03. School

794 129 4
                                    

Hari ini, hari Senin. Hari dimana Felix harus berangkat sekolah, dan bertemu teman temannya yang sebenarnya tidak pantas untuk disebut teman.

"Sudah siap, Lix?" tanya Minho yang sedang menyiapkan bekal untuk Felix.

"Sudah, kak," jawab Felix sambil menyambar kotak bekal tersebut dari tangan sang kakak.

"Eh, eh, tunggu dulu. Itu telur dadarnya belum dimasukin." Minho langsung mengambil alih kotak bekal yang berada di tangan Felix.

Felix memperhatikan kakaknya yang sedang memotong telur dadar menjadi panjang panjang. Melihatnya saja sudah membuat Felix lapar. Menurut Felix, masakan kakaknya memang yang terbaik.

"Nih bekalnya. Jangan lupa dimakan." Minho memasukkan kotak bekal itu ke dalam tas ransel sang adik.

"Siap, kak!"

Minho tertawa melihat kebiasaan adiknya yang selalu hormat ketika ia menyampaikan pesan ataupun nasihat.

"Perlu diantar?" tanya Minho sambil menemani Felix sampai ke pintu rumah.

"Tidak usah, kak. Sekolah, kan dekat," tolak Felix.

"Ya sudah. Hati hati dijalan. Belajar yang rajin, ya!" seru Minho kepada adiknya yang langsung ngeloyor pergi begitu saja tanpa mencium tangannya terlebih dahulu.

"Beres, kak!"

~Dream~

Seperti biasa, sekolah Felix terlihat begitu ramai dengan murid murid yang sedang bercengkrama dengan satu sama lain.

Ah... Melihatnya tentu membuat Felix iri dengan anak anak itu. Tapi Felix tahu, berharap mendapatkan teman di sekolah itu sangatlah susah. Hanya orang orang kaya saja yang akan mendapatkan teman banyak.

Felix berjalan gontai menuju kelasnya yang berada di lantai paling atas. Memang sial mendapatkan kelas di lantai paling atas. Felix mau tidak mau harus berolahraga terlebih dahulu sebelum memulai pelajaran.

Saat sedang menaiki tangga, yang entah tangga keberapa, Felix tak sengaja menabrak kakak kelas yang paling disegani oleh anak anak lain. Alasannya cukup simpel, itu semua karena jabatan sang ayah yang cukup tinggi, dan juga dikarenakan anaknya yang tak segan segan menghabisi nyawa siapapun, termasuk anak presiden sekalipun.

"Eh, maaf...," ucap Felix takut.

Remaja itu terlihat menoleh ke arah Felix. Bukan raut wajah marah yang Felix lihat di wajah itu, melainkan wajah yang dihiasi senyuman manis.

"Ah, tidak apa apa," jawab remaja itu, tidak mempermasalahkan kejadian tadi.

"Sungguh?" tanya Felix tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Sejak kapan aku berbohong?"

"Eh... Iya juga, ya."

Remaja itu terkekeh kecil, dan mengacak rambut Felix dengan tangannya. "Lain kali hati hati, ya."

Felix membulatkan kedua matanya, membuat remaja yang berada di hadapannya gemas.

"Ah.... Aku tahu kamu pasti bingung, kan?" tebak Changbin, yang disambut anggukkan kecil oleh Felix.

Changbin menghela napas pelan. "Rumor itu beredar dengan cepat. Aku bahkan tak bisa hidup dengan tenang karena rumor sialan itu."

Dream [Jilix ft. Minbin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang