21. The last practice

328 47 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhir latihan. Besok mereka sudah akan bertanding.

Semua pemain sudah bersiap di lapangan dekat rumah Felix, baik yang merupakan pemain inti seperti Jisung, Hyunjin, Jeno, Seungmin, dan Jeongin, maupun yang merupakan pemain cadangan, Felix misalnya.

Pada latihan kali ini, Kim Jaehwan, selaku pelatih dari tim basket itu, ikut serta dalam mini games. Ya, hitung hitung untuk menghibur anak muridnya yang sudah memasuki fase ketar ketir.

Felix sedikit terhibur saat melihat Pak Jaehwan dengan sengaja menyalahkan teknik basketnya, dan membuat bola basketnya terbang ke sana kemari.

Sekedar informasi, pemain cadangan tidak begitu ikut dalam latihan. Palingan hanya turun di waktu waktu tertentu, itupun tak semuanya. Makanya, Felix tidak begitu kelelahan saat latihan.

Di antara pemain inti, Jisung lah yang paling terlihat letih, dan itu tak terlepas dari pengawasan Felix. Felix takut kalau Jisung tiba tiba saja ambruk di tengah tengah latihan. Biasa bahaya nanti.

Mungkin karena efek dari penyakitnya yang mulai memasuki stadium akhir, Jisung jadi sering kehilangan konsentrasinya dan berakhir kehilangan bola basket.

Pak Jaehwan hanya bisa mengernyitkan kening samar saat mengetahui keadaan Jisung yang terlihat tidak baik baik saja. Dimulai dari wajahnya pucat, keringat yang terus menerus membasahi wajahnya--padahal latihan yang ia jalani tidak berat-- konsentrasinya yang sering hilang, dan juga staminanya yang menurun drastis.

Diam diam, Pak Jaehwan menghampiri Felix, dan memutuskan untuk bercakap cakap dengannya selama beberapa menit mengenai kondisi fisik Jisung.

"Lee Felix," panggil Pak Jaehwan, membuat Felix menoleh sepenuhnya kearah guru itu.

"Ada apa, Pak?" tanya Felix heran. Tidak biasanya Pak Jaehwan menghampirinya seperti ini.

"Ada yang perlu bapak tanyakan kepadamu. Boleh minta waktunya sedikit? Tidak keberatan, kan?" tanya Pak Jaehwan.

"Tidak sama sekali, Pak. Kebetulan saya sedang gabut," jawab Felix, membuat Pak Jaehwan menghela napas lega, dan duduk di samping Felix.

"Kamu saudaranya Jisung, kan?" tanya Pak Jaehwan, mengawali wawancara singkat pada hari itu.

Felix mengerutkan keningnya, dan mengangguk pelan. "Benar," jawabnya singkat.

"Apakah Jisung mengalami suatu penyakit?" tanya Pak Jaehwan lagi, membuat Felix tersentak kaget.

"Eung... Kalau boleh tahu, kenapa bapak bertanya seperti itu?"

"Berulang kali bapak amati, Jisung sepertinya sedang tidak baik baik saja. Terbukti dari kondisi fisiknya yang cukup lemah."

"Saya juga tidak tahu, Pak. Walaupun saya saudaranya, Jisung tak pernah menceritakan apapun kepada saya tentang kondisi fisiknya. Tapi yang jelas, beberapa hari yang lalu, dia baik baik saja," jelas Felix berbohong.

Pak Jaehwan kembali mengernyitkan keningnya bingung. "Lalu, kenapa dia seperti itu?"

Felix mengedikkan kedua bahunya acuh. "Bisa jadi karena kecapekan atau kurang makan, Pak. Karena beberapa hari ini, saya lihat Jisung tidak begitu nafsu makan," jawab Felix lagi lagi berbohong.

"Oh... Begitu. Terima kasih atas infonya, Nak Felix," ucap Pak Jaehwan sambil beranjak menuju kearah pemain inti berada.

Pak Jaehwan tampak berbincang dengan Jisung, dan menunjuk ke arah bangku kosong dekat dengan Felix. Felix sendiri ketar ketir jika Pak Jaehwan tahu bahwa ia berbohong.

Jisung terlihat menganggukkan kepalanya, dan berlari kecil ke arah Felix.

"Kenapa? Sudah selesai latihannya?" tanya Felix kepada Jisung yang kini duduk di sampingnya.

"Belum. Pak Jaehwan menyuruhku untuk istirahat terlebih dahulu, entah apa alasannya," jawab Jisung.

"Kamu tidak apa apa, kan, Ji? Mukamu pucat sekali," tanya Felix mengalihkan topik pembicaraan.

Jisung tersenyum tipis, dan menjawab, "aku tidak pernah baik baik saja, Lix."

Jawaban itu cukup untuk membuat Felix diam seribu bahasa.

"Kamu sendiri?" tanya Jisung kepada Felix.

Felix menoleh sedikit ke arah Jisung. "I'm fine," jawabnya singkat. "Lagipula, aku tidak begitu ikut latihan. Secara aku ini hanyalah pemain cadangan, bukan pemain inti seperti kamu."

Jisung mengelap keringatnya yang terus membanjiri wajahnya, dan tersenyum ke arah Felix. "Tapi pemain cadangan itu sangat dibutuhkan, Lix. Aku yakin, nanti kamu akan diperlukan di pertandingan besok."

"Aku tidak berharap banyak, Ji. Diperbolehkan untuk ikut berpartisipasi saja sudah bersyukur."

"Lihat saja besok. I'm sure about it."

"But, I'm not."

(A/N):
Ini wp sebenarnya ada apa, sih? Dari kemarin mau up susah bener.

Dream [Jilix ft. Minbin] ✔Where stories live. Discover now