Bab 17. Seleksi S 1 : Membuat Laporan

585 85 121
                                    

Mendengar namanya terpanggil, Auristela sontak menghentikan langkah kakinya. Lisa yang berada di belakang Auristela tidak sengaja menabrak punggungnya. Karena Lisa belum menyadari bahwa langkah kaki Auristela telah terhenti.

"Maafkan saya, Nona. Saya mohon, saya tidak sadar bahwa langkah kaki Anda sudah terhenti," ucap Lisa sembari mengelus-elus dahinya karena terbentur punggung Auristela.

Auristela pun berbalik badan kemudian menjawab, "Iya-iya." Matanya terus melirik ke kiri dan kanan karena penasaran siapa yang memanggilnya.

"Nona mencari apa?" tanya Lisa.

Auristela hanya menganggukan kepalanya tanpa berkata sepatah kata pun. Saat Auristela hendak berbalik badan, tiba-tiba ada sebuah tangan yang memegang pundaknya dari belakang. Tidak lama setelah itu, terdengar suara helaan napas dari belakang Auristela, yang sontak saja membuatnya merasa curiga.

Merasa dirinya dalam posisi terancam, Auristela langsung memelintir tangan Sion yang ada di pundaknya. Kemudian Auristela menarik dan memiting tangan Sion yang satunya lagi ke belakang. Posisi Sion saat ini berada di depan Auristela dengan tangan terkunci di belakang.

Agar Auristela dapat mengambil pistol dari balik jas sekolahnya, dia melepaskan pelintiran pada salah satu tangan Sion. Secara bersamaan, Auristela berusaha nekat memelintir kedua tangan Sion menggunakan satu tangannya. Setelah Auristela mengambil senjata api tersebut, dia langsung mengarahkannya tepat di pelipis Sion.

Sesaat sebelum Auristela menarik pelatuk senjata apinya, tiba-tiba Sion mengguncang-guncangkan kedua tangannya dengan begitu kencang. Sehingga, Auristela jadi kehilangan kendali atas kedua tangan Sion yang sedang dipelintirnya. Saat kedua tangan Sion terlepas, dia langsung berbalik memelintir salah satu tangan Auristela yang tengah memegang senjata api.

Tangan Auristela sontak menjadi lemas akibat terpelintir. Dengan gerakan cepat, Sion langsung menggunakan kesempatan yang ada untuk merebut pistol yang ada di genggaman Auristela. Setelah senjata api itu berada di genggamannya, Sion langsung memasukannya ke dalam saku jas seragamnya.

"Calmdown." Sion melepaskan tangan Auristela yang dipelintirnya.

Auristela terus memegangi tangannya yang baru saja terpelintir. Walaupun terasa begitu sakit, Auristela tetap terlihat biasa saja seakan tidak terjadi sesuatu padanya. Melihat Auristela yang begitu tenang, Lisa hanya tercengang tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Saat Auristela melirik ke arah Sion, dia baru tersadar bahwa yang dilawannya bukanlah seorang musuh. Tetapi tidak ada sekali pun terpikirkan dalam benaknya untuk meminta maaf pada Sion.

"Nona-nona, apakah Anda tidak hendak meminta maaf?" tanya Lisa. Mendengar perkataan Lisa, Auristela sontak meliriknya dan menatapnya dengan tajam, hingga membuatnya ketakutan. "Maaf Nona, saya tidak bermaksud---"

"Biarkan saja, lagi pula saya yang salah karena sudah mengejutkan dia," ucap Sion mengambil senjata api Auristela dari sakunya.

"Senjata saya!" seru Auristela begitu melihat senjatanya ada di tangan Sion.

"Saya akan mengembalikan senjata ini begitu kamu setuju untuk mengikuti seleksi untuk menjadi sekretaris," ucap Sion.

Mendengar perkataan Sion, sontak Lisa menyahut, "Saya juga mau."

"Mengapa kalian lebih memilih murid untuk menjadi sekretaris, sedangkan ada banyak guru wanita?" tanya Auristela melirik Sion.

"Karena kami memberikan kesempatan untuk murid merasakan rasanya menjadi seorang petinggi di sekolah dan lebih bertanggung jawab. Keuntungannya, suatu acara akan lebih mudah terlaksana karena sudah ada perwakilan dari seluruh murid yang menjadi koordinator," jawab Sion.

Amor Aeternus [END!] [On-going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang