47. Kasus Penyuapan

239 39 1
                                    

"Ini berkas-berkasnya, Komandan," seorang polisi muda meletakkan map warna merah hati di atas sebuah meja.

Komandan Darko yang sedari tadi sibuk menerima telpon diam sejenak menatap map merah hati itu. "Nanti kita lanjutkan. Ada yang aku harus aku urus sekarang," ucapnya lalu menutup telepon.

Pria tampan dengan kumis tipis diatas bibirnya lalu mengangguk pelan pada polisi muda tadi lalu mulai membuka map itu dan melihat setumpukan kertas di dalamnya. Satu-persatu dibacanya kertas-kertas itu. "Jadi selama ini salah satu pebisnis sukses di kota ini adalah hanya seorang penyuap?" tanya Komandan Darko sambil menautkan alisnya.

"Ya begitulah, Komandan. Kita tidak akan pernah tahu isi hati dan pikiran manusia. Benar kata pepatah, jangan menilai buku dari sampulnya saja," lanjut polisi muda itu menjelaskan.

"Sungguh tak pernah aku duga sebelumnya."

"Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang, Komandan?"

"Ini sudah jelas. Kita harus cepat-cepat menjemputnya secara paksa sebelum dia melarikan diri dan menghilang karena dua kali pemanggilan dia sudah mangkir. Siapkan beberapa anggota dan penjemputan segera kalian lakukan!" perintah Komandan Darko dengan tegas pada polisi muda yang masih berdiri di depannya.

"Siap Komandan!" jawab polisi muda itu dengan lantang lalu berdiri meninggalkan Komandan Darko yang masih menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri tak percaya.

Tak beberapa lama kemudian dua mobil patroli polisi melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan  bunyi sirene yang memekakkan telinga.

🥀

Alma bersenandung kecil saat turun dari mobil yang dikendarainya. Dengan riang gadis kecil itu menggandeng tangan Bono memasuki halaman rumah. Setelah melepas sepatu dan menaruh tasnya di dalam kamar, gadis kecil itu menghampiri Bono yang duduk dalam kamar kerjanya dan sedang membuka-buka arsip pekerjaannya.

"Ayah kenapa selalu sibuk sih?" Alma datang merajuk sambil memeluk erat Bono.

"Ayah kerja, sayang. Ini ayah lakukan 'kan juga buat Alma, juga buat Kak Alya."

"Tapi Ayah terlalu sering tidak ada di rumah. Alma kangen sama Ayah," ucap Alma lagi. Di dalam hati gadis kecil itu ia juga ingin mengatakan kalau ia juga takut kalau ayahnya sering tidak ada di rumah. Tapi Alma tak boleh mengatakannya, begitu kata  kakaknya Alya. Karena jika ia sampai mengadu pada Bono maka keadaan akan semakin menyulitkan mereka berdua.

"Ayah tahu, sayang. Ayah juga kangen sama Alma. Ayah usahain papa akan segera menyelesaikan urusan kerja ayah di luar kota biar kita punya banyak waktu untuk selalu bersama." Bono menenangkan anak bungsunya sambil mengusap-usap kepala Alma.

"Tapi ayah janji ya sama Alma kalau ayah nggak sering-sering keluar kota lagi dan nggak pergi lama-lama?" Alma menatap manja Bono sembari memilin-milin rambut hitam panjangnya.

"Ayah janji. Ayah janji akan selalu ada buat Alma."

Alma melengkungkan kedua ujung bibir dan merangkul Bono erat seraya tak mau melepas pergi Bono lagi.

Ting tong

Suara bel pintu berbunyi. Bono segera menggendong Alma dan beranjak ke arah pintu rumah. Ketika kenop pintu dibuka, di sana berdiri tiga orang polisi dengan wajah dingin.

"A--ada yang bisa saya bantu, Bapak-bapak?" tanya Bono tak mampu memyembunyikan kegugupan di wajahnya.

"Dengan Bapak Bono Vontana?" Salah seorang polisi dengan suara barito berat bertanya dengan mimik datar.

Ratap (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora