. "Iya tapi bentar"

About Eight TracesWhere stories live. Discover now