Nana dan Alya menuruni tangga dan menuju ke ruang makan. Sebuah meja bundar dan empat buah kursi yang mengelilingi di ruangan itu. Darius sudah nampak duduk di sana. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Air mukanya nampak kosong terselip mendung yang menggantung yang entah kapan akan menghilang sirna.
"Duduk, Al," kata Nana mempersilahkan sahabatnya duduk di salah satu kursi berhadapan dengan papanya.
"Malem, om Darius." Alya menyapa laki-laki berambut ikal didepannya. Namun yang disapa bergeming tak menunjukkan reaksi apapun.
"Pa, papa udah makan belom?" tanya Nana berusaha memecah kesunyian yang tercipta beberapa detik sebelumnya. Darius masih tak berkata apapun atau merespon ucapan Nana.
Semakin hari keadaan Darius semakin memprihatinkan. Kejadian masa lalu sepertinya begitu sangat membekas dalam ingatan laki-laki itu. Nana sendiri tidak tahu harus melakukan apa untuk membantu mengembalikan keceriaan papanya. Nana sangat merindukan senyum dari sang Papa.
Makanan yang sudah disiapkan Tante Maryam masih mengepulkan asap. Aroma yang ditimbulkan menggugah selera makan, tapi sepertinya Darius tak tertarik sedikit pun dengan makanan hangat itu. Alya menatap masakan diatas meja itu dan menelan salivanya beberapa kali, sup kacang merah sebagai menu pembuka dan sate ayam sebagai menu utama.
"Ayo Al, jangan dipandang saja." Nana menuangkan beberapa sendok sup ke dalam mangkok Darius. Laki-laki itu masih bergeming ditempatnya.
"Dara? DARA!" Tiba-tiba Darius berdiri dan mencekal tangan Alya yang terulur untuk mengambil semangkok sup. Alya terkesiap kaget. Jantungnya serasa berdebam jatuh ke bawah.
Flashback on
"Dara ..."
Darius mengamati istrinya yang sedang mengambil sepiring nasi untuknya. Laki-laki muda itu tak menyangka kalau ia bisa menikah dengan Dara, gadis yang dulunya begitu susah untuk ditaklukan. Darius sendiri masih tak percaya kalau kini dia sudah menjadi suami Dara.
"Hmm--kenapa Mas? Masih nggak percaya ya kalau kita sekarang sudah menjadi suami istri?" Dara meletakkan sepiring nasi itu dihadapan Darius, melempar senyum kecil pada suaminya yang tak bosan-bosan terus menatap lurus padanya.
"Begitulah, Dara. Akhirnya aku bisa menikahi gadis idamanku. Tak sia-sia selama hampir lima tahun aku mengejarmu. Usaha keras pasti membuahkan hasil yang manis."
"Ah mas Darius bisa saja. Ayo mas dicoba masakan di hari pertamaku sebagai istrimu ini. Ini pertama kali aku memasak loh. Awas, jangan complain ya kalau nggak enak."
"Nggak enak pun tetep aku makan kok," goda Darius diiringi tawa renyah sembari menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya. "Uhm ...enak kok, pake banget malah. Apa pun yang istriku sajikan pasti akan aku santap. Nggak percuma aku punya istri cantik kayak kamu, Dar."
"Udah ah mas ngegombalnya. Dari dulu kamu itu masih sama saja ya, tukang gombal." Dara terkekeh walau dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.
Uhuk uhuk
Dara terbatuk kecil, memegangi dadanya yang terasa panas. Wajahnya berubah merah. Darius yang melihat hal ini segera berlari menuju istrinya dengan sebuah gelas di tangan berisi air. "Minum dulu, Dar. Makanya kalau makan jangan sambil ngomong."
"Ini kan gara-gara mas Darius, gombalin aku terus." Dara memasang muka masam sambil meneguk air yang disampirkan Darius padanya.
"Iya--iya sori. Aduh istriku kalau cemberut makin tambah uwu aja."
"Ih si mas becanda aja maunya."
"Dara sayang ..."
"Hmm? Apalagi?"

YOU ARE READING
Ratap (TAMAT)
Romance"Bunda kan udah bilang, makan makanan yang ada di kolong meja, bukan di atas meja!" Ini kisah anak-anak malang yang memperjuangkan hidup dan kebahagiaan. Tentang bakti seorang anak pada orangtua, tentang persahabatan, dan tentang cinta. Alya Aqwaa V...